Merawat Mata Air Watonitung
Anak muda dari Kelompok Bambu Andaka berupaya keras menyelamatkan mata air Watonitung, satu-satunya sumber air di desa Kawalelo Kab. Flores Timur.
-
Date:
06 Jul 2023 -
Author:
KEHATI
Masyarakat Desa Kawalelo di Flores Timur beberapa tahun terakhir mulai merasakan krisis air sebagai dampak dari perubahan iklim. Kondisi ini disebabkan oleh berkurangnya debit air di mata air Watonitung yang merupakan satu-satunya sumber air di desa mereka.
Menyadari hal itu, anak-anak muda yang merasa prihatin dengan terbatasnya ketersediaan air di wilayah Desa Kawalelo kemudian membentuk Kelompok Bambu Andaka. Kelompok Bambu Andaka ini bertujuan untuk memulihkan dan merawat kondisi mata air Watonitung agar mampu memenuhi kebutuhan air penduduk desa Kawalelo. Pada mulanya pejuang konservasi Bambu Andaka mendapat tantangan khususnya dari pemerintah desa setempat.
“Pada kesempatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes), kami sempat memberi masukan bahwa sudah saatnya dibuat program pelestarian untuk mengatasi persoalan mata air Watonitung,” ujar Sekretaris Kelompok Bambu Andaka Hendrikus Subankola
Mata air merupakan sumber air yang aman untuk dikonsumsi karena sudah melalui proses pemurnian secara alami. Mata air Watonitung hanya ada di Desa Kawalelo yang masuk dalam wilayah Kecamatan Demong Pagong Kabupaten Flores Timur. Selama sepuluh tahun Mata Air Watonitung mampu menyuplai kebutuhan air masyarakat di Desa Kawalelo. Namun akhir-akhir ini mereka merasakan bahwa debit airnya semakin kecil.
Ada beberapa penyebab debit air ini semakin berkurang. Mata air Watonitung terletak di area berpasir yang mudah longsor ketika curah hujan tinggi. Monyet-monyet yang masih banyak ditemukan di Kawalelo sering melompat di atas batu-batu dan membuat bebatuan tersebut jatuh menutup area mata air. Penyebab lainnya adalah musim kemarau yang lebih panjang sehingga volume air semakin berkurang.
Andreas Teri Sogen, salah seorang warga Desa Kawalelo yang bekerja sebagai petani mengatakan bahwa Kawalelo adalah salah satu desa yang dikenal cukup gersang. Pada tahun 1996 dengan dukungan dari sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mereka bisa mendapatkan air leding yang dialirkan dari mata air Bama. Namun tahun 2021 krisis air kembali melanda desanya.
“Sejak saat itu kami mendapatkan pendampingan dan dukungan dari Yapensel dan KEHATI melakukan penanaman bambu di lokasi mata air Watonitung. Saat ini debit airnya mulai membaik. Kami akan terus menjaga dan melestarikan agar Kawalelo terbebas dari krisis air,” lanjut Andreas.
Beli Air
Selama ini banyak masyarakat Desa Kawalelo membeli air dari sumber mata air yang diperjual belikan oleh para distributor, dengan jarak tempuh yang cukup jauh dari wilayah mereka. Untuk memenuhi besarnya biaya kebutuhan air tersebut, mayoritas penduduk Desa Kawalelo kemudian bekerja sebagai petani di musim hujan, dan nelayan di musim kemarau.
Selain faktor ekonomi, krisis air yang dialami penduduk Desa Kawalelo juga berdampak pada kehidupan sosial masyarakatnya. Kesenjangan terjadi karena ada penduduk yang mampu mendapatkan air berlebih sedangkan sebagian penduduk lainnya yang hidup di garis kemiskinan sangat kekurangan suplai air untuk kebutuhan sehari-harinya.
Oleh karena itu, meskipun pemerintah desa setempat belum bersedia untuk memberikan perhatian pada krisis air yang terjadi di Kawalelo, maka Kelompok Bambu Andaka mengambil inisiatif untuk segera melakukan upaya penyelamatan mata air Watonitung. Mereka mencoba menanam anakan kepukutan, pohon beringin, anakan bambu, dan tanaman kersen di area sumber air tersebut.
Dari percobaan penanaman itu, mereka melihat bahwa pohon bambu lebih cepat tumbuh dibandingkan tanaman lainnya. Selain bisa hidup di area berpasir, tanaman bambu memiliki dua fungsi, yaitu menjaga struktur tanah dan menjaga air tanah agar tetap stabil. Pohon bambu menyerap banyak air di musim hujan, dan air yang diserap tersebut dikeluarkan pada musim kemarau.
Kegiatan konservasi kemudian difokuskan pada upaya mencari anakan bambu. Karena di desa mereka tidak ada pohon bambu maka Kelompok Bambu Andaka membutuhkan dana untuk membeli anakan bambu dari luar wilayah desa mereka termasuk untuk biaya transportasi. Hendrikus Subankola mengatakan bahwa dalam perjalanannya, Kelompok Bambu Andaka kemudian mendapatkan dukungan sekaligus pendampingan dari Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka (Yaspensel) dan Yayasan KEHATI.
Pada periode pertama penanaman, pemerintah desa setempat mulai memberikan atensi pada kegiatan konservasi yang dilakukan oleh Kelompok Bambu Andaka. Mereka lalu terlibat dengan memberikan dukungan berupa tenaga serta menyediakan konsumsi pada waktu proses penanaman anakan bambu dan juga ikut melibatkan diri untuk memonitor pertumbuhan anakan bambu tersebut.
Memasuki kegiatan penanaman yang kedua, yayasan KEHATI dan Yaspensel memberikan bantuan berupa 700 anakan bambu. Untuk mendistribusikan anakan-anakan bambu tersebut, Kelompok Bambu Andaka bersama masyarakat mengajak siswa-siswi SMK Pariwisata Ancop memberikan kontribusi mereka karena sekolah tersebut berada di wilayah Desa Kawalelo. Pihak sekolah menyambut dengan baik dan bersedia berpartisipasi melakukan konservasi untuk menyelamatkan debit air di Watonitung.
Proses pengawasan atau monitoring perlu dilakukan untuk memastikan anakan bambu tumbuh dengan baik. Sedangkan untuk menjaga tanaman-tanaman bambu yang masih kecil itu Kelompok Bambu Andaka memiliki rencana program membuat bronjong supaya anakan-anakan bambu tidak tertimpa tanah longsor. Bronjong terbuat dari anyaman kawat yang di dalamnya diisi dengan bebatuan. Bronjong berfungsi untuk melindungi dan memperkuat struktur tanah agar tidak terjadi longsor di area sungai.
“Untuk program pembuatan bronjong ini kami berharap pihak yayasan KEHATI dan Yaspensel akan kembali memberi dukungan seperti sebelumnya. Selain itu kami juga berharap intervensi dana dari Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa setempat,” Kata Hendrik.
Dalam mengatasi defisit air sebagai salah satu dampak perubahan iklim dibutuhkan kerjasama semua pihak. Kegiatan penanaman bambu adalah satu-satunya upaya untuk menyelamatkan mata air Watonitung dan sudah dimulai sejak dua tahun lalu. Meskipun pada awalnya hanya sebagian kecil masyarakat desa yang ikut andil, namun mulai tahun ini mayoritas penduduk Kawalelo membantu Kelompok Bambu Andaka dalam kegiatan konservasi ini. Diperkirakan 5-10 tahun debit air di Watonitung bisa stabil dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di Desa Kawalelo.
LVListyo (Tim KEHATI)