821 views Buah Tengkawang Bahan Pangan Lokal Ramah Lingkungan KEHATI

Buah Tengkawang Bahan Pangan Lokal Ramah Lingkungan



Proses Pengolahan Buah Tengkawang

  • Date:
    20 Nov 2023
  • Author:
    KEHATI

Kekayaan pangan nusantara belum dianggap sebagai sumber pangan lokal dengan nilai kecukupan gizi dan pertumbuhan ekonomi bagi mayoritas masyarakat. Meskipun pemerintah telah berupaya menjaga ketahanan pangan melalui program dari Kementerian Pertanian yaitu ” Diversifikasi Pangan dan Lumbung Pangan Dunia 2045,” terbukti ketersediaannya tidak mencukupi kebutuhan nasional baik dari kualitas maupun harga.

 

Pengenalan Tengkawang sebagai Sumber Pangan Lokal

 

Salah satu bahan pangan lokal adalah tengkawang (Shorea) atau meranti merah endemik dari Kalimantan Barat yang masih mengalami kendala berupa belum optimalnya pengolahan produk turunan serta faktor legalitas produk seperti tata niaga, izin pungut, dan sertifikasi. Menurut Asisten Data dan Informasi program TFCA Kalimantan, Heri Wiyono, menjelaskan tentang pohon tengkawang sebagai bahan pangan lokal yang belum tentu bisa dibudidayakan di luar Kalimantan. 

 

Tengkawang di Hutan Adat dan Potensinya

 

Pohon tengkawang tumbuh secara alami di hutan adat Pikul Pengajid Desa Sahan Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Selain menjaga ekosistem hutan, tengkawang menghasilkan beberapa produk olahan mulai dari pangan hingga kosmetik. Sedikitnya ada empat jenis tengkawang yang tumbuh di hutan seluas 100 hektar tersebut, yaitu tengkawang layar, tengkawang pengapeg, tengkawang tungkul, dan tengkawang terindag. Karena letaknya di Area Peruntukan Lain (APL), maka hutan adat Pikul Pengajid wajib mengantongi izin otoritas dari Pemerintah Kabupaten. Berdasarkan PP No 7/1999 dan Kemenhut No 692/Kpts-II/1998 tengkawang termasuk flora yang dilindungi dan dilarang untuk ditebang. 

 

Diversifikasi Pangan dan Peran KEHATI

 

Diversifikasi sumber pangan merupakan solusi perubahan iklim, gizi buruk, dan kelaparan. Tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya defisiensi suatu bahan pokok dan sumber pangan lokal seperti tengkawang mampu menjadi ikon kompetitif melalui kemasan, teknologi dan kreatifitas yang inovatif. Oleh sebab itu, yayasan KEHATI bekerjasama dengan mitra lokal Institut Riset dan Pengembangan Hasil Hutan (INTAN) melalui dana hibah program TFCA Kalimantan mengangkat cita rasa khas tengkawang sebagai lambang ketahanan pangan lokal. TFCA Kalimantan memberikan bantuan berupa mesin dan alat produksi dalam upaya pengembangan kualitas dan kuantitas produk turunan yang sebelumnya diproduksi secara tradisional. Namun sangat disayangkan karena terkendala legalitas, maka produksinya belum bisa dijual secara bebas di pasaran. Heri juga menjelaskan bahwa hasil produksi tengkawang dipasarkan sebatas komunitas desa setempat.

 

Pengembangan Produk Tengkawang

 

Produk buah tengkawang salah satunya adalah mentega tengkawang (Illipe Butter) yang menurut penelitian baik untuk kesehatan jantung. INTAN bersama masyarakat setempat juga memproduksi mentega tengkawang. Namun sayangnya produk ini sedang mengalami excess demand. Hal ini disebabkan pohon tengkawang hanya berbuah 2 atau 3 tahun sekali. mentega tengkawang adalah Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang proses produksinya ramah lingkungan. Jenis tengkawang yang sering diolah menjadi mentega adalah tengkawang tungkul (Shorea stenoptera) karena ukuran buahnya yang besar (riakbumi.or.id)

Hasil Pengolahan Buah Tengkawang Menjadi Mentega Tengkawang 

Sumber : KEHATI

 

Proses Produksi dan Warisan Budaya

 

Proses produksi mentega tengkawang diawali dengan pengeringan kemudian diasapi, setelah itu digiling dan di press menggunakan alat. Harga jual mentega tengkawang mencapai puluhan kali lipat harga jual buahnya per kilogram. Andrian Pramana dalam hutanitu.id menuliskan mentega tengkawang merupakan produk organik karena tidak mengandung campuran kimia. Pohon meranti merah ini merupakan warisan nenek moyang suku Dayak dan biasa mengolahnya menjadi salai serta dimanfaatkan sebagai penyedap makanan dan obat-obatan. Nenek moyang suku Dayak membudidayakan tanaman ini sejak tahun 1881. Minyak tengkawang juga kaya akan asam stearat dan asam oleat yang sangat bagus bagi kesehatan kulit.

 

Ketua Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pontianak, Fauzi Ferdiansyah mengatakan bahwa kebutuhan berinovasi untuk sumber pangan lokal tidak dapat dielakkan tapi wajib sesuai standar. BPOM selalu memberikan dukungan setiap terobosan dalam rangka peningkatan eksistensi produk berbahan lokal. Tanaman tengkawang juga didorong oleh BPOM untuk segera teregistrasi sebagai bahan baku pangan di Direktorat Standardisasi Pangan Olahan BPOM.

 

Pada kunjungan pabrik tengkawang di Desa Sahan, BPOM menekankan pentingnya hasil produksi yang aman untuk konsumen. Faktor keamanan yang dimaksud antara lain tempat produksi yang sesuai standar dan peralatan perlindungan yang memadai bagi para karyawan. Pendampingan tersebut dilakukan agar bahan baku tengkawang segera bersertifikasi BPOM. Kewajiban ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2019 yang menjelaskan bahwa standar keamanan dan mutu pangan harus ditaati oleh para produsen dan pedagang. 

 

Tujuan memberikan motivasi tengkawang sebagai bahan baku pangan lokal semata adalah melestarikan sumber daya alam berkelanjutan yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lahan tempat tumbuhnya tanaman meranti ini termasuk rendah emisi sehingga sesuai dengan program pelestarian hutan. 

 

Bahkan pada tanggal 29-30 September 2023 diadakan Festival Like Tengkawang yang bertujuan untuk memperkenalkan bahan baku ini kepada masyarakat luas. Festival ini bertempat di Universitas Tanjungpura Pontianak berkat kerjasama dengan Jaringan Tengkawang Kalimantan (Kompas.id). Like adalah kepanjangan dari Lingkungan, Iklim, Kehutanan, dan Energi Baru Terbarukan. Beberapa acara yang digelar antara lain pameran, diskusi, demo memasak juga pembuatan kosmetik dan sabun dengan bahan dasar mentega tengkawang. 

 

Jaringan Tengkawang Kalimantan adalah wadah pembelajaran bagi berbagai pihak yang peduli untuk memopulerkan tengkawang termasuk di kalangan akademisi. Oleh karena itu festival ini bekerjasama dengan Universitas Tanjungpura dengan harapan peran serta mereka sesuai dengan ilmu yang dipelajari. 

 

“Tengkawang memiliki beragam manfaat, tidak hanya ekonomi, tetapi juga sosial budaya, kesehatan, dan lingkungan,” ujar Koordinator Jaringan Tengkawang Kalimantan, Valentinus Heri. Sedangkan salah satu mahasiswa Kehutanan Universitas Tanjungpura, Reza Rahmanda mengaku baru mengetahui bahwa tengkawang memiliki berbagai produk turunan. 

LVListyo (Tim KEHATI)