KEHATI: Bambu Bernilai Strategis Bagi Masa Depan Bangsa
-
Date:
22 Mar 2018 -
Author:
KEHATI
Sebagai lembaga yang sejak lama mengembangkan program konservasi bambu dan pemanfaatannya secara lestari, Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) menyambut baik pencanangan program 1.000 desa bambu oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Program ini diharapkan dapat mendukung upaya membangkitkan industri bambu nasional, sekaligus membantu memperbaiki daya dukung lingkungan.
Demikian disampaikan Direktur Komunikasi dan Penggalangan Sumber Daya Yayasan KEHATI, Fardila Astari, saat mendampingi KLHK meresmikan bangunan pengawetan bambu system pengasapan di Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, Kamis (22/3). Bangunan tersebut difungsikan sebagai pusat pelatihan lapang bambu dan sekaligus menjadi pusat komunitas desa bambu yang sudah berjalan di kecamatan tersebut.
Keberadaan tanaman bambu, kata Fardila, selama ini cenderung diabaikan. Banyak warga yang memilih membabat rerumpunan bambu karena dianggap kurang berguna dan menakutkan. Jika terus dibiarkan, maka akan mengganggu keseimbangan ekosistem.
“Padahal bambu memiliki nilai yang sangat strategis bagi pembangunan. Dia memiliki fungsi vital secara ekologis, serta berpotensi besar sebagai penopang pertumbuhan ekonomi di masa depan,” ujar dia.
Secara ekologis, tanaman bambu sangat membantu dalam meningkatkan cadangan air bawah tanah, serta memroduksi oksigen. Pertumbuhannya sangat cepat, dan tak memerlukan perawatan khusus. Keberadaannya berguna bagi usaha konservasi lahan kritis dan daerah aliran sungai.
Bambu juga menyimpan potensi pengembangan bagi ekonomi nasional. Pada tahun 2016, komoditas ini menyumbang pendapatan ekspor senilai Rp 6 triliun, dan menempatkan Indonesia sebagai pengekspor bambu terbesar ketiga di dunia, setelah China dan India.
Indonesia merupakan rumah bagi 160 spesies bambu dari 1.200 – 1.400 spesies yang ada di dunia, di mana 88 di antaranya adalah spesies khas yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Spesies khas itu tak tumbuh di negara lain.
Fardila berharap sistem dan kerja sama yang berjalan dalam budi daya dan pemanfaatan bambu berbasis masyarakat di Golewa ini dapat direplikasi di daerah-daerah lainnya. Sistem pengolahan bambu seperti dikembangkan di daerah tersebut sangat potensial untuk dikembangkan di pulau-pulau lain.
Batang bambu dapat dijual gelondongan atau diolah menjadi aneka produk alat rumah tangga, hiasan, bangunan, mebeler, alat musik, floring, tusuk gigi, sate, dupa, dan sebagainya. Sementara, akar bambu dimanfaatkan untuk aneka hiasan, sedangkan tunas bambu muda dimanfaatkan untuk rebung.
Dengan lahan potensial yang masih luas untuk bisa ditanami bambu, Indonesia berkesempatan mendorong produktivitas bambu dan kapasitas ekspornya. Terlebih, bambu bisa ditanam di lahan-lahan kritis, sekaligus sebagai tanaman yang berfungsi untuk merehabilitasi lahan yang ada.
Sebagai eksportir bambu terbesar ketiga di dunia, Indonesia baru menguasai pangsa pasar di bawah 10 persen. Masih sangat jauh dibandingkan China yang mencapai kisaran 40 persen. Eropa adalah contoh importir sekaligus eksportir yang menarik. Pelajarannya, mendorong keterampilan produsen atau petani bambu untuk dapat mengolah bambunya menjadi komoditas olahan, akan memberi peluang pasar lebih besar. Pemanfaatan yang memberikan nilai tambah inilah yang juga masih menjadi pekerjaan rumah di negeri ini.
Oleh karena itu, sebagai lembaga yang mengemban visi pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan, dalam beberapa tahun terakhir Yayasan KEHATI memberi perhatian lebih pada konservasi tanaman bambu.
Salah satu upaya yang telah dijalankan adalah penanaman pohon bambu di sejumlah provinsi, di antaranya di Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Program pelestarian bambu ini telah dijalankan sejak tahun 2009.
“Kami selalu terbuka untuk bekerja sama dengan semua pihak. Pelestarian lingkungan adalah tugas bersama. Dan kami yakin, sebenarnya banyak warga masyarakat dan korporasi ataupun pelaku bisnis yang sesungguhnya memiliki keinginan untuk terlibat dalam kegiatan seperti ini,” ujar Manajer Program Ekosistem Pertanian KEHATI, Puji Sumedi.
Program pelestarian bambu ini tak berhenti pada penanaman saja, tapi juga meliputi kegiatan pascapanen, seperti pelatihan budi daya, pemberdayaan petani, peningkatan kapasitas, dan pengolahan bambu. Hal ini seperti yang selama ini telah dijalankan KEHATI dalam kegiatan-kegiatan pelestarian terdahulu.
Beberapa kegiatan pelestarian bambu yang telah dilakukan KEHATI di antaranya penanaman bambu di kawasan Gunung Masigit, Bandung Barat, Sumedang, Indramayu, Museum Gunung Merapi (yang totalnya mencapai 10.500 bibit), lalu Daerah Aliran Sungai Pesanggarahan, Cisadane, dan Ciliwung (yang totalnya sebanyak 5.500 bibit).
KEHATI sebelumnya juga telah mengadakan kegiatan penanaman di tiga desa adat di Bali, yaitu Desa Renon, Hutan Selat dan Pupuan, Tabanan dan Gianyar, dengan jumlah total sebanyak 7.500 bibit. Di Pulau Flores, KEHATI mendukung penanaman bambu di sekitar DAS dan mata air di Manggarai Barat, Manggarai, Ende, dan Flores Timur, yang masing-masing kawasan sebanyak 1.500 bibit.