Bersepeda Motor Keliling Nusantara, Prigi Arisandi Ukur Pencemaran Mikroplastik
-
Date:
26 Jan 2023 -
Author:
KEHATI
Seorang biolog dan aktivis konservasi sungai, Prigi Arisandi, bersama tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN), berkeliling Indonesia mengunjungi sungai-sungai untuk diukur tingkat kesehatannya. Prigi meneliti kondisi sungai di Indonesia dengan mengendarai sepeda motor.
Prigi bersama rekannya, Amiruddin Mutaqin, mendatangi 68 sungai di Indonesia, untuk mengukur tingkat pencemaran mikroplastik di sungai. “Mikroplastik adalah indikator utama yang kami pakai. Namun ada indikator pencemaran sungai lainnya seperti nitrat, nitrit, fosfat, chlorin, logam berat, dan lainnya,” kata Prigi kepada tim KEHATI.
Prigi memulai perjalanannya dari Surabaya, kemudian menyusuri Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, hingga berujung ke Papua. Tujuan ekspedisi ini adalah mengampanyekan pentingnya peran sungai bagi kehidupan mahluk hidup. “Dari kampanye ini kami juga ingin negara ikut hadir untuk memelihara dan memulihkan sungai-sungai di Indonesia,” tegas Prigi.
Total sungai di Indonesia ada sekitar 4.000-an. Ia dan timnya tidak mungkin menelusuri semua sungai karena jumlahnya sangat banyak. Oleh karena itu mereka hanya menelusuri 68 sungai yang strategis secara nasional.
Dari hasil penelusuran yang telah dilakukan tim ESN tahun 2022, terdapat lima provinsi dengan pencemaran mikroplastik tertinggi di badan sungai. Urutannya adalah Jawa Timur (636 partikel / 100 liter), Sumatra Utara (520 partikel / 100 liter), Sumatra Barat (508 partikel / 100 liter), Bangka Belitung (497 partikel / 100 liter), dan Sulawesi Tengah (417 partikel / 100 liter).
Ekspedisi Sungai Nusantara ini diselenggarakan oleh ECOTON (Ecological Observation and Wetlands Conservation), LSM yang bergerak di bidang pemulihan lingkungan sungai. Lembaga ini bermula pada tahun 1996, didirikan oleh Prigi sebagai kelompok studi konservasi lahan basah Program Studi Biologi Universitas Airlangga (UNAIR).
Menurut penjelasan Prigi, plastik tidak bisa terurai sepenuhnya, namun hanya terdegradasi seiring waktu menjadi potongan-potongan kecil. Pertama, berubah menjadi mikroplastik, berukuran lebih kecil dari 5 milimeter. Setelah itu terpecah-pecah lagi menjadi nanoplastik yang sudah tidak lagi terlihat dengan mata telanjang.
Sampah mikroplastik bukan hanya mengancam sungai, tapi juga laut. Seperti dilansir Antara, satu kerang hijau bisa mengandung 7 hingga 469 partikel mikroplastik. Ini bukti bahwa sampah mikroplastik mengancam ekosistem dan kesehatan manusia, kata Dr. Mufti Petala Patria, ahli Biologi Laut FMIPA UI, melaporkan hasil risetnya di Muara Kamal, Penjaringan, Jakarta Utara.
Menjadi Tempat Sampah
Prigi bersama timnya sudah melakukan ekspedisi meneliti berbagai sungai, memotret rusaknya kondisi sungai-sungai di Jawa, kemudian mengabarkan agar sungai-sungai di luar Jawa tidak mencontoh sungai di Jawa.
Menurut Tim ESN, di luar Jawa kondisi sungai yang paling mencemaskan adalah sungai Deli di Medan Sumatera Utara. Sungai ini sudah banyak tercemar mikroplastik. Tim juga khawatir dengan kondisi sungai di Kalimantan, yaitu sungai Barito dan Mahakam.
Kondisi sungai di Lombok Nusa Tenggara Barat berbeda lagi. Tim ESN bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB menemukan sungai-sungai di kota Mataram, Lombok, berubah fungsi menjadi tempat pembuangan sampah. Sampah banyak bertumpuk di pinggiran sungai dan di badan sungai, mulai dari sachet, tas kresek, styrofoam, popok bayi hingga sampah pakaian.
“Padahal kita ini kan punya Peraturan Pemerintah yaitu PP 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di situ disebutkan bahwa sungai di Indonesia harus nihil sampah, sedangkan sunga-sungai di Indonesia ternyata 98% justru menjadi tempat sampah”, ujar Prigi.
Ekspedisi telah dimulai pada 1 Maret 2022 silam dan akan diakhiri 4 Maret 2023. Penutupan ekspedisi dilakukan di hulu sungai Brantas di Wonosalam, Jombang Jawa Timur. Acara dikemas dengan Festival Durian bertajuk “Kembali Ke Akar”
“Bertema ‘Kembali Ke Akar’ karena kita dalam mengelola sungai-sungai seolah sudah tercerabut dari akar, budaya kita terlupakan, orang cari praktisnya, mengubah hutan jadi sawit, mengkonsumsi plastik, eksploitasi tambang luar biasa, itu mengorbankan sungai padahal sungai merupakan ‘ibu’ bumi,” ujar Prigi mengenai misi ekspedisinya.
Rusak Keanekaragaman Hayati
Tim Ekspedisi Sungai Nusantara mengingatkan bahwa rusaknya ekosistem sungai akan merusak keanekaragaman hayati. Akibat sungai-sungainya tercemar, Indonesia menjadi negara tercepat kedua dalam hal laju kepunahan ikan air tawar.
Sampah domestik yang didominasi oleh sampah plastik menyebabkan tingginya kadar chlorin, fosfat, dan mikroplastik. Ketiga polutan ini yang menyebabkan kematian penghuni sungai.
Yayasan KEHATI ikut berperan mensosialisasikan mensosialisasikan kegiatan ekspedisi ini untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat. Sambutan pemerintah bagus terhadap ekspedisi tersebut. Tim ESN diundang oleh wakil bupati Langsat, Gubernur Sumatra Barat, audiensi dengan Tim Lingkungan Gubernur DKI, juga ditemui Wakil Gubernur NTB.
“Temuan dari kegiatan (ESN) ini adalah hal baru bagi mereka (Pemerintah Daerah) sebagai peringatakan dini untuk membenahi masing-masing daerahnya,” ujar Prigi.
Tim ESN sempat di beberapa tempat dihadang dan diintimidasi preman-preman tambang, namun berhasil dihadapi dengan dialog-dialog, terutama daerah Belitung Timur. (Penulis: Armunanto)