Edukasi Konservasi Badak untuk Masyarakat TN Ujung Kulon
Bersih-bersih Pulau Peucang di kawasan TN Ujung Kulon. Ujung Kulon merupakan habitat Badak Jawa yang populasinya makin menurun.
-
Date:
20 Nov 2024 -
Author:
KEHATI
Populasi Badak Jawa di Ujung Kulon kian menurun karena faktor perburuan dan bencana alam. Menurut data kurang lebih hanya 50 ekor badak jawa yang tersisa. Dalam rangka memperingati Hari Badak Internasional, KEHATI mendukung pelaksanaan kegiatan edukasi konservasi badak di Ujung Kulon. Kegiatan tersebut digagas oleh komunitas perempuan petualang Srikandi Nusantara dan Yayasan Badak Indonesia (YABI).
Edukasi konservasi badak yang dilakukan pada 22 September ini melibatkan para pelajar SD dan SMP yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Para siswa diajak untuk mengikuti kemah konservasi selama dua hari dan mereka terlibat dalam berbagai kegiatan seperti penanaman pohon, edukasi lingkungan dan juga berbagai lomba. Dini Masita wakil dari Srikandi Nusantara menjelaskan, kemah konservasi bertujuan untuk meningkatkan kesadaran anak-anak sekolah akan pentingnya pelestarian alam dan juga eksistensi Badak Jawa. Mereka diberi materi konservasi sebagai bentuk kaderisasi dini sehingga kelak menjadi pelestari alam yang mumpuni.
Kemah konservasi dimeriahkan dengan acara yang disuguhkan oleh para peserta berupa tari-tarian, pembacaan puisi, serta pidato tentang badak jawa. Ada juga Workshop seni melipat kertas yang bertema satwa dan garage sale yang menjual pakaian layak pakai.Pada hari berikutnya siswa diajak untuk ikut menanam berbagai macam jenis tanaman untuk pakan badak. Pakan badak ini ditanam di satu lahan khusus yang berdekatan dengan lokasi sanctuary Badak Jawa. “Siswa diajak menanam pakan badak, supaya nanti ketika badaknya sudah bisa digeser ke arah sini, ketersediaan pakannya sudah banyak. Jadi badak itu digeser ke wilayah ini untuk ikon wisata juga,” Kata Dini.
Srikandi Nusantara berdiri pada 21 April 2012 dengan anggota aktif 500 orang. Namun kata Dini, sekarang anggotanya sudah berkurang dan belum dilakukan regenerasi. Meskipun begitu, komunitas ini tetap eksis. Salah satunya kegiatan vertical rescue atau upaya penyelamatan di tebing.”Tahun 2014 ada vertical rescue Indonesia yaitu petualangan penyelamatan di tebing. 2014 dibentuk vertical rescue Srikandi Nusantara bentukan dari vertical rescue Indonesia dan menjadi tim vertical rescue perempuan pertama di indonesia,” lanjut Dini.
Karena tidak bisa langsung terlibat dalam konservasi badak, Srikandi Nusantara lebih fokus pada kegiatan bersih sampah dan transplantasi terumbu karang di Pulau Panaitan dan Pulau Peucang. Pulau Peucang merupakan salah satu pulau yang kini banyak dikunjungi wisatawan minat khusus. Pulau ini sering mendapatkan limpahan sampah dari wilayah perairan Selat Sunda.
Turut berpartisipasi dalam kegiatan ini antara lain sukarelawan Montana, Mapalaut, dan Paniis Lestari. Kegiatan tersebut diawali dengan kemah konservasi (Kemkon) dengan 70 siswa peserta dari usia Sekolah Dasar hingga Sekolah Lanjutan Pertama yang ada di wilayah Taman Nasional Ujung Kulon.Achmad Zaini dari Montana Gunung Gede Pangrango hadir untuk memberikan materi tentang konservasi dan pendidikan lingkungan. Selanjutnya Yayus dari Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) menyampaikan penyuluhan tentang pelestarian Badak Jawa, yang diikuti pemberian materi tentang Keanekaragaman Hayati yang disampaikan oleh Dodo dari TNUK. Sedangkan Dini mendapatkan mandat untuk materi SAR dan mitigasi bencana.
Dai konservasi
Upaya konservasi badak tidak bisa lepas dari peran masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Untuk itu mereka perlu dirangkul sebagai garda depan konservasi agar mereka tidak terlibat dalam perburuan badak.Manajer Wilayah YABI, Dedi Riyanto mengatakan, “Untuk merangkul seluruh unsur masyarakat, YABI membentuk program Dai konservasi. Para ustad yang ada di desa-desa diberikan briefing tentang konservasi dan manfaat satwa liar. Tujuannya adalah melalui ceramah, para ustad akan menyampaikan kepada masyarakat pentingnya konservasi sumber daya alam beserta satwa liar yang ada di desa mereka.”
Program Dai konservasi cukup berhasil. Ada satu kelompok masyarakat yang sebelumnya berada di dalam kawasan konservasi secara perlahan mulai keluar dari wilayah tersebut. Lebih lanjut Dedi menjelaskan bahwa di dalam suatu kemitraan bersama masyarakat, konservasi memiliki makna boleh memanfaatkan sumber daya alam tetapi wilayah tersebut tidak boleh ada pemukiman penduduk.
Tantangannya sangat besar karena masyarakat juga punya perpektif tersendiri tentang sumber daya alam. Saat ini pihak TNUK selalu melibatkan mereka dalam kegiatan konservasi bahkan menjadikan mereka bagian dari tim patroli.Untuk mengatasi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Ujung Kulon, kata Dedi, TNUK mengklasifikasikan dalam kelas berat, sedang dan ringan. Pelanggaran berat apabila terjadi perburuan satwa seperti banteng dan rusa, perburuan cula badak, dan penebangan kayu. Pelanggaran berat ini akan melibatkan penegak hukum. Sedangkan kategori sedang apabila ada masyarakat mencuri satwa untuk dipelihara. Biasanya mereka hanya akan diminta untuk menulis surat pernyataan. Lalu kategori ringan misalnya ada nelayan berinduk untuk mencari air. Mereka hanya akan diusir dan diberi peringatan.
“Selain bencana alam, tantangan populasi badak adalah pemburu untuk perdagangan cula yang nilainya sangat fantastis,” ujar Dedi. Perburuan cula badak dihukum maksimal 4,5-6 tahun. UU No 90 bahkan menyatakan hukuman maksimal 5 tahun untuk memperdagangkan cula badak. Namun bisa hingga 12 tahun karena terkait pasal yang akumulatif. Pertama adalah perburuan badak dan kedua penggunaan senjata api yang bisa menjadi UU darurat maksimal 20 tahun.
Meskipun ada beberapa dari masyarakat yang terlibat, namun sebagian besar merasa dirugikan akibat perburuan badak. Menurut mereka, Badak Jawa merupakan ikon wisata Ujung Kulon. Apabila punah, maka penghasilan masyarakat juga akan menurun.Terkait dengan batasan kawasan konservasi, sebenarnya juga menurunkan pendapatan masyarakat. Hal ini disebabkan wisatawan dilarang terlalu jauh untuk memasuki wilayah-wilayah tertentu di mana terdapat satwa-satwa yang dilindungi. (Tim KEHATI)