1,715 views Mengapa jumlah kecoa dan lalat meningkat dibanding lebah dan kupu-kupu? - KEHATI KEHATI

Mengapa jumlah kecoa dan lalat meningkat dibanding lebah dan kupu-kupu?



  • Date:
    08 Mar 2019
  • Author:
    KEHATI

Sebuah kajian ilmiah tentang jumlah serangga menyebutkan bahwa satwa-satwa ini mengalami “tingkat penurunan dramatis” sebanyak 40% di seluruh dunia.

 

 

Penelitian tersebut mengungkapkan jumlah serangga seperti lebah, semut, dan kumbang menghilang delapan kali lebih cepat dibanding mamalia, burung, atau reptil.

 

 

Namun para peneliti mengatakan bahwa beberapa spesies, seperti lalat rumah dan kecoa, cenderung berkembang pesat.

 

Mata rantai yang putus

Secara umum, penurunan jumlah serangga ini disebabkan oleh pertanian intensif, pestisida, dan perubahan iklim.

 

 

Serangga merupakan makhluk yang paling banyak hidup di darat, dan memberikan manfaat utama bagi banyak spesies lain, termasuk manusia.

 

 

Mereka menyediakan makanan untuk burung, kelelawar dan mamalia kecil; mereka menyerbuki sekitar 75% dari tanaman di dunia; mereka mengisi kembali tanah dan menjaga sejumlah hama.

 

 

Banyak penelitian lain dalam beberapa tahun terakhir menyebutkan bahwa spesies individu serangga, seperti lebah, mengalami penurunan besar, terutama di negara-negara maju.

 

 

Namun dalam penelitian baru, yang diterbitkan dalam jurnal Biological Conservation, mengkaji 73 studi yang ada dari seluruh dunia yang diterbitkan selama 13 tahun terakhir.

 

 

Angka yang “sangat serius”

Para peneliti menemukan bahwa penurunan di hampir semua wilayah dapat menyebabkan kepunahan 40% serangga selama beberapa dekade mendatang. Sepertiga spesies serangga digolongkan terancam punah.

 

 

“Faktor utama adalah hilangnya habitat, karena praktik pertanian, urbanisasi dan deforestasi,” kata penulis utama Dr Francisco Sánchez-Bayo, dari Universitas Sydney, kepada BBC News.

 

 

“Kedua adalah meningkatnya penggunaan pupuk dan pestisida di pertanian di seluruh dunia dan kontaminasi dengan semua jenis polutan kimia. Ketiga, kami memiliki faktor biologis, seperti spesies invasif dan patogen; dan keempat, kita ada perubahan iklim, terutama di daerah tropis yang terkenal memiliki dampak besar. ”

 

 

Beberapa hal yang menarik dari penelitian ini termasuk jumlah serangga terbang yang menurun tajam di Jerman baru-baru ini dan penurunan besar-besaran di hutan tropis di Puerto Rico, terkait dengan kenaikan suhu global.

 

 

Para pakar lainnya mengatakan temuan itu “sangat serius”.

 

 

“Ini bukan hanya tentang lebah, atau bahkan tentang penyerbukan dan memberi makan diri kita sendiri – penurunan terjadi pada kumbang-kumbang kotoran yang mendaur ulang limbah serta serangga seperti capung yang memulai kehidupan di sungai dan kolam,” kata Matt Shardlow dari lembaga pegiat Buglifedi Inggris.

 

 

“Semakin jelas ekologi planet kita hancur dan ada kebutuhan untuk upaya global dan intens untuk menghentikan dan membalikkan tren yang mengerikan ini. Membiarkan kehidupan serangga diberantas pelan-pelan bukan merupakan pilihan rasional.”

 

 

Jumlah hama terus meningkat

Para penulis khawatir tentang dampak penurunan serangga di sepanjang rantai makanan. Dengan banyaknya spesies burung, reptil dan ikan yang tergantung pada serangga sebagai sumber makanan utama mereka, kemungkinan spesies ini juga akan musnah.

 

 

Meski beberapa jenis serangga penting mengalami penurunan, kajian ini juga menemukan bahwa sejumlah kecil spesies cenderung bisa menyesuaikan dengan perubahan kondisi dan melakukannya dengan baik.

 

 

“Serangga hama yang berkembang biak dengan cepat mungkin akan berkembang karena kondisi yang lebih hangat, karena banyak musuh alami mereka, yang berkembang biak lebih lambat, akan menghilang,” kata Prof Dave Goulson dari Universitas Sussex, Inggris, yang tidak terlibat dalam kajian ini.

 

 

“Sangat masuk akal bila kita nantinya berujung dengan malapetaka sejumlah kecil serangga hama, tetapi kita akan kehilangan semua yang indah yang kita inginkan, seperti lebah dan hoverflies dan kupu-kupu juga kumbang kotoran yang melakukan pekerjaan yang baik dalam membuang limbah hewan. ”

 

 

Apa yang bisa kita lakukan?

Prof Goulson mengatakan bahwa beberapa spesies generalis yang tangguh, mudah beradaptasi, seperti lalat rumah dan kecoa, tampaknya dapat hidup dengan nyaman di lingkungan buatan manusia, dan telah mengembangkan resistensi terhadap pestisida.

 

Ia menambahkan meskipun secara keseluruhan kondisi ini mengkhawatirkan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang-orang, seperti membuat kebun mereka lebih ramah serangga, tidak menggunakan pestisida dan membeli makanan organik.

 

Penelitian lebih lanjut juga sangat diperlukan, karena 99% bukti penurunan serangga berasal dari Eropa dan Amerika Utara, hampir tidak ada yang berasal dari Afrika atau Amerika Selatan.

 

Pada akhirnya, jika sejumlah besar serangga menghilang, mereka akan tergantikan tetapi akan memakan waktu yang sangat lama.
“Jika Anda melihat apa yang terjadi pada kepunahan besar di masa lalu, mereka menelurkan radiasi adaptif besar-besaran di mana beberapa spesies yang berhasil

 

beradaptasi dan menempati semua relung yang tersedia dan berevolusi menjadi spesies baru,” kata Prof Goulson kepada BBC News.

 

“Jadi, berikan waktu sejuta tahun dan saya tidak ragu akan ada beragam makhluk baru yang akan muncul untuk menggantikan makhluk yang musnah di abad ke-20 dan ke-21.

 

“Saya khawatir, nantinya tidak banyak hiburan untuk anak-anak kita.”

 

Sumber: https://www.bbc.com/indonesia/majalah-47464524