CHAINSAW BUYBACK : SEDIAKAN ALTERNATIF USAHA BAGI PEMBALAK LIAR
-
Date:
12 Jan 2023 -
Author:
KEHATI
Kerusakan hutan di Kalimantan sebagian besar disebabkan oleh terbatasnya sumber mata pencaharian bagi masyarakat di sekitar hutan. Letak desa yang terpencil membuat mereka memiliki tingkat pendidikan rendah sehingga tidak memiliki alternatif lain untuk mensejahterakan keluarga kecuali dari hasil hutan.
Sebagai contoh, hal itu terjadi di dua desa yang berada di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), yaitu Desa Mawang Mentatai dan Desa Nusa Poring. Keduanya berada di wilayah Kecamatan Menukung Kabupaten Melawi Kalimantan Barat.
“Kita harus memiliki ide-ide kreatif untuk mengatasi masalah tersebut. Fokus utama adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bisa mendorong kelestarian hutan,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI) Nur Febriani.
Solusi kreatif yang ditawarkan ASRI beberapa diantaranya adalah Program Chainsaw Buyback bagi penebang liar. Untuk pendanaan, ASRI dibantu dana hibah dari Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan Yayasan KEHATI. Selain dana hibah, masyarakat di sekitar hutan yang mengikuti program tersebut juga mendapatkan bantuan manajerial dan teknis.
Modal UMKM
Dalam Program Chainsaw Buyback, ASRI menyediakan modal usaha UMKM bagi para pembalak liar. Untuk menyediakan pekerjaan alternatif bagi para pembalak liar ini, ASRI mengupayakan agar mereka bisa mendapatkan modal usaha serta pengetahuan berwirausaha.
Para pembalak diajak untuk menyerahkan alat kerja mereka, yaitu gergaji mesin dan kemudian diganti dengan modal usaha serta pelatihan wirausaha. Program ini bertujuan untuk mengubah mereka menjadi pelaku wirausaha mandiri dan tangguh.
Febriani menjelaskan, modal usaha yang diberikan sebagai pengganti alat chainsaw adalah modal non tunai. “Modal tersebut bukan dalam bentuk uang tunai, tetapi berupa barang-barang yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha. Uang tunainya langsung ditransfer oleh ASRI ke pihak vendor sejumah harga barang modal yang dibeli,” ujar Febriani.
Masyarakat diajarkan untuk membuat proposal sederhana, berisi rencana usaha dan barang-barang modal yang dibutuhkan. Contoh rencana usaha adalah warung atau kolam ikan dan sebagainya. “ASRI tidak hanya memberikan modal untuk usaha baru, tetapi juga modal untuk memperkuat usaha sampingan yang sudah ada,” ujar Febriani.
Program Chainsaw Buyback mendapatkan respon positif dari masyarakat Desa Mawang Mentatai dan Desa Nusa Poring. Aparat pemerintah kedua desa tersebut juga mendukung. Tawaran pekerjaan alternatif itu mampu mendorong para penebang liar untuk datang dan menyerahkan gergaji mesin mereka.
“Kami mendampingi mereka mulai dari perencanaan, pengelolaan, hingga pemasaran produk,” tutur Febriani. Program ini telah dimulai sejak Maret 2022. ASRI tidak bekerja sendirian dengan menggandeng Kelompok Sahabat Hutan (Sahut). Sahut inilah yang membantu ASRI menyosialisasikan program tersebut ke dusun-dusun.
Inisiasi Program Chainsaw Buyback pada bulan Maret 2022. Diawali dengan perumusan kerangka, dan tahap selanjutnya adalah sosialisasi serta integrasi kegiatan bersama kelompok Sahabat Hutan (Sahut).
Analisis prospek dilakukan oleh koordinator program bersama calon mitra pelaku usaha. Hasil analisis menunjukkan, bidang peternakan ayam dan ikan sangat potensial digeluti para penebang liar karena tingginya kebutuhan pasar dan harga jual.
Untuk mengantisipasi timbulnya kompetisi di masa yang akan datang, ASRI terus melakukan pendampingan secara terus menerus. Pertemuan rutin dengan masyarakat diharapkan dapat menumbuhkan jiwa kewirausahaan dan kekuatan mental di tingkat keluarga dalam menjalankan usaha baru.
Untuk menjalankan program ini, kendala yang dihadapi adalah sulitnya mengubah kegiatan penebangan hutan secara liar. Selain itu, masyarakat masih meragukan bahwa program ini akan mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Febriani menjelaskan bahwa pihaknya tidak menjamin penghasilan yang lebih banyak setelah pembalak liar beralih pekerjaan. Namun, dia memastikan bahwa program UMKM ini lebih stabil, berkelanjutan dan lebih menenangkan hati karena tidak takut dikejar – kejar polisi hutan. “Mereka tahu yang mereka lakukan itu melanggar hukum,” lanjut Nur Febriani.