Bangkitkan Ekonomi Perempuan di Pesisir Alue Naga Pasca-Tsunami
Perempuan di Pesisir Alue Naga membudidayakan tiram dengan ban bekas dan galon air. Dulu mereka mencari tiram dengan mencongkel-congkel akar mangrove sehingga merusak alam.
-
Date:
10 Des 2024 -
Author:
KEHATI
Pada 26 Desember 2004, gempa bumi megatrust berkekuatan 9.1 MW meluluhlantakkan Aceh dan memicu tsunami paling mematikan sepanjang masa. Selain menelan banyak korban jiwa, dibutuhkan waktu cukup lama untuk membangkitkan nadi perekonomian di Aceh. Tsunami menyisakan kepedihan bagi masyarakat Aceh dalam waktu cukup lama, terutama mereka yang tinggal di pesisir. Gelombang besar telah merusak mangrove di Kampung Alue Naga kota Banda Aceh yang menjadi habitat tiram. Para perempuan di pesisir pun semakin sulit mencari tiram sebagai sumber penghidupan mereka.
Zainal Abidin Suarja, Pendiri Natural Aceh, mengatakan, tahun 2008 ia dan teman-temannya sebanyak 6 orang membentuk Natural Aceh. “Kami melihat pasca tsunami, dengan banyaknya NGO yang masuk, semuanya tidak menjalankan program secara berkelanjutan,” kata Zainal. Setelah setahun Natural Aceh menginisiasi kebencanaan, mereka mulai menanam mangrove agar masyarakat bisa kembali mencari tiram di desa Alue Naga yang berbatasan dengan Kota Banda Aceh. Namun ternyata upaya tersebut tidak segera membuahkan hasil bagi pemulihan ekonomi masyarakat.
“Menanam mangrove ternyata tidak menjadikan pekerjaan mencari tiram lebih baik. Mangrove butuh waktu bertahun-tahun untuk tumbuh, sedangkan pekerjaan mencari tiram harus dilakukan sekarang. Dan masyarakat butuh pendapatan sekarang,” kata Zainal. Natural Aceh adalah LSM di bidang lingkungan yang berfokus pada konservasi mangrove. Melihat kenyataan tersebut, lembaga tersebut mencari alternatif untuk memberikan penghidupan bagi masyarakat pesisir di Alue Naga. Mereka menginisiasi pembuatan habitat tiram buatan menggunakan ban bekas dan galon air. Budidaya tiram itu kini berkembang ke banyak daerah lain di Aceh dan bisa kembali menghidupi para perempuan di pesisir.
Tahun ini Natural Aceh meraih penghargaan KEHATI AWARD 2024 atas dedikasinya dalam memperjuangkan kemandirian ekonomi masyarakat pesisir dengan memadukan aspek konservasi. Sebagai salah satu pemenang, Natural Aceh memenuhi kriteria sebagai pencetus terobosan baru dalam pengembangan ekonomi wilayah. “Ada aspek kebangkitan dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang berguna bagi ekosistem dan masyarakat, “ kata Roni Megawanto, Direktur Program KEHATI yang juga menjadi salah satu Dewan Juri KEHATI Award 2024. Natural Aceh dianggap mampu mencapai kedaulatan finansial dalam menggerakkan program serta memberdayakan kaum perempuan yang rentan terhadap kerusakan ekologi.
Lebih Cepat dan Efektif
Pada 2018 budidaya tiram buatan di Alue Naga didukung pendanaan dari Air Asia Foundation. Dengan peternakan tiram buatan, masyarakat di pesisir sangat terbantu untuk mendapatkan penghasilan mereka kembali. Kini Natural Aceh mampu mengembangkan budidaya tiram lebih luas lagi. “Perkembangannya jauh lebih besar dari yang kami harapkan sebelumnya. Banyak ibu-ibu suka dengan program budidaya tiram buatan ini,” kata Zainal.
Budidaya tiram ini dilakukan dengan mengikat ban bekas atau galon bekas air mineral dan mencelupkannya ke dalam laut di daerah mangrove. Dalam semalam tiram-tiram itu menempel pada ban bekas atau galon tersebut. Daerah mangrove cocok untuk membudidayakan tiram. Menurut Zainal, dulu ibu-ibu membutuhkan waktu 8 jam sehari mencari tiram, berjumur di bawah matahari, berendam di dalam air. “Dengan metode baru ini, ibu-ibu hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk mengambil tiramnya. Jauh lebih bermanfaat dan sangat cepat,” kata Zainal
Program budidaya tiram berkelanjutan yang disodorkan Natural Aceh ini menempuh jalan yang tidak mulus. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang budidaya berkelanjutan menjadi tantangan tersendiri. “Dulu ibu-ibu ini mencari tiram di akar-akar mangrove. Mereka mencongkel tiram-tiram yang menempel pada akar mangrove sehingga bisa merusak mangrove,” kata Putri Melza Chamela dari Natural Aceh.
Pencari tiram tradisional pada mulanya enggan beralih menjadi petani tiram yang lebih ramah lingkungan. Mereka menolak untuk meninggalkan kebiasaan lama dengan teknik baru yang dianggap rumit. Namun, seiring berjalannya waktu, masyarakat setempat mulai memahami bahwa teknik budidaya tersebut lebih efektif dan menjanjikan. Dengan bantuan pemerintah dan juga pelatihan, budidaya tiram berkelanjutan mampu hadir sebagai pahlawan kebangkitan ekonomi di pesisir Desa Alue Naga. Program tersebut mampu meningkatkan pendapatan masyarakat di pesisir sebesar 300 persen.
Memadukan Konservasi dan Ekonomi
Motivasi Natural Aceh di Desa Alue Naga adalah untuk memulihkan ekosistem pesisir yang rusak pasca bencana tsunami, sekaligus menghidupkan kembali nafas masyarakat lokal, terutama perempuan, karena kehilangan matapencaharian. Dalam melaksanakan upaya tersebut, Natural Aceh terinspirasi untuk memadukan pola konservasi dengan nilai ekonomi. Menurut Zainal, perbaikan kesejahteraan masyarakat wajib dimodifikasi dengan mengurangi kerusakan lingkungan dan konsep budidaya berkelanjutan. Langkah tersebut diambil sebagai cara agar masyarakat bisa kembali sejahtera tanpa merusak keragaman hayati di wilayah pesisir.
Perlahan tapi pasti, penduduk Desa Alue Naga mencoba merajut kembali asa yang hilang. Budidaya tiram berkelanjutan menjadi tempat bergantung bagi 157 perempuan pekerja dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sebelumnya, mereka mencari tiram secara konvensional yang merusak komunitas organik wilayah pesisir. Kegiatan budidaya tiram berkelanjutan memberikan banyak manfaat bagi peningkatan ekonomi masyarakat seiring dengan kualitas hidup yang lebih baik. Sebelumnya, cara tradisional yang menguras tenaga dan kurang produktif hanya mampu memberikan ketersediaan sementara, sedangkan belum ada kepastian untuk hari esok.
Setelah mempraktekkan metode berkelanjutan, pendapatan masyarakat naik secara signifikan dan mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. Alam yang terpelihara memberikan imbal balik berupa harapan hidup lebih panjang. Edukasi yang diberikan Natural Aceh kepada masyarakat serta dorongan untuk terus maju mampu memelihara kekayaan sumber daya alam di pesisir. “Masyarakat berhasil meraih stabilitas ekonomi hingga akhirnya membuka peluang untuk akses pendidikan dan kesehatan,” kata Zainal.
Jejak harapan yang tersisa kini berangsur pulih. Upaya yang dilakukan tidak berhenti sampai titik ini. Natural Aceh melihat prospek perluasan wilayah budidaya tiram di daerah pesisir lainnya yang terdampak tsunami. Kesejahteraan harus dirasakan oleh seluruh penduduk yang tinggal di tepi pantai agar Aceh kembali bangkit seutuhnya. Kreatifitas telah disusun dalam cetak biru program pengembangan wilayah terdampak melalui diversifikasi produk, pelatihan berkelanjutan, dan membuka kemitraan dengan pihak ketiga. Natural Aceh juga membantu pemasaran serta distribusi, dan menyiapkan program penyadaran masyarakat.
Kerjasama dengan pihak ketiga adalah dengan menggandeng akademisi serta lembaga riset untuk memperoleh teknik budidaya yang lebih efisien serta akses teknologi baru. Produk budidaya akan dipasarkan secara online serta melalui distribusi lokal untuk ekspansi pasar yang lebih luas. Hasil panen tiram ini telah diolah menjadi berbagai produk olahan makanan seperti kerupuk, nugget dan beberapa produk olahan lainnya. Masyarakat berharap produk olahan mereka bisa dijual hingga ke luar daerah sehingga penghasilan mereka bisa lebih meningkat lagi. Budidaya tiram buatan telah mengubah hidup para Perempuan di Alue Naga. Mereka saling bahu membahu untuk menyebarluaskan ilmu dan membantu para Perempuan lainnya untuk mendapatkan kemandirian ekonomi.