Masa Depan Populasi Gajah di Sumatera Akibat Konflik dengan Manusia
Gembala Gajah (Sumber : TFCA Sumatera)
-
Date:
06 Apr 2023 -
Author:
KEHATI
Unit Konservasi Gajah Estate Ukui milik PT RAPP di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, mendapat anugerah seekor anggota baru. Bayi gajah dari induk yang bernama Carmen ini lahir tanggal 6 April 2023 pada pukul 05.00 dengan jenis kelamin jantan dan berat 90,9 kg.
Dengan bertambahnya penghuni Unit Konservasi Gajah Ukui dari 4 ekor sejak dimulai tahun 1994 dan sekarang menjadi 7 ekor, membuktikan bahwa PT RAPP sangat berkomitmen dalam program konservasi gajah di wilayah Sumatera khususnya di Provinsi Riau.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Genman Hasibuan menjelaskan bahwa konservasi gajah perlu dilakukan baik saat ini dan di masa yang akan datang karena gajah sangat berperan penting dalam menciptakan keseimbangan ekosistem hutan. Para petani hutan memahami peran gajah dalam penyebaran benih tanaman melalui kotorannya. Selain itu gajah juga memberikan daya tarik wisata yang dapat memberikan manfaat ekonomi daerah seperti di Taman Nasional Way Kambas.
Namun di balik manfaatnya bagi kehidupan manusia, satwa tambun ini memiliki sisi kelam berupa banyaknya gangguan pada wilayah jelajah (home range), sehingga pergerakan mereka semakin sempit. Dengan home range yang terfragmentasi ini, kelompok gajah terbagi menjadi kelompok yang lebih kecil. Hal ini berdampak pada aliran genetik yang tidak baik. Dengan semakin sempitnya habitat mereka, sering muncul interaksi negatif antara gajah dengan manusia sehingga gajah sering diklaim sebagai hama yang harus dibasmi.
Gajah merupakan satwa liar yang dilindungi sehingga semua pihak harus melakukan upaya perlindungan terhadap populasi mereka. Kurun waktu terakhir ini kesadaran institusi pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak swasta terhadap pelestarian gajah Sumatera sudah semakin baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya pihak swasta seperti PT RAPP-APRIL dan PT. Arara Abadi-Sinar Mas Group, sejak belasan tahun lalu secara sukarela melakukan pemeliharaan yang sangat baik terhadap beberapa gajah, hingga bisa bereproduksi.
Menurut Genman, bukti lain dari kepedulian itu adalah pembangunan terowongan gajah di beberapa titik dari ruas tol Pekanbaru di Dumai yang membelah habitat gajah. Terowongan ini dibangun oleh PT HUTAMA KARYA dengan menggunakan anggaran yang tidak sedikit. Selain PT HUTAMA KARYA, kegiatan LSM dalam monitoring dan perlindungan gajah mendapat dukungan aktif dari PT Pertamina Hulu. “Dengan demikian, optimisme kelestarian gajah di Riau atas kerja bersama yang dilakukan semua pihak semoga akan membuahkan hasil yang sangat baik ke depannya,” lanjut Genman.
Sebagai dampak dari kebijakan-kebijakan terkait dengan konservasi gajah maka semua pemegang Hak Guna Usaha (HGU) dan Ijin Pemanfaatan Kawasan Hutan, saat ini telah melaksanakan mandatori pelestarian satwa melalui pembangunan dan monitoring area bernilai konservasi tinggi atau High Conservation Values (HCV). Komitmen seperti ini diharapkan akan semakin berkembang.
Strategi Konservasi Gajah
Balai Besar KSDA Riau bersama para pihak terkait menyusun strategi dalam konservasi gajah di Provinsi Riau. Strategi yang dimaksud berupa perbaikan habitat gajah dan konektivitas habitat, mencegah perburuan dan tindakan-tindakan yang menyebabkan kematian gajah, mendorong dan penguatan tim mitigasi gajah tingkat tapak, mendorong perbaikan pengelolaan gajah latih, dan yang terakhir adalah mengarahkan dan membina pemegang konsesi dan HGU. Arahan dan pembinaan BBKSDA Riau yang dipadukan dengan sinkronisasi dan integrasi program yang dilakukan diharapkan akan memberikan hasil yang nyata dalam pelestarian jenis khususnya gajah Sumatera ke depannya.
Upaya-upaya yang sudah dilakukan agar gajah tidak semakin terancam punah, kata Genman, adalah dengan penanganan interaksi negatif dengan manusia dan penyelamatan gajah di alam secara rutin dan terus-menerus. Selain itu, mendorong peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjadikan gajah sebagai bagian dari kehidupan mereka, melalui sosialisasi dan penyadaran masyarakat. Memastikan habitat gajah aman melalui operasi jerat dan penegakan hukum bagi pelaku kriminal terhadap gajah. Hal ini dilakukan dengan memasang GPS Collar untuk memonitor pergerakan sebagai early warning system.
Konservasi gajah bisa bersinergi dengan kebutuhan masyarakat yang tinggal dekat dengan habitat mereka, atau bahkan masyarakat yang berada di koridor satwanya, melalui upaya membangun kesadaran bersama dan berbagi ruang. Untuk gajah-gajah yang bermasalah memang perlu untuk membangun tempat penampungan satwa liar dengan menyiapkan areal yang cukup secara bersama-sama didorong sebagai lokasi untuk penyelamatan gajah.
Berdasarkan pengalaman yang sudah ada, gajah sudah mampu bereproduksi pada usia 12-14 tahun, sedangkan masa kehamilan gajah termasuk siklus yang panjang yaitu 18-22 bulan. Pada umumnya gajah-gajah yang berada di unit konservasi sejarahnya merupakan gajah-gajah liar yang perilakunya menyimpang. Perilaku menyimpang tersebut yaitu tidak mau menyatu dengan kolompok atau disebut soliter.
Gajah soliter atau penyendiri akan dijadikan gajah latih, karena keberadaannya di alam liar akan menimbulkan permasalahan. Gajah yang ada di unit konservasi merupakan gajah latih dan untuk proses dikembalikan ke alam perlu kajian dan pertimbangan yang komprehensif oleh semua pihak agar tidak menimbulkan masalah yang baru. Apabila ada pihak yang tertarik akan hal tersebut, BBKSDA Riau siap berkolaborasi dalam menginisiasikannya di Riau.
Berdasarkan data tahun 2019 melalui penyepakatan data para pihak, populasi gajah di Riau berjumlah antara 189-199 yang tersebar di tujuh sub populasi gajah. Populasi gajah Sumatera mengalami penurunan 35% dari tahun 1992. Dari data World Wildlife Fund for Nature Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan bahwa populasi total individu sebanyak 2400-2800 ekor.
Konflik antara gajah dengan masyarakat masih sering terjadi meskipun pemerintah telah melakukan upaya penanganan gajah liar yang masuk pemukiman warga. Menurut peneliti dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Wisnu Nurcahyo, gajah yang ada di dalam Pusat Latihan Gajah dalam jangka panjang akan terpengaruh keberagaman genetik dan struktur populasinya. Hal ini disebabkan oleh penyimpangan genetik serta perkawinan sesama keluarga (inbreeding). Diharapkan bagi lembaga konservasi semakin mengembangkan pola pengelolaan yang meliputi pertahanan keragaman genetik dengan mencegah terjadinya inbreeding tersebut.
LVListyo (Tim KEHATI)