Investasi ESG Sebagai Upaya bagi Ketahanan Finansial Organisasi Masyarakat Sipil
Masyarakat di Nusa Tenggara Timur bersiap panen sorgum. Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan lokal yang kini digiatkan untuk ditanam kembali. (Foto : KEHATI)
-
Date:
06 Mar 2024 -
Author:
KEHATI
Penguatan kapasitas kelembagaan suatu Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) sebaiknya dilakukan salah satunya melalui manajemen keuangan yang bijak. Hal ini disebabkan masih banyak usaha sosial yang tidak independen dari donatur sehingga mempengaruhi kinerja organisasi tersebut. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan ketahanan finansial adalah dengan berinvestasi saham.
Bursa saham saat ini mulai melirik aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola suatu perusahaan sebagai pertimbangan bagi para investor. Direktur Keuangan, Investasi, dan Administrasi Yayasan KEHATI, Indra Gunawan mengatakan, Enviromental, Social, and Governance atau ESG adalah jembatan menuju ketahanan finansial bagi OMS, LSM, dan perusahaan yang mengadopsi nilai-nilai tersebut dengan baik.
ESG dan sustainability merupakan dua hal yang berhubungan erat tetapi memiliki konsep yang berbeda. Sustainability terkait dengan perusahaan wajib menjalankan bisnis yang memenuhi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan tanpa harus mengorbankan kebutuhan generasi masa depan.
ESG adalah bagian dari sustainability yang fokus pada aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola sebagai sarana bagi para investor untuk menginvestasikan dana mereka pada suatu perusahaan. Bisa disimpulkan bahwa ESG adalah sarana suatu perusahaan untuk mencapai sustainability.
Fakta keterkaitan ESG dan potensi investasi itu dijelaskan oleh Indra yang menjadi narasumber DISKUSI NGOPI CAKEP secara daring pada akhir Februari 2024 lalu. Acara tersebut mengambil tema “ESG untuk keberlanjutan Organisasi Masyarakat Sipil,” yang diselenggarakan oleh Resource Hub for Strengthening Capacity on Financial Resiliency/Re-Search. Re-Search merupakan organisasi yang berinisiatif untuk mendukung penguatan keuangan OMS yang dikembangkan oleh PLUS (Platform Usaha Sosial) bersama dengan mitra.
Yayasan KEHATI sebagai organisasi sosial di bidang keanekaragaman hayati juga mengimplementasikan nilai-nilai ESG sebagai bentuk ketahanan sosial. Hal ini diwujudkan dalam produk investasi berupa Indeks saham SRI ( Sustainable and Responsible Investment) KEHATI yang diluncurkan pada tahun 2009. Indeks ini diluncurkan bekerjasama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI).
SRI KEHATI merupakan indeks ESG pertama di Asia Tenggara.Untuk meningkatkan ketahanan finansial, pada tahun 2014 Index SRI KEHATI mulai profitabel dengan mengeluarkan satu produk reksa dana ETF (Exchange Traded Fund) dan berhasil menggaet salah satu fund manager di Indonesia yaitu Indopremier. Langkah tersebut diikuti oleh kebijakan pemerintah dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengeluarkan beberapa peraturan terkait dengan ESG ini.
Pada tahun 2021 KEHATI kembali mengeluarkan 2 indeks saham yang juga berbasis ESG, yaitu Indeks ESGQ 45 IDX dan ESG SL IDX. Kemudian pada 2022 OJK juga mengeluarkan sistem klasifikasi taksonomi hijau atau klasifikasi aktivitas ekonomi yang ramah lingkungan.
Jembatan Bagi Investor
Tujuan Yayasan KEHATI membangun indeks ESG adalah untuk menghubungkan dunia bisnis dan dunia investasi. SRI KEHATI mendorong para pelaku usaha untuk menjalankan bisnis mereka dengan baik dan bertanggungjawab.
Yayasan KEHATI memilih 25 saham terbaik yang kemudian masuk dalam index SRI KEHATI, sebagai apresiasi atas integritas usaha mereka terkait nilai-nilai ESG. Sedangkan kepada para investor, SRI KEHATI menjamin investasi mereka pada perusahaan yang telah memenuhi kriteria-kriteria ESG.
Setiap 6 bulan Yayasan KEHATI melakukan review secara sukarela dan independen untuk menjaga integritas saham-saham tersebut. Review dilakukan melalui dua kali penyaringan karena jumlah yang terdaftar di IDX sebanyak 800 saham.
Filter pertama dilakukan melalui Market and Financial Screening dan Negative Sector Screening. Tahap ini menyeleksi antara lain nilai aset, kapitalisasi pasar, saham free float, serta konten-konten negatif seperti pornografi, alkohol, dan lain-lain.
Dari yang terpilih, saham-saham tersebut selanjutnya diseleksi menggunakan ESG Scoring yang mencakup lingkungan 30%, sosial 30%, dan tata kelola 40% dan harus memenuhi 69 indikator yang ditetapkan. Tahap selanjutnya kemudian saham-saham tersebut dimasukkan dalam ESG KEHATI Universe, yang saat ini ada sekitar 110-120 saham. Jumlah ini kemudian masuk ke dalam proses yang disebut index construction lalu berdiskusi dengan index commite untuk membentuk 3 indeks saham yaitu SRI KEHATI, ESG PLUS, dan ESG SECTOR LEADERS.
OJK mengeluarkan peraturan No. 51 Tahun 2017 yang mewajibkan seluruh Lembaga Jasa Keuangan (LJK), emiten, dan perusahaan publik menyusun laporan berkelanjutan. Berdasarkan laporan ini, Yayasan KEHATI melakukan assessment terhadap emiten-emiten di IDX untuk membentuk index saham ESG. Selain itu, Yayasan KEHATI juga mengirimkan agar perusahaan memberikan informasi relevan yang belum tercakup di laporan keberlanjutan.
Sampai saat ini kinerja Index SRI KEHATI cukup menjanjikan yaitu posisinya berada di atas grafik IHSG. Prestasi ini memikat para fund manager. Totalnya ada 13 produk reksa dana yang berbasis index SRI KEHATI. Unit reksa dana yang dibentuk melalui Index SRI KEHATI dan telah dibeli oleh investor, sebagian fee didonasikan ke Yayasan KEHATI.
Donasi inilah yang membentuk ketahanan finasial Yayasan KEHATI. Sumber pendanaan tersebut berasal dari donasi fund manager yang menggunakan indeks saham SRI KEHATI untuk membentuk reksa dana mereka.
Secara praktis, menurut Indra, OMS atau usaha sosial yang ingin mengadopsi prinsip ESG, harus menjadikannya pedoman utama dalam menjalankan kegiatan mereka. “Jadi apapun yang kita lakukan dalam berusaha, kalau pegangannya ESG, pasti tidak akan salah. Apalagi kita ini OMS atau LSM yang wajib menjunjung tinggi nilai-nilainya,” lanjut Indra.
Indra juga menambahkan, kebijakan investasi memang harus dipertimbangkan dengan baik. Investasi juga mesti disesuaikan dengan management waktu setiap perusahaan terkait kebijakan keuangan. Dalam investasi berlaku satu prinsip bahwa resiko itu semestinya berbanding lurus dengan hasil. Semakin tinggi resiko maka hasil investasinya juga lebih besar. (Tim KEHATI)