932 views Pecuk Ular Asia Bersarang di TWA Mangrove - KEHATI KEHATI

Pecuk Ular Asia Bersarang di TWA Mangrove



  • Date:
    24 Jan 2023
  • Author:
    KEHATI

Asian Waterbird Census 

 

Akhir pekan lalu Biodiversity Warrior KEHATI mengadakan kegiatan pengamatan burung air di kawasan Taman Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk Jakarta Utara. Pengamatan burung air ini rutin dilakukan setiap tahun untuk mendukung Asian Waterbird Cencus (AWC), yang di Indonesia dikoordinasi oleh Wetlands International Indonesia.

 

Hal yang menarik dari pengamatan itu adalah ditemukan burung jenis Pecuk Ular Asia (Anhinga melanogaster) yang bersarang di TWA Mangrove Angke Kapuk. Burung itu sudah masuk dalam status Near Threatened (TN) menurut IUCN (The International Union for Conservation of Nature). “Sebelumnya burung jenis itu hanya bersarang di Suaka Margasatwa Pulau Rambut wilayah Kepulauan Seribu,” kata Ady Kristanto, coordinator Jakarta Birdwatcher Society (JBS).

 

Seperti dikutip greeners.co, Pecuk Ular Asia punya keunikan tidak memiliki lubang hidung.  Burung ini memiliki leher yang ramping dan panjang menyerupai ular. Burung ini terancam punah karena habitatnya semakin sempit dan kualitas lingkungannya semakin buruk. Burung ini juga rentan diburu orang.

 

Sebagai kelompok pecinta burung, JBS membantu menggerakkan pengamat burung amatir di seluruh wilayah Jabodetabek untuk berpartisipasi dalam AWC. Hasil dari kegiatan pengamatan burung air ini nantinya berupa data spesies burung apa saja yang masih ada di TWA.

 

Dari hasil pendataan pekan lalu ditemukan bahwa kondisi burung air di TWA Mangrove masih stabil. Tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Menurut Ady, total jumlah spesies burung air yang ditemukan di TWA Mangrove sebanyak 16 spesies dengan 443 individu. Sedangkan total spesies non-burung air sebanyak 20 spesies dengan 159 individu.

 

Data penelitian monitoring burung air bisa digunakan untuk membantu upaya konservasi suatu kawasan. Salah satu yang telah terealisasikan adalah membantu pemerintah Indonesia dalam konservasi Cagar Alam Pulau Dua di Pantai Banten, di mana ribuan burung air ini bersarang dan berkembangbiak.

 

Burung air merupakan satwa penting yang perlu diamati sebab burung air memiliki peran sebagai bio indikator ekosistem lahan basah. Semakin banyak jenis burung air di suatu lahan basah mengindikasikan bahwa kondisi ekosistem lahan basah tersebut masih baik.

 

Selain itu, burung air berfungsi sebagai penyeimbang ekosistem lahan basah karena burung air berada di tingkat pertama atau kedua rantai makanan. Populasi hewan yang ada di bawah burung air menjadi lebih terkontrol.

 

Sesuai namanya, burung air atau waterbirds hidup secara berkelompok dan mencari makan di habitat perairan. Satwa ini ada yang menetap atau disebut resident birds dan berkembangbiak di wilayah mereka mencari makan.

 

Ada juga jenis burung yang bermigrasi/mengembara disebut migratory birds. Mereka datang dari belahan bumi utara di mana mereka berkembang biak pada musim panas, terbang menuju wilayah yang lebih hangat di bagian selatan untuk mencari makan.

 

Di Indonesia, program sensus burung air dikoordinasi oleh Wetlands International Indonesia Programme bersama Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Wetlands International Indonesia adalah sebuah organisasi nirlaba yang berdedikasi menjaga dan memulihkan ekosistem lahan basah.

 

Organisasi ini berkolaborasi dengan Lembaga Swadaya Masyarakat atau Non Government Organization (NGO) di berbagai negara Asia. Mereka mulai mengaktifkan program sensus populasi burung-burung air (Asian Waterbird Census /AWC) sejak tahun 1987.

 

Hampir seluruh negara di Asia melakukan pengamatan burung-burung air seperti Thailand, Malaysia, Jepang, India, Cina, Myanmar,dan Filipina. Kegiatan monitoring ini juga dikawal oleh beberapa NGO setempat. Jaringan sains warga (citizen science) ikut terlibat dalam pengamatan dan pelestarian burung-burung air beserta habitatnya secara sukarela. Dalam kegiatan monitoring di TWA Mangrove Angke, BW KEHATI sebagai komunitas sains warga berkolaborasi dengan Jakarta Birdwatcher Society.

 

Koordinator Biodiversity Warrior (BW) KEHATI Indeka Dharma Putra mengatakan, kegiatan sensus burung air diadakan pada minggu kedua dan ketiga bulan Januari hingga Februari setiap tahunnya. Pemilihan waktu tersebut menyesuaikan musim di Indonesia yaitu musim penghujan dimana mereka berkembangbiak atau mencari makan.

 

Pada musim itu banyak burung-burung air migran yang masih menetap di Indonesia sehingga waktunya cocok untuk pendataan. Pendataan tidak hanya mencari subyek burung migran tetapi juga resident birds. BW KEHATI telah menjadi partisipan AWC sejak tahun 2015, dan untuk kali ini BW melibatkan lebih dari 40 anggotanya. “Di Indonesia Wetlands International sebagai inisiator menggandeng beberapa NGO seperti Burung Indonesia, Burung Laut Nusantara, dan juga Burungnesia “ lanjut Indeka.

 

Ancaman kepunahan

 

Bicara tentang keanekaragaman hayati selalu tidak lepas dari persoalan ancaman kepunahan. Begitu juga dengan ekosistem satwa air ini. Mereka terancam oleh faktor perburuan, perubahan atau perusakan habitat, dan polusi.

 

Faktor polusi seperti pencemaran di perairan Muara Angke mengakibatkan makanan burung-burung air mengandung unsur logam. Jika polusi semakin memburuk maka mereka akan mati karena tidak tahan dengan air yang mengandung logam berat. Kalaupun bertahan, burung-burung air akan mempunyai ciri khas warna bulu memudar. Pigmen pada bulu dipengaruhi oleh makanan.

 

Contoh lain kita ambil  hutan mangrove. Di sana hanya ada burung – burung Kuntul (Egretta spp.)  atau Cangak (Ardeidae spp.), tetapi tidak ada burung Tikusan (Rallidae spp) atau burung Belibis (Dendrocygna spp.), hingga komposisi habitatnya agak berubah. Kualitas lahan basah dapat dilihat dari variasi burung – burung air yang mampir atau menetap.

 

Perubahan habitat burung air dipengaruhi oleh tingginya nilai ekonomi suatu lahan basah  seperti  yang terjadi di pesisir Pulau Jawa. Penduduk mengubah habitat mereka menjadi tambak ikan dan udang. Perubahan habitat burung air ini mulai merambah ke daerah Sumatera dan Kalimantan.

 

Semakin berkurangnya populasi burung air yang  berhabitat di persawahan akan menimbulkan masalah ekonomi bagi petani. Di persawahan ada jenis burung air pengendali hama, misalnya burung Kuntul (Egretta spp.) yang memakan hama padi yaitu belalang. Jika kuntul semakin berkurang, produksi tanaman padi akan semakin sedikit karena diserang hama.

 

Selain sebagai pegendali hama, burung-burung air juga memiliki banyak fungsi ekologi lainnya. Burung-burung tikusan (Rallidae spp.) misalnya, berperan sebagai decomposer karena mereka memakan serangga dan juga sebagai herbivora pemakan tanaman mati. Ada juga Burung jenis Itik Benjut (Annas gibberifrons) yang berperan membatasi populasi alga, yaitu organisme di perairan tawar atau air laut. Populasi alga yang membludak menyebabkan perairan danau berwarna merah atau kuning karena kekurangan oksigen.

 

Tantangan berat

 

Tentu saja proteksi bagi ancaman kepunahan menghadapi tantangan yang sangat berat. Tidak banyak masyarakat yang tahu bahwa satwa burung air ini dilindungi. Ada juga kemungkinan bahwa mereka tidak peduli  karena alasan klasik yaitu himpitan ekonomi.

 

Biodiversity Warriors KEHATI akan selalu berpartisipasi dalam kegiatan AWC dan terus mengkampanyekan tentang burung-burung air ini. Harapan mereka  kalangan generasi muda menjadi tunas yang akan bergerak membantu menyuarakan pentingnya kelestarian burung-burung air beserta habitatnya. Pihak KLHK menyambut baik kegiatan yang dilakukan oleh AWC dan NGO, karena pemerintah  juga memiliki kendala diantaranya keterbatasan personil dan anggaran.

 

Salah satu hal yang bisa dilakukan dalam kerja sama dengan pemerintah adalah menambah habitat lahan basah dengan cara penanaman mangrove lebih banyak lagi. Sedangkan untuk lahan basah yang dijadikan tambak ikan oleh penduduk, akan disosialisasikan tentang penanaman pohon Bakau sebagai penopang.

 

Fungsi pohon Bakau ini sebagai tempat singgah sehingga kotoran-kotoran burung air akan dimakan oleh ikan-ikan. Kotoran dari burung air memberikan nutrisi pada ikan. Telah terbukti bahwa hasil tambak yang ditanami pohon Bakau memiliki nilai jual yang tinggi. (LV Sulistyo)