364 views Mempertahankan Hutan Mangrove, Benteng Alam di Teluk Palu - KEHATI KEHATI

Mempertahankan Hutan Mangrove, Benteng Alam di Teluk Palu



Mempertahankan Hutan Mangrove, Benteng Alam di Teluk Palu

  • Date:
    06 Jun 2024
  • Author:
    KEHATI

Mempertahankan Hutan Mangrove, Benteng Alam di Teluk Palu

Christopel Paino

Jumat, 28 September 2018, menjelang malam. Gempa dahsyat dengan kekuatan magnitude 7,7 mengguncang Kota Palu, Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah. Tidak lama kemudian, gelombang air besar datang meluluhlantakkan apa saja yang dilaluinya di kawasan Teluk Palu. Tsunami menerjang. Pemukiman, gedung-gedung, rumah ibadah, hingga jembatan hancur. Korban berjatuhan sana-sini, dari anak-anak sampai dewasa. Total korban jiwa yang tercatat mencapai 4.340 orang.

Ini adalah salah satu gempa bumi dan tsunami paling mematikan yang pernah terjadi di Indonesia. Namun di Kelurahan Kabonga Besar, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala; salah satu kawasan pesisir di Teluk Palu, justru aman dari terjangan tsunami. Rupanya tegakkan pohon mangrove berhasil menjadi benteng kokoh yang melindungi pemukiman masyarakat sekitar dari amukan gelombang air laut.

“Hutan mangrove yang berhasil melindungi ratusan rumah adalah pembelajaran yang sangat kuat yang bisa kita ambil dari Kelurahan Kabonga Besar, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala,” kata Andi Anwar, Direktur Yayasan BoneBula (YBB) Palu.

Setahun setelahnya, pada tahun 2019, Kolobarasi Yayasan Bone Bula (YBB) bersama Yayasan Konservas Laut (YKL) melakukan studi pendahaluan merespon peristiwa pasca gempa dan tsunami di Teluk Palu. Berdasarkan temuan, mangrove yang ada di Teluk Palu semakin menipis karena alih fungsi lahan. Bahkan 80 persen mangrove di Teluk Palu hanya berada di Kabupaten Donggala. Itu pun banyak yang ditemukan berada di Kecamatan Banawa, wilayah yang berhasil terlindungi ketika peristiwa tsunami terjadi.

 

Kegiatan studi pendahuluan ini juga dijadikan sebagai bagian dari buku berjudul “Mangrove Teluk Palu” yang diterbitkan pada tahun 2022. Selain itu, YKL bersama dengan Yayasan Bonebula serta melibatkan partisipasi parapihak lainnya, melakukan kegiatan rehabilitasi di beberapa titik strategis yang ada di Kecamatan Banawa. Hal tersebut dilakukan sebagai lokasi belajar bagi daerah-daerah lainnya, terutama di Teluk Palu, mengenai pentingnya menjaga dan mempertahankan hutan mangrove sebagai benteng alami.

 

“Pendekatan kami salah satunya kepada penguatan komunitas, seperti mempersiapkan beberapa kelompok masyarakat. Kami menerbitkan buku “Mangrove Teluk Palu” untuk memberikan gambaran tentang mangrove di Teluk Palu dan juga semacam panduan kepada siapa saja yang mau melakukan rehabilitasi dan siapa yang perlu dilibatkan. Kami menyiapkan desainnya dalam buku tersebut,” jelas Nirwan Dessibali, Direktur Yayasan Konservasi Laut (YKL.

 

Memperkuat Komunitas

Dalam proses memperkuat kebijakan di level kabupaten dan juga provinsi mengenai perlindungan hutan mangrove, kerjasama YKL bersama Yayasan Bonebula juga banyak melakukan inisiasi kegiatan di tingkat tapak. Kegiatan tersebut memberikan kontribusi besar terhadap tata kelola hutan mangrove secara partisipatif yang bisa dijadikan rujukan dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan di Provinsi Sulawesi Tengah.

 

Kegiatan-kegiatan utama yang berhasil dilakukan yaitu membuat seri diskusi komunitas; FGD (Focus Group Discussion) bersama pemangku kebijakan; penyusunan buku; desain dan aksi rehabilitasi dan konservasi mangrove; monitoring, evaluasi dan learning partisipatif; serta pelatihan pengolahan bahan pangan dari mangrove.

 

“Untuk kegiatan pelatihan pengolahan bahan pangan dari mangrove, masyarakat mampu mengolah enam jenis mangrove menjadi delapan olahan pangan dan satu produk perawatan kulit, serta dua kelompok masyarakat aktif dalam melakukan pemasaran. Kami berharap olahan makanan itu tidak hanya berakhir di pameran saja, tapi bagaimana bisa dipasarkan sebagai bagian kebutuhan sehari-hari,” ucap Anwar.

 

Dari seri diskusi komunitas, YKL dan Yayasan Bonebula juga berhasil menelurkan 20 orang alumni pelatihan fasilitator rehabilitasi dan konservasi mangrove yang aktif memfasilitasi dan memberikan supervisi pada program atau kegiatan rehabilitasi dan konservasi mangrove di berbagai wilayah, khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah.

 

Dari kolaborasi multi pihak yang cukup singkat itu juga bisa menghasilkan dua kelompok masyarakat penggiat mangrove yakni Sahabat Mangrove Tanjung Batu dan Pejuang Mangrove Kabonga Kecil, yang terbentuk dari program aktif melakukan kegiatan perlindungan dan pelestarian mangrove serta peningkatan ekonomi.

 

Selain itu, dalam program ini juga YKL dan Yayasan Bonebula serta didukung oleh Yayasan KEHATI berhasil melakukan rehabilitasi mangrove seluas satu hektar di dua kelurahan yakni Kelurahan Kabonga Kecil dan Kelurahan Tanjung Batu, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala, di mana yang ditanam sebanyak 10.000 bibit dan propagule dari tiga jenis mangrove, yaitu Rhizopora apiculate, Rhizopora stylosa, dan Sonneratia alba.

Kolaborasi ini juga telah telah keberhasilan membangun motivasi  dalam upaya rehabilitasi dan konservasi mangrove. Pemangku kepentingan di tingkat lokal perlu menyadari adanya kebutuhan atas rehabilitasi dan konservasi mangrove di Teluk Palu. Kesadaran ini diharapkan menjadi sumber motivasi dan inspirasi bagi mereka untuk mendukung dan mendorong keberhasilan program rehabilitasi dan konservasi mangrove.

Menurutnya program konservasi dan rehabilitasi yang disarankan di masing-masing lokasi penyebaran mangrove eksisting dan terdegradasi perlu didasarkan pada kondisi masing-masing tapak. Kebutuhan intervensi masing-masing lokasi juga berbeda-beda tergantung faktor gangguannya. Selain itu perlu menimbang pula kemampuan dalam mengatasi faktor gangguan dan apakah berpeluang berhasil mengatasi faktor gangguan secara jangka panjang.