40,437 views Filosofi Kupu-Kupu - KEHATI KEHATI

Filosofi Kupu-Kupu



  • Date:
    10 Jun 2019
  • Author:
    KEHATI

Ketika kita bicara mengenai kupu-kupu, mungkin kebanyakan orang akan membayangkan yang berhubungan dengan keindahan. Makhluk kecil yang suka terbang dan hinggap di bunga yang berwarna-warni. Namun, tahukah kita bahwa pada fase-fase sebelumnya, bentuk kupu-kupu tidaklah seindah yang kita bayangkan?   Pada proses pertumbuhannya, kupu-kupu mengalami beberapa kali perubahan bentuk fisik akibat pertumbuhan sel yang dikenal dengan istilah metamorfosis.  

Seperti yang pernah kita pelajari, metamorfosis kupu-kupu dimulai dari fase telur, ulat, kepompong, dan kemudian menjadi kupu-kupu. Pada fase awal, kupu-kupu akan meletakkan telurnya di bagian bawah daun atau ujung daun yang ia sukai, sehingga ketika menetas akan langsung mendapatkan makanan. Fase ulat merupakan momen yang paling sulit buat kupu-kupu. Bentuknya yang menjijikan dan memakan daun membuat ulat riskan untuk dibunuh oleh manusia. Ulat dianggap sebagai hama karena memakan daun tumbuhan. Padahal, itu bagian dari siklus kehidupan seekor hewan. Daun yang dimakan akan tumbuh kembali dan tumbuhannya akan tetap hidup.  

Lanjut ke fase ketiga, ulat akan berubah menjadi kepompong. Setelah merusak daun sebagai makanannya, kepompong berpuasa selama 21 hari sebelum menuju fase terakhir. Di akhir fase, proses metamorfosis pun sempurna dan kepompong berubah menjadi kupu-kupu. Sebagai penebus dosa karena sempat “merusak” daun yang tumbuh, kupu-kupu pun terbang kesana kemari dengan cantiknya untuk menghibur manusia dan seisi alam. Tidak hanya itu saja, kehadirannya berfungsi membantu penyerbukan tanaman.  

Tak kalah penting, kupu-kupu turut berfungsi sebagai indikator udara bersih. Karena sifatnya yang demikian, kupu-kupu menjadi salah satu serangga yang dapat digunakan sebagai bioindikator terhadap perubahan ekologi. Makin tinggi keragaman spesies kupu-kupu di suatu tempat, menandakan lingkungan tersebut masih baik.