642 views Mengarusutamakan Ekologi Politik Dalam Upaya Konservasi Alam - KEHATI KEHATI

Mengarusutamakan Ekologi Politik Dalam Upaya Konservasi Alam



Mengarusutamakan Ekologi Politik Dalam Upaya Konservasi Alam

  • Date:
    10 Agu 2024
  • Author:
    KEHATI

(Memperingati Hari Konservasi Alam Nasional 10 Agustus 2024)

Oleh: Delly Ferdian

Aktivis Lingkungan dan Peneliti di Yayasan MADANI Berkelanjutan, Jakarta

 

Sumber daya alam yang terbatas menuntut semua pihak bijak mengelolanya tanpa terkecuali. Hal inilah yang mendorong seorang Antropolog ternama Amerika Latin, Eric Wolf memopulerkan istilah ekologi politik.

Dalam kacamata Wolf, ekologi politik adalah suatu cara untuk mengungkap peran penting sebuah peraturan atau hukum yang menentukan “siapa memiliki apa” dalam mengatur akses terhadap sumber daya alam yang terbatas. Intinya, Wolf sangat menginginkan kekuasan politik digunakan untuk mewujudkan tata kelola yang adil dan berkelanjutan.

Sebagai produk politik, sudah semestinya kebijakan yang dirancang dalam ruang politis mengedepankan aspek pelestarian lingkungan menimbang sifatnya yang amat terbatas. Dimensi ruang politis itu dimulai dari fase kampanye dalam pemilihan umum yang seharusnya kaya akan gagasan hijau, sampai dengan fase perumusan kebijakan yang berpihak pada lingkungan, dan implementasinya.

Dengan keterbatasan sumber daya alam itu pula, banyak pemikir politik maupun ahli di bidang lingkungan di dunia terdorong untuk menemukan jalan keluar dalam mengatasi keterbatasan melalui inovasi pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan dari tahun ke tahun.

Ekologi Politik dan Kerusakan Lingkungan

Lantas mengapa mengarusutamakan ekologi politik menjadi penting dalam mewujudkan konservasi alam yang adil dan berkelanjutan?

Tidak dapat dimungkiri, dewasa ini kerusakan lingkungan maupun bencana di dunia tidak terkecuali Indonesia sendiri, makin hari makin mengkhawatirkan. Lihat saja, sepanjang 2023, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa telah terjadi 4.938 bencana alam di Indonesia.

Dari angka tersebut, disebutkan bahwa ada tiga bencana yang disebut paling mematikan di Indonesia, yaitu bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebanyak 1.802 kejadian, banjir 1.168 kejadian, serta cuaca ekstrem 1.155 kejadian.

Dari ketiga bencana tersebut, bencana karhutla menjadi bencana yang paling antropogenik. Dalam hal ini, BNPB menyebut jika 99% karhutla yang terjadi di Indonesia adalah ulah manusia. Motif sederhana dari terjadinya karhutla tentu berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam yang menyangkut keserakahan oknum demi mengurangi biaya operasional pembukaan lahan (land clearing) atau alih fungsi lahan (konversi hutan).

Tidak habis sampai disitu, selain tidak pernah absen dari negeri ini, karhutla juga makin membara di tahun-tahun yang bersinggungan dengan pemilihan umum. Berdasarkan data dari Sistem Pemantauan Karhutla (Sipongi) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam sepuluh tahun terakhir (2013-2023), terlihat pola dari karhutla yang terjadi di lebih dari 1 juta hektare terdeteksi di tahun-tahun pemilu, yakni 2014, 2015, 2019, 2023, dan awal 2024.

Di 2014, bertepatan dengan pilpres yang mempertemukan Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta, karhutla menghanguskan 1.777.577 hektare. Tahun 2015, yang juga merupakan tahun pemilihan kepala daerah serentak di berbagai daerah, mencatatkan luas kebakaran sebesar 2.611.411 hektare bahkan tahun ini menjadi salah satu tahun dengan bencana karhutla terparah dalam sejarah Indonesia.

Kemudian, 2019 bersamaan dengan Pilpres yang mempertemukan Jokowi-Amin dan Prabowo-Sandi, karhutla menghanguskan 1.649.258 hektare. Begitu juga dengan 2023, meskipun bukan tahun pemilu, tapi tahun menjadi tahun persiapan Pemilu 2024. Di tahun ini lahan seluas 1.161.193 hektare terbakar.

Bukan itu saja, di awal 2024 ini, api makin melahap sejumlah area hutan di negeri ini. Berdasarkan catatan MADANI Berkelanjutan, karhutla di kuartal pertama tahun ini naik tiga kali lipat dibandingkan kuartal yang sama di 2023. Melalui model analisis Area Indikatif Terbakar (AIT) yang dikembangkan MADANI Berkelanjutan sejak 2019, terjadi kenaikan luas area indikatif terbakar secara year on year (yoy) 3 kali lipat dari 12.952 hektare area diduga terbakar di 2023 menjadi 41.982 hektare di 2024.

Kenaikan signifikan ini patut menjadi perhatian serius semua pihak, terutama pemerintah sebagai pemangku kepentingan yang memiliki wewenang dalam penanganan dan penanggulangan bencana karhutla di negeri ini.

Ekologi Politik Partisipatif

Untuk melihat berbagai persoalan lingkungan yang makin pelik, ekologi politik mengajarkan kita bahwa masalah lingkungan tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial dan politik. Pemangku kepentingan wajib untuk mengedepankan aspek keadilan, tidak melulu praktik politik transaksional.

Dalam konteks mendorong tata kelola pemerintah yang baik, pemerintah perlu mengarusutamakan ekologi politik dalam pembuatan kebijakan dengan memperhatikan hak-hak dari mereka yang paling terdampak seperti masyarakat adat, disabilitas, anak-anak, dan perempuan.

Ingat, masyarakat juga memegang peran penting dalam konservasi. Kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan harus terus ditingkatkan. Kampanye-kampanye lingkungan yang melibatkan masyarakat secara langsung dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi mereka dalam upaya konservasi.

Bukan hanya itu, pelibatan aktif anak muda menjadi bagian penting yang tidak bisa dipisahkan mengingat jumlah mereka yang sangat besar (berkat bonus demografi) juga peluang mereka untuk menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan di masa depan. Toh, ada saatnya anak-anak muda akan mengemban peran penting konservasi alam di negeri ini.

Kemudian, mengedepankan kolaborasi dan komitmen hijau sektor swasta juga penting dalam upaya konservasi. Sektor swasta, terutama perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya alam, perlu ikut serta dalam upaya konservasi mengingat eksternalitas yang kerap ditimbulkan oleh praktik bisnis yang tidak bertanggungjawab.

Untuk itu, memperingati Hari Konservasi Alam Nasional maka sudah saatnya momen-momen seperti ini menjadi stimulus dan katalis bagi semua pihak untuk lebih peduli terhadap kelestarian alam.

Mengarusutamakan ekologi politik dalam pembuatan kebijakan adalah langkah penting dalam upaya konservasi. Kebijakan yang berpihak pada pelestarian lingkungan, penegakan hukum yang tegas, peningkatan anggaran untuk program konservasi, penggunaan teknologi, dan peran aktif masyarakat serta sektor swasta adalah beberapa solusi yang dapat diambil untuk menjaga kelestarian alam.

Dengan upaya yang dilakukan secara bersama-sama dan berkelanjutan, kita dapat memastikan bahwa sumber daya alam yang terbatas ini dapat terus memberikan manfaat bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Mari kita jadikan Hari Konservasi Alam Nasional sebagai momentum untuk bergerak bersama menjaga alam Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati ini.