98 views Opini : Keindahan Gunung Talamau dari Perspektif seorang Peneliti Botani - KEHATI KEHATI

Opini : Keindahan Gunung Talamau dari Perspektif seorang Peneliti Botani



Foto Gunung Talamau, Puncak Tertinggi di Sumatera Barat (Foto : Gerbang Nalar)

  • Date:
    12 Des 2024
  • Author:
    KEHATI

Oleh:

Peneliti Ahli Muda – Badan Riset dan Inovasi Nasional

Muhammad Efendi

 

Gunung Talamau, 2.982 m dpl., adalah sebuah gunung api tertinggi di Sumatra Barat yang terletak di Kabupaten Pasaman Barat. Gunung Talamau menjadi salah satu destinasi bagi Para Pendaki Gunung dari seantero Sumatra. Bahkan, pada perjalanan tahun 2023, Penulis bertemu langsung dengan pendaki dari Kalimantan Barat yang memang sengaja menikmati keindahan ”Atapnya Negeri Sumatra Barat” tersebut. 

Bagi saya, sebagai seorang Peneliti Botani, Gunung Talamau adalah sebuah serpihan emas yang masih tersisa di Pulau ”Suwarnadwipa” Sumatra. Walalupun bukanlah tertinggi di Sumatra, Gunung Talamau menyajikan pesona keindahan flora yang tidak kalah menariknya dengan gunung lain di Sumatra. Nama Talamau sendiri, dalam beberapa sumber juga tertulis Talakmau, telah diabadikan menjadi nama-nama tumbuhan. Sebut saja Impatiens talakmauensis Utami tahun 2012, Arenga talamauensis Mogea pada tahun 2004, Drypetes talamauensis J.J. Sm. tahun 1924, dan Dendrochilum talamauensis pada tahun 1922 (diperbaharui menjadi Coelogyne talamauensis (J.J.Sm.) M.W.Chase & Schuit. pada tahun 2021). Hal ini sebagai sebagian bukti yang menceritakan eksitensinya sebagai gunung yang telah lama dikunjungi oleh para Peneliti Botani. 

Catatan-catatan spesimen herbarium juga menguatkan kunjungan ahli botani di Gunung Talamau. Salah satunya adalah koleksi spesimen herbarium dari Bunnemeijer, botanis kelahiran Amsterdam yang telah menginjakkan kakinya di Gunung Talamau pada tahun 1917. Bunnemeijer melakukan ekspedisi ke Gunung Talamau melalui jalur Pinagar untuk menuju kaki Gunung Talamau. Kemudian, mereka membuat beberapa kali perkemahan yakni pada ketinggian 400 m dpl., 1060 m dpl., 1300 m dpl., 1900 m dpl. dan 2780 m dpl. hingga akhirnya mendaki ke puncak. 

Dalam perjalanannya itu, Bunnemeijer mengumpulkan lebih dari 1339 nomor spesimen dari Sumatra Barat secara keseluruhan (BunnemeijerHAB (nationaalherbarium.nl). Menariknya, jejak-jejak flora dari Bunnemeijer di Gunung Talamau masih dijumpai sampai saat ini. Dalam beberapa referensi menunjukkan bahwa spesimen koleksi dari Bunnemeijer memiliki kontribusi yang penting dalam taksonomi maupun konservasi, antara lain Nepenthes dubia, Nenga gajah, Begonia gracilicyma, Begonia areolata, Nepenthes pectinata, Impatiens pyrrhotricha, dan Impatiens talamauense. Penemuan kembali jenis-jenis tersebut tidak hanya berbicara tentang keanekaragaman hayati saja, tetapi juga menegaskan pentingnya upaya pelestarian dan penelitian botani secara berkelanjutan di Gunung Talamau. Pondasi yang telah dibangun oleh Bunnemeijer tetap relevan dan berharga bagi generasi mendatang. 

Gambar salah satu jenis Nepenthes sp. di hutan Gunung Talamau

 

Flora Gunung Talamau: Jenis endemik dan terancam punah

Seperti halnya, Bunnemeijer dan mungkin banyak ahli botani yang telah berkunjung ke Gunung Talamau, mendokumentasikan flora menjadi salah satu tujuan dalam sebuah ekspedisi. Sampai saat ini, belum ada data yang merinci secara pasti berapa jumlah flora yang ada di Gunung Talamau. Dalam sebuah perjalanan flora di Gunung Talamau, Penulis dan tim mendokumentasikan hampir 100 jenis tumbuhan di Gunung Talamau. Jika ditambah dengan jenis yang telah dikoleksi di Kebun Raya Cibodas, jumlahnya mencapai 200 jenis. Tentu, ini masih jauh dari sempurna untuk mencapai data jenis sesungguhnya di Gunung Talamau. 

Dari jenis tumbuhan yang telah dicatat dari Gunung Talamau lima jenis diantaranya termasuk ke dalam kategori tumbuhan terancam menurut IUCN redlist, yaitu Symplocos canescens (kategori rawan atau Vulnerable), Nepenthes spectabilis (kategori rawan), Amorphophallus titanum (kategori terancam/ Endangered), Eusideroxyllon zwageri (kategori rawan), dan Nepenthes dubia (kategori kritis/CR). Jenis lain yang belum teridentifikasi sampai ke jenis masih mungkin masuk ke dalam kategori tumbuhan terancam menurut IUCN, terutama dari keluarga Dipterocarpaceae.   

Amorphophallus titanum atau bunga bangkai berukuran lebih dari 4 m ditemukan di sekitar air terjun Lenggo Geni Gunung Talamau. Sayangnya, jenis ini banyak tersebar di luar kawasan hutan lindung terutama di perkebunan masyarakat dan dianggap sebagai gulma. Jika tidak tertangani dengan baik dan cepat, jumlah populasinya akan semakin menurun dan menunggu waktu untuk punah. Selain itu, permasalahan reproduksinya juga dapat menghambat regenerasi di habitat alaminya. Bunga jantan dan bunga betina tidak matang bersamaan sehingga diperlukan individu lainnya yang matang bersamaan. Tentu hal ini menyebabkan produksi buah jarang terbentuk di alam. Oleh karena itu, upaya konservasi yang lebih serius dan terkoordinasi sangat diperlukan untuk memastikan kelangsungan hidup kedua jenis tersebut pada habitat alaminya. 

Di bawah naungan pepohonan yang tinggi pada zona submontana hingga montana bagian bawah, tetumbuhan herba menutupi lantai hutan yang lembab. Jenis Impatiens, Begonia, Elatoestama dan jenis Cyrtandra tercatat sebagai jenis endemik Sumatra hidup di sana. Misalnya, Impatiens dewildeana yang melimpah di lantai hutan dari Pos Rindu Alam hingga Pos Bumi Sirasah. Seringkali, tumbuh bersama jenis Elatostama dan Begonia. Formasi lantai hutan juga menunjukkan komposisi yang berbeda pada rentang ketinggian tertentu, seperti yang dijumpai pada jenis Begonia. Perbedaan ini mencerminkan adaptasi spesifik setiap jenis tumbuhan terhadap variasi kondisi lingkungan, menjadikan ekosistem hutan Sumatra semakin kaya dan beragam.

Gambar Impatiens dewildeana, penghuni lantai hutan Gunung Talamau Sumatra

 

Pada zona montana atau kawasan di atas 2000 m dpl. tetumbuhan ”periuk kera” atau juga dikenal dengan nama Kantung semar mulai bermunculan di antara paku resam Dicranopteris spp., paku payung Dipteris conjugata dan jenis Azalea (Rhododendron sp.). Sebagai contohnya dari jenis Nepenthes dubia dan N. pectinata, endemik Sumatra. Tanpa melihat kantung dari N. dubia di alamnya, sulit bagi kami untuk membedakan dengan jenis jenis-jenis Nepenthes yang ditemukan di Gunung Talamau, karena morfologi daunnya sangat mirip. Kantung pada periuk kera hanya akan terbentuk sebagai bentuk adapatasi terhadap habitat miskin hara untuk memenuhi kebutuhan nitrogennya. Masih menjadi misteri yang sepenuhnya belum terungkap bagaimana adaptasi evolusi yang unik pada jenis-jenis periuk kera dan asosiasi dengan tetumbuhan di sekitarnya. 

Vegetasi di sekitar Pos Rajawali Putih, pos terakhir sebelum puncak, merupakan sebuah hamparan luas yang sedikit tergenang air ketika hujan. Di sekitarnya terdapat 13 telaga sebagai tandon air alami, serta memiliki kepercayaan mistis dalam masyarakat. Jenis tumbuhan yang mendominasi vegetasi ini antara lain Rhododendron dan Vaccinium dari Keluarga Ericaceae, ditambah berbagai jenis tumbuhan paku yang telah teradaptasi dengan iklim mikro di puncak gunung seperti jenis resam, Blechnum, Selaginella, dan jenis paku kawat Lycopodiella. Jenis Rubus ”raspberry” buah kuning dengan helaian bawah keperakan, sepertinya yang pernah saya temukan di Gunung Gede Pangrango dan beberapa puncak gunung lainnya. 

Gambar Populasi Rhododendron di tepi talago Puti Sangka Bulan, salah satu telaga di Gunung Talamau

 

Keberagaman flora di Gunung Talamau tidak hanya menciptakan ekosistem unik secara ekologis, tetapi juga kaya akan nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat. Simfoni alami terbentuk dalam hubungan yang saling berkaitan antar entitas penyusun ekosistem hutan hujan tropis Gunung Talamau. Setiap jenis tumbuhan, baik yang berperawakan pohon besar, tumbuhan liana, perdu, semak hingga lumut yang berukuran mikroskopik memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan. Ini adalah pengingat akan pentingnya menjaga dan melestarikan ”paru-paru dunia”, serta habitat bagi keragaman hayati yang tak ternilai. Talamau adalah sebuah warisan alam yang harus dilestarikan, tidak hanya untuk generasi kita, tetapi juga untuk masa depan bumi.