1,550 views Menabung Air dan Meningkatkan Ekonomi Melalui Konservasi Bambu Tabah - KEHATI KEHATI

Menabung Air dan Meningkatkan Ekonomi Melalui Konservasi Bambu Tabah



  • Date:
    08 Feb 2019
  • Author:
    KEHATI

Lombok Tengah – Yayasan KEHATI, PT CIMB Niaga bersama Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu (BP2T HHBK), Puslit Bambu Universitas Udayana, dan Kelompok Tani Hutan Patuh Angen melakukan penanaman bambu tabah di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Rarung (KHDTK), Lombok Tengah (7/2).

 

 

Dihadiri oleh para pemangku kepentingan terkait dan petani pengelola lahan KHDTK, panen perdana rebung tabuh hasil penanaman tahun 2015-2016 pun dilakukan. Pada kesempatan yang sama dilakukan penambahan penanaman bambu tabah sebanyak 3.700 pohon seluas 7 hektar. Sebelumnya, di tahun 2015-2016 sekitar 2.500 bambu tabah telah ditanam di kawasan tersebut sebagai uji coba dan sekaligus penanaman di lahan garapan petani di wilayah KHDTK. Alhasil, di musim penghujan 2019, bambu-bambu tersebut telah dapat dipanen rebungnya.

 

 

Di tahun 2018, Yayasan KEHATI, PT CIMB Niaga, BP2T HHBK, PUSLIT Bambu Universitas Udayana dan Kelompok Patuh Angen telah menanam 3.700 bambu tabah di areal hutan dengan sistem agroforestri. Pengembangan bambu tabah di KDHTK menjadi upaya pengayaan jenis hasil hutan bukan kayu di kawasan hutan dengan model agroforestri yang dapat meningkatkan ekonomi petani pengelola yang tinggal di kawasan hutan. Menurut Kepala Balai Bintarto Wahyu Wardana, KHDTK ini mempunyai luasan 325 ha yang memiliki fungsi hutan lindung, yaitu untuk melindungi mata air, mencegah longsor, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

 

 

Dari 325 hektar terdapat 415 lahan garapan yang dipakai oleh masyarakat. Di dalamnya terdapat demplot penelitian, mulai dari kemiri sunan, nyamplung, rumput kerak untuk kerajinan, dan plot madu.”Hutan selain berfungsi untuk konservasi juga untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, sehingga hutan tetap lestari, dan masyarakat juga bisa hidup sejahtera,” tambah Wahyu.

 

 

Disamping itu, upaya tersebut sangat sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah untuk menjadikan bambu sebagai salah satu pilihan tanaman HHBK di kawasan hutan yang terdapat di Nusa Tenggara Barat. Menurut Oman Sumantri dari Dinas Kehutanan Propinsi Nusa Tenggara Barat, Pemda menjadikan bambu sebagai salah satu fokus jenis tumbuhan yang dipilih untuk merehabilitasi kawasan dan dikembangkan di kawasan hutan dan lahan kritis.

 

 

Pelestarian dan pemanfaatan bambu juga menjadi salah satu fokus utama bagi Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia, yang sejak tahun 2009 bekerjasama dengan kelompok masyarakat, pihak swasta dan akademisi yang telah melakukan pelestarian bambu, khususnya jenis yang bernilai ekonomis di Jawa, Bali, NTB dan NTT.

 

 

“Indonesia memiliki banyak jenis bambu yang kini terancam. KEHATI sangat mendorong masyarakat untuk kembali melestarikan plasma nutfah yang mempunyai manfaat ekonomi dan ekologi,” ujar Direktur Komunikasi dan Penggalangan Sumber Daya Yayasan KEHATI Rika Anggraini.

 

 

“Di NTB dapat dilihat hasil penanaman bambu tabah tahun 2016 sangat subur dan sudah menghasilkan dan bisa menjadi tambahan pendapatan kelompok. Bekerjasama dengan PT CIMB Niaga, selain dukungan bibit, kami juga memberikan peningkatan kapasitas masyarakat berupa pelatihan budidaya dan pengolahan pasca panen sampai pada pengemasan,” tambahnya.

 

 

Keterlibatan pihak swasta dalam mendukung konservasi menjadi salah satu nilai positif, sebagai wujud kepedulian dalam melestarikan lingkungan dan merawat bumi sekaligus sebagai upaya mitigasi perubahan iklim. “Kami juga peduli dengan isu lingkungan. Bambu menjadi perhatian kami sehingga sejak tahun 2013 Perusahaan kami memiliki kepedulian terhadap pelestarian bambu dengan menggandeng KEHATI,” Communication Development Head PT. CIMB Tbk Susi Hermanses, yang pada kesempatan ini juga menyerahkan dukungan alat pengolahan pasca panen kepada Kelompok Tani Patuh Angen.

 

 

Seperti diketahui, jenis bambu di dunia mencapai 1.600 jenis, dan 10 persennya ada di Indonesia. Namun demikian, dari 160 jenis yang dimiliki, tak sedikit yang sudah terancam punah. Padahal, bambu mempunyai banyak manfaat, baik secara ekologi, sosial, budaya dan ekonomi. Dari sisi ekologi, tanaman ini menjadi pilihan untuk konservasi lahan, mampu untuk menyimpan air, menyerap CO, dan menahan longsor. Dari sisi budaya, kehidupan masyarakat Indonesia selalu melekat dengan penggunaan bambu. Bambu juga dapat diolah menjadi alat kesenian, rumah tangga, bangunan dan pangan yang dapat meningkatkan ekonomi.

 

 

“Bambu tabah, merupakan salah satu jenis bambu yang memiliki potensi dan prospek nilai ekonomi. Bambu ini dapat dipanen secara terus menerus sampai 100 tahun untuk terus dikembangakan,” ujar Pengajar sekaligus ahli bambu tabah Universitas Udayana Diah Kencana. Bambu tabah juga bisa dimanfaatkan batang dan rebungnya sebagai olahan makanan. Rebung merupakan produk utama dari bambu tabah karena rebungnya memiliki rasa yang hambar dan tidak pahit serta memilki kadar HCN yang rendah sehingga aman untuk dikonsumsi.

 

 

Diah menjelaskan bahwa bambu tabah menyasar pasar ekspor ke beberapa negara seperti Korea, Jepang dan Cina yang memerlukan proses higienis. Selain pasar ekspor, pasar domestik seperti Bali juga masih kekurangan pasokan, sehingga pasar bambu tabah masih sangat terbuka lebar.

 

 

Aspek ekonomi juga menjadi salah satu yang diharapkan oleh petani pengelola kawasan di KHDTK. “Rebung bambu tabah bisa menjadi tambahan pendapatan selain vanili, kemiri, madu, kopi yang ada di lahan kami. Dari hasil penanaman tiga tahun lalu bambu tabah sudah dapat dipanen hasil rebungnya,” ungkap Ketua Kelompok Patuh Angen Syukri yang selama ini melakukan penanaman bambu tabah di KHDTK. Bersama kelompoknya, Syukritelah menanam sekitar 7.200 pohon. Melalui pengembangan teknologi, rebung yang biasanya bertahan hanya sampai seminggu, kini sudah bisa bisa tahan mencapai setahun untuk aman dikonsumsi.

 

 

Kedepan, untuk ketahanan pangan lokal, bambu tabah bisa menjadi salah satu pilihan untuk dikembangkan di kawasan hutan yang ada di Nusa Tenggara Barat. Namun, hal tersebut memerlukan dukungan dan kerja sama para pihak, khususnya pemangku kepentingan yang ada di NTB, baik kabupaten dan provinsi serta UPT terkait.