Mengurangi Dampak El Nino Pada Budidaya Kopi
oto Ilustrasi Dampak Ancaman El Nino Terhadap Komoditas Kopi Indonesia Sumber : Adobe Stock
-
Date:
08 Jun 2023 -
Author:
KEHATI
Komoditas kopi Indonesia membutuhkan perhatian ekstra dalam menghadapi isu fenomena El Niño yang diperkirakan terjadi pada semester kedua tahun 2023 hingga awal 2024. Para petani berharap dapat mempertahankan pertumbuhan tanaman kopi sekaligus menjaga kualitas hasil produksi.
Namun ada banyak petani yang belum memahami adaptasi teknik budidaya kopi untuk mengurangi dampak El Niño terhadap kebun kopi mereka. Untuk itu para stakeholder perlu bersinergi dengan petani kopi guna membangun ekosistem yang baik. Dari kolaborasi mereka diharapkan dapat memetakan mitigasi yang memadai dalam mempertahankan produktivitas kopi dalam negeri.
“Kesejahteraan petani sangat bergantung pada kualitas produksi sehingga upaya mengatasi resiko sudah sangat mendesak dan harus tepat sasaran,” kata Reynaldi Istanto, Tenaga Ahli Menteri BUMN sekaligus Wakil Ketua Project Management Office (PMO) Kopi Nusantara. Ia menyampaikan hal ini dalam acara webinar Sekolah Iklim Komoditas Kopi Nasional yang berjudul “Dampak dan Mitigasi Fenomena El Niño Pada Komoditas Kopi di Indonesia”.
Acara yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juni 2023 ini berkat kerjasama dengan Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI), sebuah organisasi non-profit yang memangku pelaku pasar sektor kopi dan stakeholder yang peduli pada bisnis kopi berkelanjutan.
Reynaldi menjelaskan, PMO Kopi Nusantara diprakarsai Kementerian BUMN pada Januari 2022. PMO berpartisipasi dalam mengembangkan ekosistem kopi di Indonesia yang dimulai dengan pendanaan, pendampingan para petani hingga pemupukan. “Upaya mitigasi sangat membutuhkan informasi terbaru tentang El Niño sehingga produksi kopi tetap aman,’ kata Reynaldi.
Lebih lanjut Reynaldi berharap agar sekolah komoditas kopi menjadi forum untuk berbagi pengetahuan dan memberikan pemahaman yang komprehensif tentang dampak El Niño pada industri kopi di Indonesia.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, tingginya variabilitas iklim di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh interaksi antara luasnya lautan yang mengelilingi Indonesia dan atmosfer di atasnya. Interaksi antara laut dan atmosfer inilah yang menjadi faktor pengendali iklim di Indonesia. Salah satu faktor pengendali iklim yang kuat pengaruhnya di Indonesia adalah El Niño Southern Oscillation (ENSO). Dinamika ENSO meliputi fase Netral, El Niño atau panas ekstrim, dan La Nina atau cuaca dingin ekstrim.
Indikator kemunculan El Niño diawali dengan menghangatnya suhu muka laut di wilayah Pasifik bagian timur dan tengah. Akibatnya pembentukan awan serta hujan juga ikut bergeser. Periode El Niño dan La Nina berlangsung selama 6 bulan hingga 2 tahun dan biasanya terjadi setiap 3 atau 5 tahun sekali.
Negara-negara di Pasifik Timur seperti Peru akan mendapatkan banyak hujan, sedangkan Indonesia, India, Australia, dan negara-negara Oceania memiliki kecenderungan curah hujan yang semakin berkurang. Fenomena ini menambah potensi terjadinya kekeringan. El Niño kuat pernah terjadi pada tahun 1997 dan tahun 2015. Yang perlu digarisbawahi adalah meskipun El Niño dan La Nina bisa terjadi beberapa tahun sekali, namun masing-masing kejadian memiliki karakter yang bervariasi sehingga dampaknya pun berbeda-beda.
Keberagaman iklim yang disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia sangat mendukung fenomena global El Niño khususnya di Nusa Tenggara Barat. Sejak tahun 2020 hingga 2022 Indonesia mengalami Triple-dip La Nina (fenomena La Nina dalam tiga tahun). Fenomena Triple-dip La Nina ini terjadi setiap 20 tahun dan selalu diikuti oleh datangnya El Niño yang kemungkinan besar sudah terjadi di bulan juni 2023. Pada bulan Juli, Agustus, dan September yang akan datang intensitas El Niño akan mencapai 90% atau lebih.
Mutu Kopi Terimbas El Nino
Mengutip penjelasan Tenaga Ahli Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia/PUSLITKOKA-PT.RPN, Dr. Pujiyanto, Indonesia adalah salah satu The Peak 4th produsen kopi di dunia. El Niño yang diperkirakan berintensitas lemah hingga moderate ini secara umum cenderung berdampak negatif. Produksi dan mutu kopi yang terimbas anomali cuaca tersebut sangat bervariasi dan perlu dilakukan mitigasi melalui teknik pembudidayaan.
Meskipun begitu, dampak negatif tidak terjadi di seluruh daerah penghasil kopi. Seperti kopi dari Sumatera diperkirakan mutunya justru lebih bagus. Curah hujan sedikit di bawah normal justru memberi keuntungan pada proses pengeringan sehingga kemungkinan adanya jamur dan okratoksin menjadi berkurang.
Proses penyerbukan kopi hingga menjadi buah yang bisa dipanen membutuhkan waktu antara 10-11 bulan. Sebagian besar buah-buah kopi sudah siap atau bahkan sudah dipanen pada akhir tahun hingga awal tahun. Seperti contohnya yaitu kopi arabika di Pulau Jawa dan Lampung. Dampak El Niño akan besar terjadi pada produksi 10-11 bulan kemudian.
Sebaliknya untuk wilayah Jawa Timur dengan kondisi normal musim kemarau terjadi selama kurang lebih lima bulan dengan curah hujan di bawah 60 ml. Ketika terjadi El Niño dampaknya terhadap tanaman kopi lebih parah. Salah satu cara mengurangi efek buruk yaitu dengan memberi hujan kiriman. Hujan kiriman sangat penting dalam mempertahankan tanaman kopi sehingga efek buruk pada kondisi fisik maupun produksinya tidak separah apabila tidak ada kiriman hujan sama sekali walaupun masa kemaraunya lebih pendek.
Dampak dari kemarau panjang terhadap tanaman kopi adalah cekaman air yang berat (kondisi tanaman tidak menerima asupan air yang cukup). Dampak lainnya berupa naungan berkurang, tanaman mati, bunga gagal mekar, PBKo (hama penggerek buah kopi) meningkat, dan produksi menurun. Bahkan hama penggerek kopi sudah banyak bermunculan pada tanaman kopi di dataran tinggi.
Dapat disimpulkan bahwa tingkat penurunan produktivitas kopi tergantung pada intensitas El Niño. Semakin kuat El Niño dan semakin panjang bahkan kalau sampai berlanjut hingga tahun depan dampaknya akan sangat besar.
Tinggi rendahnya intensitas El Niño juga mempengaruhi pemulihan produksi dan kondisi fisik tanaman kopi. Kalau intensitas cekamannya itu sangat besar, maka pemulihannya bisa sampai 3 tahun. Sedangkan El Niño intensitas ringan atau moderate hanya membutuhkan satu tahun proses pemulihan. Perubahan iklim cenderung berdampak negatif terhadap produksi dan mutu kopi meskipun pada beberapa tempat ada efek positifnya.
(Tim KEHATI)