Ayo Cerita tentang Kopi, Sebelum Kopi Tinggal Cerita
Dibutuhkan kesadaran bahwa ekosistem kopi kekinian tidak akan hidup, apalagi bergelora, bila ‘rumah kopi’ terancam rusak akibat perubahan iklim. Anak-anak muda perlu dipompa semangat dan kreativitasnya untuk menghidupkan ekosistem kopi kekinian hingga ke hulu.
-
Date:
03 Okt 2024 -
Author:
KEHATI
Oleh: Bina Bektiati, Pengurus Dewan Kopi Indonesia
Tema peringatan Hari Kopi Internasional 2024 adalah Collaboration. Kolaborasi dari hulu, untuk kopi dan bumi lestari.
Coba ketik ‘kopi kekinian’ pada mesin pencari Google. Dalam hitungan detik, bermunculan berbagai informasi tentang kopi kekinian. Mulai dari tempat-tempat yang menjual kopi kekinian di sekitar kita, trik membuatnya, sampai berjibun resep meracik kopi kekinian sendiri di rumah. Bahan-bahan yang kreatif, seperti pisang, cincau, soda, dan berbagai rasa sirup serta ragam produk susu, dan lain sebagainya, menjadikan kopi kekinian memiliki ragam rasa sekaligus penuh kejutan.
Apa makna fenomena kopi kekinian dalam dunia persilatan kopi? Secara umum: agar bisa menjangkau konsumen yang lebih banyak dan luas, terutama di kalangan anak muda. Maka kreativitas dalam mengolah produk minuman kopi menjadi niscaya. Agar kopi tidak sebatas hitam, tubruk, atau yang lebih ‘modern’: americano, cappuccino dan coffee latte. Agar kopi juga menjadi wujud dari tren pergaulan, kehidupan urban, dan bagian dari ekspresi diri.
Kata kunci dari kopi kekinian adalah: kreativitas, anak muda, dan pasar. Memang tidak ada yang salah, karena agar ‘hilirisasi’ kopi bisa berhasil menggerakkan ekonomi, maka ketiga faktor tersebut perlu benar-benar diperhitungkan. Dan memang terbukti. Kopi kekinian di Indonesia telah melahirkan merek-merek waralaba seperti Kopi Kenangan, Kopi Janji Jiwa, Kopi Lain Hati, yang kedai-kedainya sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Desain eksterior dan interior kedai, beragam pilihan kemeriahan rasa kopi, serta kudapan menjadi paket lengkap tempat nongkrong kopi kekinian. Jangan lupa, ada juga titik-titik untuk swafoto yang siap diviralkan.
***
Tema yang diusung pada peringatan Hari Kopi Internasional, 1 Oktober 2024 adalah Collaboration, dengan sub tema: Coffee: Your daily ritual, our shared journey. Tentu, ini merupakan pesan menarik dan relevan bila dikaitkan dengan beberapa fakta. Pertama, kopi merupakan komoditas perdagangan internasional yang sangat penting. Seperti dikutip di situs croptrust.org, lebih dari 2,25 miliar cangkir kopi dikonsumsi setiap hari, di seluruh dunia. Kedua, negara-negara pengekspor kopi seperti Brazil, Vietnam, Kolombia, Indonesia, dan Ethiopia hanya mengkonsumsi sekitar 30% dari total produksi kopi. Artinya sebagian besar kopi –sekitar 70 %– dikonsumsi oleh negara-negara bukan penghasil kopi. Jadi, meskipun kopi merupakan pohon tropis, namun mayoritas konsumen merupakan negara-negara empat musim seperti Amerika Serikat, Finlandia, Norwegia.
Ketiga, adalah ancaman perubahan iklim terhadap produksi kopi. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) meramalkan pada 2050, akan terjadi penurunan luar biasa area tanam kopi, baik karena kenaikan suhu, ketidakpastian masa hujan dan kering, serta ancaman hama. Bahkan diperkirakan, kita harus siap mengucapkan selamat tinggal pada kopi robusta yang hidup di dataran lebih rendah dibanding kopi arabika. Jalan keluar berupa membuka hutan di kawasan lebih tinggi demi mempertahankan eksistensi pasokan kopi, justru akan merusak ekosistem secara lebih luas dan kompleks. Ya, karena kopi merupakan keluarga besar dari keanekaragaman hayati di satu wilayah yang hidupnya, saling tergantung satu sama lainnya.
Berikutnya, Indonesia adalah satu-satunya negara penghasil kopi yang merupakan negara kepulauan. Brazil, Vietnam, Kolombia adalah negara kontinen. Selain itu, Indonesia juga satu-satunya negara penghasil kopi yang berada di kawasan cincin api (ring of fire). Dengan keistimewaan tersebut, Indonesia memiliki jumlah kopi khas suatu daerah (single origin) yang paling banyak dan beragam dibanding negara-negara penghasil kopi lainnya. Bayangkan, keberagaman asal ekosistem kopi Indonesia – kita kenal kopi Gayo, Sidikalang, Temanggung, Ijen, Kintamani, dan banyak lagi– memberikan paduan rasa dan aroma yang berbeda pula.
***
Kepingan puzzle lengkap terpasang, gambar sudah muncul dengan jelas. Kopi bukan sebatas pada minuman yang dinikmati sehari-hari –termasuk dengan kreasi padu padan bahan sehingga menjadi kopi kekinian. Namun, kopi tidak bisa lepas dari kolaborasi, karena kopi sudah menjadi perjalanan bersama. Tema Hari Kopi Internasional pun, menjadi relevan bila ditempatkan sebagai bahan refleksi relasi eksistensi kopi dengan bumi. Yakni budi daya kopi semestinya sejalan dan selaras dengan pelestarian bumi.
Apalagi di Indonesia, dimana bagian-bagian bumi yang menjadi ‘rumah’ kopi memiliki keberagaman keanekaragaman hayati. Perjalanan single origin kopi Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari keunikan keanekaragaman hayati di tempat pohon-pohon kopi hidup. Budi daya kopi dengan model wanatani –-yang sudah dikenal sebagai kekuatan kopi Indonesia– membuat kopi Indonesia bisa senafas dengan laku konservasi.
Bagaimana tren kopi kekinian bisa memperkuat dan mengambil peran penting dalam semangat kolaborasi untuk kopi dan bumi yang lestari? Bagaimana unsur kreativitas, anak muda dan pasar, bisa memperpanjang perjalanannya hingga ke hulu: tempat ‘rumah kopi’ berada. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa menjadi jembatan antara pasar kopi dengan keberlanjutan kopi dan ekosistemnya. Jawabannya juga bisa menjadikan kopi sebagai model kampanye Indonesia dalam melawan perubahan iklim.
Untuk itu, yang penting perlu diperkuat kesadaran bahwa ekosistem kopi kekinian tidak akan hidup, apalagi bergelora, bila ‘rumah kopi’ terancam rusak akibat perubahan iklim. Anak-anak muda perlu dipompa semangat dan kreativitasnya untuk menghidupkan ekosistem kopi kekinian hingga ke hulu. Our shared journey bisa dengan cantik digunakan untuk membangun narasi bahwa kopi adalah kehidupan petani, kerja konservasi melalui wanatani, dan cerita keanekaragaman hayati di daerah asal single origin kopi. Pasar kopi kekinian bisa mulai diwarnai dengan budi daya narasi kopi dengan menitipkan cerita pada setiap cangkir kopi. Ayo kita cerita tentang kopi, agar kopi tidak tinggal cerita.