Upaya Koperasi Dukung Sawit Berkelanjutan
-
Date:
06 Des 2022 -
Author:
KEHATI
Koperasi serba usaha Masagena Lalla Tassiara (Malata) optimis mampu menyejahterakan petani komoditas sawit di wilayah kerjanya, di Desa Lara, Kecamatan Karossa, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat. Sesuai namanya, Masagena Lalla Tassiara yang artinya adalah makmur, mandiri, mampu dan takkan terpisahkan, Malata bertekad menyatukan dan menyejahterakan petani sawit.
“Filosofinya adalah untuk bisa mencapai tujuan bersama, makmur bersama, kita harus bersama-sama dan takkan pernah terpisahkan,” kata Ketua Koperasi Malata, Asri, saat memaparkan program koperasi Malata dihadapan rombongan Foreign, Commonwealth and Development Office (FCDO)-Gov.UK bersama Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI), Selasa, (15/11/2022).
Banyak hal yang telah dilakukan koperasi Malata sebagai upaya menyejahterakan petani sawit di desa yang jaraknya kurang lebih 150 kilometer dari ibu kota Mamuju. Mulai dari peningkatan kapasitas anggota koperasi, membangun usaha, hingga upaya pengurusan sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesia Sustainable Oil Plan (ISPO).
“Peningkatan kapasitas petani swadaya menjadi salah satu kegiatan utama kami. Disini mereka diberi pelatihan praktik pertanian yang baik dan ramah lingkungan,” kata Asri. Berbagai usaha yang dijalankan koperasi Malata sudah mulai membuahkan hasil yakni usaha jual beli lidi sawit dan usaha timbangan Tandan Buah Segar(TBS) kelapa sawit.
Pada bulan kedua, keuntungan yang didapatkan dari usaha timbangan TBS mencapai Rp 9,5 juta. Sementara untuk usaha jual beli lidi sawit sudah berjalan selama 5 bulan terakhir. Keuntungan jual beli lidi ini dalam satu bulan bisa mencapai Rp1,5-2 juta. Hasil keuntungan itu kemudian dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama anggota koperasi.
Untuk usaha jual beli lidi sawit ini koperasi melibatkan kelompok perempuan yang ada di desa tersebut sebagai perajin lidi. Usai mengerjakan pekerjaan rumah tangga, ibu-ibu di desa itu mengisi waktunya mengambil pelepah sawit dan menyerutnya menjadi lidi yang siap dijual di pasaran.
Koperasi juga membantu meningkatkan pengetahuan petani. Tamrin Welang petani sawit di Desa Lara mengatakan, sejak bergabung dengan koperasi Malata, ia punya pengetahuan untuk mengelola sawit berkelanjutan yang ramah lingkungan. “Tadinya saya tidak tahu bagaimana cara memelihara pohon sawit agar tetap subur dan berbuah banyak. Kini saya sudah mengetahuinya lewat pelatihan-pelatihan yang diberikan,” ujarnya.
Sembilan tahun menanam sawit seluas 3 hektar, kini Tamrin bisa mengumpulkan uang Rp 10 juta – Rp 20 juta setiap bulan. “Alhamdulillah dari hasil sawit ini saya bisa menyekolahkan 5 anak saya. Empat di antaranya sekarang sudah sarjana. Sementara satunya lagi masih SMA,” ucapnya.
Optimalkan Hasil Sawit
Pembentukan koperasi merupakan bagian dari program Strengthening Palm Oil Sustainability (SPOS) Indonesia Yayasan KEHATI yang bertujuan untuk mendorong terwujudnya pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Barat. Dengan mengoptimalkan hasil sawit dari perkebunan yang mereka miliki, warga diharapkan tidak lagi membuka lahan baru di area hutan untuk berkebun sawit.
Menurut Irfan Bakhtiar, Direktur Program SPOS Indonesia, program dan kegiatan yang dilaksanakan di Sulawesi Barat meliputi fasilitasi dan dukungan penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) kelapa sawit berkelanjutan, pemetaan dan pendataan sawit rakyat hingga penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB). Selain itu, SPOS Indonesia juga berupaya meningkatan kapasitas dan pengorganisasian petani, fasilitasi penyiapan sertifikasi ISPO bagi kelompok tani, fasilitasi usaha masyarakat berbasis sawit (produk turunan sawit), serta dukungan penyusunan Rencana Tata Guna Lahan Desa (RTGLD).
“Peningkatan kapasitas petani dilakukan melalui serangkaian kegiatan baik pelatihan, lokakarya maupun studi banding,” ujar Irfan. Program SPOS Indonesia Sulawesi Barat terfokus di Kabupaten Pasangkayu dan Kabupaten Mamuju Tengah. KEHATI bermitra dengan Sulawesi Community Foundation (SCF) yang didukung oleh Foreign, Commonwealth and Development Office (FCDO)-Gov.UK. Program itu dikerjakan sejak November 2019 dan akan berakhir pada bulan Desember 2022.
Selain Malata, ada juga Koperasi Ikatan Petani Sawit Swadaya (Koipes). Koperasi Malata beranggotakan 145 orang dengan luas lahan 207,3 Ha sawit. Sementara Koipes memiliki anggota sebanyak 243 orang dengan luas lahan 435,32 Ha. Meski masih didominasi laki-laki, namun sudah lebih dari 50 perempuan yang bergabung di koperasi. Anggota koperasi sudah dilatih Good Agriculture Practice (GAP) maupun Industrial Control System (ICS) sebanyak 222.
Untuk usaha masyarakat berbasis kelapa sawit telah dibangun usaha pembuatan lidi kelompok perempuan di koperasi Malata, pembuatan sabun mandi berbahan sawit oleh kelompok perempuan di koperasi Koipes serta dukungan pembangunan timbangan Tandan Buah Segar (TBS) di koperasi Malata.
Siapkan ISPO
Koperasi Malata dan Koipes saat ini sedang mempersiapkan sertifikasi ISPO-RSPO. ISPO penting dilakukan untuk menggenjot pertumbuhan industri sawit tanah air sekaligus mengurangi masalah lingkungan yang timbul akibat industri ini. ISPO secara langsung meregulasi beberapa persyaratan pembukaan dan pengolahan lahan sawit di dalam negeri.
RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) adalah badan pemberi sertifikasi produksi kelapa sawit yang berkelanjutan. Badan ini meregulasi pemangku kepentingan di tujuh sektor industri yang berkaitan dengan produksi, pengolahan, dan penjualan minyak sawit.
“Tiga capaian utama pada program SPOS Indonesia yaitu, perbaikan legalitas dan kepatuhan hukum. Peningkatan penerapan praktik perkebunan berkelanjutan bagi pekebun. Serta peningkatan pengakuan pasar internasional atas kelapa sawit berkelanjutan Indonesia,” tutur Irfan.
Program SPOS Indonesia di Sulawesi Barat mencakup 18 desa yang tersebar di Kecamatan Dapurang, Kabupaten Pasangkayu (5 desa), 11 desa di Kecamatan Karrosa Kabupaten Mamuju Tengah dan 2 desa di Kecamatan Tommo Kabupaten Mamuju. (Penulis : Tim KEHATI)