Masyarakat Ngada Rehabilitasi Lahan Kritis dengan Hutan Bambu Lestari
Perempuan menjadi penggerak pelestarian bambu di Ngada Flores Nusa Tenggara Timur
-
Date:
13 Mar 2023 -
Author:
KEHATI
Kabupaten Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur, memiliki ratusan hektar lahan kritis, gundul, didominasi semak-semak. Iklim menjadi penyebab utama terjadinya lahan kritis ini. Tanaman bambu kembali dibudidayakan untuk merehabilitasi lahan kritis sekaligus meningkatkan ekonomi warga.
Selama ini bambu yang merupakan tanaman lokal turun temurun belum dimanfaatkan secara optimal untuk mengatasi lahan kritis tersebut. Secara adat, bambu hanya ditanam di pinggir-pinggir batas desa sebagai penanda batas teritorial,dan sumber material untuk bangunan rumah-rumah adat atau dijadikan semacam kayu bakar saja.
Padahal, dari perspektif ekologis, bambu yang telah ditanam turun-temurun di Ngada mampu menyerap air seperti spon sebanyak 2500 – 5000 liter di musim penghujan. Bambu memiliki fungsi konservasi air, selain penahan longsor.
Desa Bambu merupakan program Yayasan Bambu Lestari (YBL) untuk mengatasi lahan kritis dengan pola budidaya tanaman bambu berbasis rakyat. Berkat kehadiran YBL pada tahun 2018 melalui program Desa Bambu, didukung Yayasan KEHATI dan CIMB Niaga, masyarakat menjadi tahu bahwa bambu memiliki manfaat ekologi dan ekonomi penting bagi kehidupan mereka.
Masyarakat berpartisipasi melalui kelompok adat untuk menanam bambu. Luas lahan kritis potensial sekarang ada 712 hektar, 389 hektar di antaranya milik adat, sisanya milik pribadi. “Selain di lahan kritis juga ditanam di kanan-kiri sungai sebagai penahan longsor,” ujar Alfred, warga masyarakat yang berpartisipasi dalam Desa Bambu.
Sebagai penahan longsor, kata Alfred, bambu ditanam secara monokultur (tidak berdampingan dengan jenis tanaman lain). Pada lahan kritis, bambu ditanam secara wanatani (agroforestri), yaitu tumpang-sari bersama jenis tanaman lain.
Bambu butuh 7 – 10 tahun untuk bisa dipanen. Selama proses pertumbuhan bambu, tanaman agroforestri dimanfaatkan sehingga memberikan keuntungan ekonomi. Dengan begitu secara ekologi maupun ekonomi bambu memberikan manfaat bagi masyarakat.
Tiga Pilar Desa Bambu
Desa Bambu dibangun melalui tiga pilar yaitu Hulu, Tengah, dan Hilir. Pilar Hulu merupakan proses pembentukan dan pengorganisasian kelompok di desa untuk bersama-sama mengembangkan desanya dengan memasukkan bambu sebagai komoditi. Adapun Pilar Tengah adalah proses pembibitan, penanaman di lokasi-lokasi strategis ekologis (mata air, kanan-kiri sungai, lahan kritis).
Pilar Hilir merupakan bisnis komunitas berbasis bambu, berupa kelompok unit usaha yang berorientasi koperasi atau BUMDES (Badan Usaha Milik Desa). Desa Bambu menerapkan prinsip Hutan Bambu Lestari (HBL), di mana warga memastikan bahwa panen bambu wajib mempertimbangkan kelestarian dan kesinambungan.
Pemanenan di pilar hilir harus selektif, tidak asal tebang tapi mulai dari yang lebih tua agar rumpun tidak rusak. Setiap lonjor bambu diberi tanda tahun kapan bisa ditebang agar tahu mana yang mesti ditebang terlebih dulu.
Kampus Bambu
Kepala Desa mendukung melalui fasilitasi proses pendampingan. Dukungan di tingkat Kabupaten besar sekali, ada MOU Bupati Ngada untuk mengembangkan bambu yang masuk dalam rencana pembangunan.
Pada tingkat propinsi, sudah dua tahun terakhir dikembangkan teknis pembibitan sampai penamanan yang pengetahuannya diperoleh dari KEHATI.
Pada tahun 2021 KEHATI bersama Du Anyam dan YBL bersama-sama memberikan peningkatan kapasitas perempuan di Ngada. Selain itu, KEHATI bersama mitra juga melakukan pemindahan bibit-bibit bambu ke lokasi strategis.
Sebelumnya, pada tahun 2017-2018, KEHATI bersama CIMB Niaga membantu pondasi awal pembangunan Kampus Bambu di daerah Turetogo di Desa Ratogesa, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada. Kepala Program YBL, Nurul Firmansyah, menjelaskan kampus ini semacam traning center dibuat dari bambu.
“Ada satu contoh rumah laminasi di situ, diperkenalkan langsung supaya masyarakat tahu ini lho hasil bambu kalian,” ungkap Nurul. Laminasi adalah bambu yang mengalami pemrosesan sehingga bentuk dan ketahanannya dapat menyerupai kayu untuk dijadikan alternatif bahan bangunan. Bambu laminasi dapat diaplikasikan pada hampir seluruh komponen bangunan tradisional.
Kampus Bambu Turetogo berperan sebagai pusat edukasi dengan kurikulum mencakup berbagai aspek pengembangan bambu agroforestri (wanatani) dari hulu, tengah hingga hilir. Sebanyak 388 warga masyarakat di 21 desa pada 7 kabupaten di Flores terlibat di Kampus Bambu. Pada 2021 mereka sukses menyemai dan merawat lebih 2,5 juta bibit lebih, cukup untuk merehabilitasi 72 ribu hektar lahan kritis.
Pada pertengahan tahun 2023 nanti YBL bersama Kemenkop akan membangun Rumah Produksi Bambu (RPB) di Labuhan Bajo, dengan model koperasi produksi. Koperasi akan didesain untuk memastikan para pembibit dan pemanen HBL (Hutan Bambu Lestari) menjadi anggota.
Produk RPB nantinya bukan hanya laminasi dan anyaman-anyaman, tapi juga kemasan pengganti plastik, furniture, bahan bangunan untuk rumah, hotel, restoran, lantai, dan sepeda bambu.
(Armunanto/Tim KEHATI)