Aisandami Terima Proklim Karena Mampu Beradaptasi Terhadap Iklim
-
Date:
13 Jan 2023 -
Author:
KEHATI
Tersembunyi dibalik Teluk Duairi, dan berjarak sekitar 50 km dari Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat, terdapat sebuah tempat yang masih menyimpan keunikan alam dan budaya asli yaitu kampung Aisandami. Berkat kemampuan masyarakatnya dalam menjalankan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim secara berkelanjutan, kampung Aisandami menerima penghargaan Program Kampung Iklim (Proklim) tahun 2021 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Bertempat di Kantor Bidang Wilayah II Wasior, Taman Naisonal Teluk Cenderawasih (TNTC), Wakil Bupati Teluk Wondama Andarias Kayukatuy pada Selasa 19 Oktober menerima penyerahan tropi Proklim 2021 tersebut, kemudian diberikannya kepada Pelaksana Tugas Kepala Kampung Aisandami Ernawati Dewi Rumbekwan. Acara serah terima juga dihadiri oleh Tonci Somisa selaku ketua kelompok, Agus Awi selaku perwakilan masyarakat Kampung Aisandami, dan didampingi oleh Kepala Seksi Wilayah III Aisandami, Cores Y. Makamur.
Sebagaimana dilansir Antara, Wakil Bupati mengatakan bahwa untuk seluruh Indonesia terdapat 251 peserta khusus untuk Proklim utama tahun 2021. Aisandami merupakan salah satu Proklim Maluku-Papua yang merupakan Proklim tipologi pesisir dengan masyarakat asli yang memiliki kearifan lokal.
“Ini adalah kebanggaan kita bersama. Tapi kebanggaan ini menuntut tanggung jawab dari kita semua untuk tetap mempertahankan pencapaian ini. Kalau sekarang kita dapat trofi utama, saya berharap ke depan Aisandami bisa dapat trofi lestari,” kata Wakil Bupati dikutip Antara.
Proklim dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka meningkatkan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan untuk melakukan penguatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).
Selain itu, Proklim juga merupakan pengakuan terhadap upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim serta dapat meningkatkan kesejahteraan di tingkat lokal sesuai dengan kondisi wilayah. Tahapan Proklim mencakup persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pengembangan, dan penguatan aksi adaptasi mitigasi. Aspek penilaiannya meliputi kegiatan adaptasi, mitigasi, dan kelembagaan.
Aspek adaptasi adalah kegiatan untuk menjawab kerentanan di desa tersebut, meliputi kegiatan untuk menangani dampak perubahan iklim. Salah satu contohnya adalah penanganan atau antisipasi kenaikan muka laut. Kampung Aisandami sendiri berada di wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap peningkatan muka air laut.
Masyarakat Aisandami, sebagai salah satu cara untuk menghadapi kerentanan tersebut, di akhir tahun 2020 menanam bakau guna mengembalikan fungsi perlindungan di wilayah pantai. Penanaman ini menjadi bagian dari pembuatan struktur alamiah pesisir untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim yang dapat meningkatkan frekuensi terjadinya gelombang tinggi, badai dan juga kenaikan muka air laut yang mengancam usaha nelayan dan masyarakat.
Aspek mitigasi merupakan kegiatan mengurangi emisi GRK. Kampung Aisandami terletak di pesisir, jauh dari Tempat Penampungan Sampah Sementara yang berada di Ibu kota kabupaten, Wasior, sehingga rentan terhadap penumpukan sampah terutama sampah anorganik. Untuk itu masyarakat Aisandami pun sejak 2019 telah mengolah sampah menjadi kerajinan tangan. Sampah seperti gelas plastik, styrofoam dan sisa kantong semen dijadikan wadah untuk menanam sayur dan tanaman di pekarangan rumah dalam rangka peningkatan ketahanan pangan dan pemenuhan gizi keluarga.
Aspek kelembagaan atau kelompok adalah upaya menjamin kegiatan adaptasi dan mitigasi akan terus berlangsung dan mendapat dukungan. Kelompok di Aisandami merupakan binaan Balai Besar TNTC berupa Kelompok Ekowisata Wadowun Beberin. Sejak Tahun 2018, kelompok ini aktif mengembangkan wisata berbasis konservasi. Keberadaannya menjadi penggerak kegiatan dan pendukung yang dapat menjamin kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Selain itu juga sebagai penggerak dalam mengakses sumber daya, pendanaan dan teknologi.
Ekowisata Burung Cendrawasih
Salah satu upaya kelompok ekowisata kampung Aisandami dilakukan dalam kerangka pelestarian burung cendrawasih. Berkat dukungan dana Blue Abadi Fund (BAF), Kampung Aisandami mendirikan ekowisata dengan membangun pos pengamatan burung cendrawasih, jalur trekking mangrove, dan mempromosikan paket ekowisata tersebut.
Bendahara Ekowisata Kampung Aisandami, Melania Hegemur, dalam wawancaranya mengatakan harapannya, bahwa dengan menerima penghargaan Proklim 2021, keberadaan ekowisata menjadi semakin dikenal masyarakat luas, bukan hanya warga sekitar.
Program ekowisata ini dalam perkembangannya merangkul berbagai elemen masyarakat agar sadar bahwa manfaatnya akan dinikmati pula oleh anak cucu kelak. Melania mengatakan bahwa saat ini sudah ada beberapa mantan pemburu cendrawasih yang beralih profesi menjadi pemandu wisata.
“Para mantan pemburu burung Cendrawasih itu sadar bahwa jika burung dari surga itu terus diburu dan menjadi hilang di alam, maka tidak akan ada tamu yang datang ke Kampung ekowisata Aisandami,” ujar Melania.
“Sekarang bapak yang dulu pemburu itu sudah punya homestay dan mendapat manfaat dari ekowisata,” sambung Melania.Feronika Manohas, staf WWF yang menjadi pendamping masyarakat Aisandami, mengatakan paket ekowisata tersebut dijual dengan nama Aisandami Ecotour dengan obyek berupa cendrawasih, trekking mangrove, dan diving.
Paket ekowisata tersebut dijual di kisaran harga Rp 600 ribu hingga Rp 800 ribu per paket, terdiri dari tiga paket yaitu Mengenal Alam, Mengenal Budaya, dan Mengenal Lingkungan Sekitar. “Dari tiga paket tersebut, yang paling diminati masyarakat adalah paket mengenal alam, yaitu trekking mangrove, trekking air terjun, trekking burung cendrawasih, dan snorkeling. Kalau paket mengenal budaya peminatnya biasanya orang asing,” pungkas Feronika.