5,437 views Kajian Hukum Kegiatan Tambang di Pulau Kecil Sangihe - KEHATI KEHATI

Kajian Hukum Kegiatan Tambang di Pulau Kecil Sangihe



  • Date:
    21 Jul 2021
  • Author:
    KEHATI

Ditulis oleh:

Environmental Policy Specialist KEHATI Elizabeth A.M.

 

Pada tanggal 7 Januari 2021, melalui surat nomor TMS/003/1/2021, PT TMS mengajukan permohonan peningkatan tahap operasi produksi. Permohonan ini dikabulkan oleh Kementerian ESDM dengan mengeluarkan Surat Keputusan nomor 163.K/MB.04/DJB/2021. SK ini menjadi legitimasi bagi PT Tambang Mas Sangihe untuk melakukan kegiatan operasi produksi yang meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian serta pengangkutan dan penjualan hasil tambang. PT TMS akan beroperasi di lahan seluas 42.000 Ha di wilayah Kampung Binebas dan Kampung Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan selama 33 tahun, yaitu 3 tahun masa konstruksi dan 30 tahun masa operasi produksi.

 

PT TMS mengaku memiliki dokumen AMDAL sebagai pendukung SK izin pertambangan tersebut dan sebagai landasan izin lingkungan dari Pemprov Sulut (Koran Kompas 27 April 2021). Namun, masyarakat mengaku belum pernah diajak berkonsultasi terkait kegiatan pertambangan di wilayah mereka. Setelah mengantongi izin dari Pemerintah, PT TMS segera melakukan pembebasan lahan.

 

Metode yang digunakan oleh PT TMS untuk mengekstraksi emas adalah pertambangan dengan menggunakan sistem sianida, yaitu mengekstraksi emas dengan melarutkan batuan yang mengandung emas ke dalam cairan sianida untuk mendapatkan cairan emas (Kompas 21 April 2021). Pada dokumen AMDAL PT TMS yang dibuat, menyebutkan bahwa perlu adanya penanganan batuan limbah tambang dari proses ekstraksi menggunakan sistem sianida dan memerlukan penanganan khusus karena zat yang digunakan pada sistem tersebut mengandung potensi air asam. Perhatian khusus ini didasari oleh fakta bahwa dari kegiatan-kegiatan tambang dengan penggunaan sianida menimbulkan dampak pencemaran lingkungan oleh sianida dan zat penyerta lainnya yang berbahaya bagi manusia dan eksosistem sekitar tambang.

 

Dalam poin pertimbangannya, Kementerian ESDM menyatakan bahwa hasil evaluasi berdasarkan peraturan perundang-undangan, PT TMS telah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan izin. Dasar peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar pertimbangan Kementerian adalah UU nomor 4 tahun 2009 dengan perubahan pada UU nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU 4/2009 jo UU 3/2020); PP nomor 22 tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan; PP nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, dan PP nomor 55 tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

 

UU nomor 27 tahun 2007 dengan perubahan UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU 27/2007 jo UU 1/2014) pasal 1 angka 3 berbunyi : Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 KM persegi beserta kesatuan Ekosistemnya. Sedangkan wilayah Sangihe mempunyai luas 736,98 kilometer persegi.  Dengan demikian, wilayah sangihe digolongkan ke dalam Pulau Kecil. Hal ini berarti tidak tepat jika Kementerian ESDM mendasarkan pertimbangan pemberian izin tambang berdasarkan UU 4/2009 jo UU 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berdasarkan UU 27/2007 jo UU 1/2014 merupakan jurisdiksi Kementerian Kelautan dan Perikanan.

 

Berdasarkan UU 27/2007 jo UU 1/2014, kegiatan usaha pertambangan tidak menjadi kegiatan prioritas yang dapat dilakukan di pulau-pulau kecil. Tujuan utama pemanfaatan pulau-pulau kecil adalah kelestarian dan keberlanjutan ekosistem yang ada di dalamnya. Pasal 23 ayat (3)  pada UU tersebut menyebutkan bahwa kecuali untuk tujuan konservasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan, pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan pera­iran di sekitarnya wajib memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan, menggunakan teknologi yang ramah lingkungan, dan kegiatan tersebut harus memperhatikan kemampuan serta kelestarian sistem tata air setempat.

 

UU 27/2007 jo UU 1/2014 pasal 35 juga menyebutkan bahwa kegiatan penambangan mineral adalah kegiatan yang dilarang untuk dilakukan di pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir Kecil apabila kegiatan tersebut secara teknis dan/atau ekologi, sosial, dan budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan merugikan masyarakat sekitarnya. Lebih lanjut Pasal 26A ayat (4) poin c mensyaratkan bahwa izin pemanfaatan pulau-pulau kecil bagi penanaman modal asing dilakukan pada wilayah pulau yang tidak berpenduduk. Sedangkan wilayah konsesi PT TMS yang merupakan perusahaan penanaman modal asing berada di pulau yang berpenduduk.

 

Selain itu, Gunung Sahendaruman sudah ditetapkan sebagai hutan lindung melalui SK MenHutBun No.452/KTPS-II/1999 pada tanggal 17 Juni 1999 masuk ke dalam 42.000 ha wilayah konsesi PT TMS. Pada Hutan lindung ini masyarakat mendapatkan penghidupan berupa air dan hasil hutan bukan kayu seperti sagu, umbi-umbian, kelapa dan hasil hutan bukan kayu lainnya. Wilayah hutan ini juga merupakan habitat satwa endemik. Kegiatan PT TMS akan menggusur hutan lindung di Gunung Sahendaruman yang akan merusak sumber penghidupan masyarakat. Jika demikian, kehidupan masyarakat Sangihe akan terganggu.

 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 1 angka 8, hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Oleh karena itu pemanfaatan hutan lindung tidak boleh merusak ekosistem hutan lindung. Pasal 38 UU ini memastikan hal tersebut dengan melarang penambangan dengan pola pertambangan terbuka.

 

Berdasarkan fakta-fakta tersebut kegiatan tambang di Sangihe berpotensi besar menyalahi peraturan perundang-undangan, yaitu melakukan penambangan di pulau kecil, melakukan penanaman modal asing di pulau berpenghuni, proses AMDAL yang tidak sesuai dengan prosedur, dan melakukan tambang di hutan lindung.

***