2,838 views Paradigma Baru Pemulihan Ekosistem Mangrove - KEHATI KEHATI

Paradigma Baru Pemulihan Ekosistem Mangrove



  • Date:
    26 Jul 2021
  • Author:
    KEHATI

Ditulis oleh:

Associate Professor Bidang Ekologi Hutan dan Koservasi Biodiversitas Tropika

Fakultas Kehutanan Universitas Sumatra Utara

Onrizal, Ph.D.

 

Hari Mangrove Sedunia

Pada 26 Juli 2016 untuk pertama kalinya Hari Mangrove Sedunia diperingati secara global. Penetapan tanggal tersebut berdasarkan Resolusi 38C/66 yang dihasilkan oleh Sidang Umum UNESCO di Paris, pada tanggal 6 November 2015 sebagai jawaban atas usulan Ekuador. Dalam resolusi tersebut peringatan hari mangrove sedunia secara resmi disebut “International Day for the Conservation of the Mangrove Ecosystem,” namun lebih dikenal dengan “World Mangrove Day.” Kemudian, setiap tahun tanggal tersebut diperingati sebagai hari mangrove sedunia dengan tujuan (a) untuk meningkatkan kepedulian global terhadap nilai penting ekosistem mangrove sebagai ekosistem unik dan spesial namun dalam kondisi terancam dan (b) untuk mempromosikan berbagai solusi untuk pengelolaan, konservasi dan pemanfaatannya secara lestari.[1]

 

Mangrove merupakan tipe hutan yang didominasi oleh pepohonan atau semak yang tumbuh di daerah pasang surut pantai yang tersebar di daerah tropis dan sub-tropis. Tumbuhan mangrove mampu beradaptasi pada habitat yang labil, kurang oksigen dan berair payau serta tergenang saat air pasang. Luas mangrove hanya sekitar 1% dari luas hutan tropis atau hanya sekitar 0,4% dari luas hutan global. Dengan demikian, mangrove hanya bagian kecil saja dari seluruh hutan dunia. Namun mengapa penting sehingga ada hari khusus secara global untuk memperingatinya?

 

Nilai Penting Mangrove

Bencana tsunami 26 Desember 2004 tercatat sebagai bencana alam paling mematikan dalam sejarah modern dengan korban hampir 230.000 meninggal.[2] Namun demikian, berbagai publikasi ilmiah berdasarkan penelitian lapangan pasca bencana dahsyat tersebut di Asia dan Afrika menunjukan hutan mangrove yang baik mampu melindungi nyawa dan perkampungan yang berada di belakangnya.[3]Sebaliknya, korban banyak terjadi pada daerah yang mangrovenya telah hilang atau rusak dan terfragmentasi. Selain itu, mangrove yang baik juga terbukti mampu melindungi wilayah pesisir dari angin badai, abrasi dan peningkatan permukaan air laut (sea level raise).[4] Oleh karena itu, hutan mangrove sangat penting secara fisik untuk melindungi masyarakat dan sumber daya pesisir dari bencana alam, terutama Indonesia sebagai negara kepulauan, dimana pulau-pulau terluar terlindung oleh hutan mangrove. Bila hutan mangrovenya hilang, kemudian terjadi abrasi dan pulau-pulau terluar tersebut hilang, bagaimana dengan batas negara Indonesia?[5]

 

Lahan basah mangrove sudah dikenal lama sebagai tempat bertelur, memijah dan membesarkan serta mencari makan dan bermain bagi biota perairan pesisir. Sebagian atau keseluruhan siklus hidup biota tersebut tergantung pada ekosistem mangrove. Hutan mangrove tercatat sebagai awal dari rantai makanan ekosistem pesisir. Sebagai contoh, hampir seluruh udang yang ditangkap di perairan Asia Tenggara siklus hidupnya sangat tergantung pada hutan mangrove. Setiap kehilangan 1.000 ha mangrove, maka nelayan rata-rata kehilangan tangkapan udang sekitar 112,8 ton udang. Sekitar 2/3 jenis ikan hanya hidup di mangrove yang baik dan berbagai jenis ikan tersebut tidak dijumpai pada hutan mangrove yang rusak apalagi yang hilang.[6] Kehilangan hutan mangrove di pesisir timur Sumatra Utara tercatat telah menyebabkan berbagai jenis biota perairan menjadi langka atau tidak pernah tertangkap sama sekali. Dampak berikutnya, pendapatan nelayan tangkap turun drastis.[7] Dengan demikian, hutan mangrove tidak saja sangat penting untuk melestarikan keanekaragaman biota perairan pesisir, namun juga sangat penting dalam mendukung ketahanan ekonomi masyarakat nelayan dan sumber protein anak bangsa.

 

Berbagai hasil penelitian menunjukan ekosistem hutan mangrove mampu menyimpan karbon hampir 5 kali dari ekosistem hutan hujan tropis[8], dan sampai 10 kali dari kebanyakan ekosistem di bumi.[9] Pada sisi lain, kerusakan dan kehilangan mangrove memicu pelepasan karbon dan metan sebagai elemen penting dari gas-gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global. Oleh karena itu, pelestarian hutan mangrove yang baik dan rehabilitasi mangrove yang rusak sangat penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan mencegah pemanasan global.

 

Fakta-fakta tersebut merupakan sebagian kecil dari nilai penting ekosistem mangrove bagi kehidupan manusia, mulai dari skala lokal, regional dan global. Namun demikian, di sisi lain kerusakan dan kehilangan mangrove terus terjadi dan adakalanya dalam laju yang lebih tinggi. Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia, namun pada saat yang sama juga berkontribusi paling besar pada kehilangan mangrove dunia. Dalam periode 2000-2012, Indonesia tercatat sebagai negara yang kehilangan hutan mangrove terluas di Asia Tenggara[10] dan dunia.[11] Pada periode tersebut, hampir separuh kehilangan hutan mangrove Indonesia disebabkan konversi menjadi tambak dan kemudian diikuti dengan konversi ke kebun kelapa sawit. Pada periode berikutnya sampai tahun 2020, konversi ke kebun kelapa sawit melampaui konversi ke tambak, seperti yang terjadi di pesisir timur Sumatra Utara.[12] Belum lagi berbagai kegiatan yang menyebabkan kerusakan hutan mangrove meningkatkan kerentanan wilayah pesisir terhadap bencana alam serta mengancam ketahanan masyarakat pesisir dan negara. Oleh karena itu, harus ada kebijakan strategis nasional terkait penghentian konversi hutan mangrove menjadi penggunaan lain.

 

Pada kesempatan yang sama, harus ada perbaikan signifikan terkait upaya resrotasi dan rehabilitasi hutan mangrove yang rusak, baik berupa lahan terbuka, bekas tambak dan bentuk lainnya. Hal ini penting dan harus segera dilakukan terkait dengan program rehabilitasi mangrove Indonesia seluas 600.000 ha dalam periode 2020-2024 agar tidak mengulang kesalahan dan kegagalan yang dialami pada kegiatan-kegiatan sebelumnya. Berbagai laporan dari lapangan sebagaimana dilaporkan berbagai media, berbagai kegiatan rehabilitasi mangrove tahun 2020 mengalami kegagalan.[13]

 

Paradigma Baru Strategi Pemulihan Mangrove

Restorasi dan rehabilitasi sebagai upaya pemulihan mangrove bukan sekedar penanaman atau berhenti pada kegiatan penanaman mangrove. Kegiatan padat karya rehabilitasi mangrove yang dimulai tahun 2020, misalnya, biayanya dihitung berdasarkan hari orang kerja (HOK) sebagai upah kerja dan pembelian bahan seperti untuk penyediaan bibit, bambu untuk ajir dan pelindung tanaman.[14] Bagaimana setelah penanaman? Bagaimana pertanggungjawaban apabila tanaman gagal setelah beberapa bulan setelah penanaman, sementara biaya yang dibayarkan adalah untuk hal tersebut sebagai upah beserta beli bahan? Oleh karena itu, paradigma lama ini harus dihentikan. Rehabilitasi mangrove bukan identik dengan penanaman mangrove.

 

Berbagai laporan lapangan yang diekspos media menjadi bukti-bukti kegagalan tersebut, tidak saja karena sekedar kegiatan penanaman, namun pemulihan mangrove perlu memperhatikan kondisi lahan yang khas atau aspek ekologi terkait kesesuaian jenis mangrove yang ditanam dengan kondisi lahan yang akan ditanam. Jenis-jenis tumbuhan mangrove memiliki adaptasi tersendiri terhadap kondisi habitatnya yang dikenal dengan zonasi mangrove. Ini hanya sebagian kecil aspek ekologi yang sering diabaikan dalam kegiatan rehabilitasi mangrove yang berwujud hampir keseluruhan yang ditanam adalah jenis bakau (Rhizophora spp.), terutama Rhizophora apiculata. Padahal, Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki jenis tumbuhan/pohon mangrove paling kaya di dunia. Ketika jenis tersebut ditanam pada lokasi yang salah meskipun di ekosistem mangrove, tanamannya seperti hidup segan, matipun dominan.[15]Akibatnya, kegiatan rehabilitasi gagal memenuhi tujuannya untuk memulihkan kondisi ekosistem mangrove.[16]

 

Gagal memenuhi aspek ekologi berarti jaminan kegagalan restorasi/rehabilitasi mangrove. Namun, ketika aspek ekologi terpenuhi yang menjamin keberhasilan pada tahap awal (dengan tumbuh baiknya tanaman mangrove), mangrove tetap tidak akan bertahan lama bila tidak memenuhi aspek lainnya. Aspek lain yang secara bersama-sama dengan aspek ekologi menjadi jaminan keberhasilan pemulihan mangrove adalah aspek sosial dan aspek ekonomi (Gambar 1).

 

Gambar 1. Hipotesis keberhasilan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan berbagai kombinasi pertimbangan aspek rehabilitasi/restorasi: ekologi, sosial dan ekonomi. Garis B-D merupakan rehabilitasi yang mempertimbangkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi secara terintegrasi memberi jaminan keberhasilan tertinggi program rehabilitasi, sehingga manfaat ganda hutan mangrove dapat tercapai. Garis B-D” merupakan rehabilitasi yang mempertimbangkan aspek ekologi dan sosial namun mengabaikan manfaat ekonomi bagi masyarakat pesisir akan menyebabkan keberhasilan tingkat sedang dan masyarakat akan kembali melakukan eksploitasi yang bersifat merusak untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Garis B-D’ merupakan rehabilitasi yang hanya mempertimbangkan aspek ekologi saja, akibatnya masyarakat merasa tidak memiliki tanggung jawab untuk memelihara dan dalam waktu yang tidak terlalu lama melakukan eksploitasi yang bersifat merusak untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. C merupakan gambaran dari skenario status quo atau tanpa perbaikan (dimodifikasi dari Biswas et al., 2009[17] dan Onrizal, 2014[18]).

 

Secara ringkas, kegiatan rehabilitasi mangrove mulai dari perencanaan sampai implementasi beserta monitoring dan evaluasi mengintegrasikan unsur rehabilitasi, seperti alasan (why) yang benar, tujuan (what) yang tepat, pendekatan (how) yang tepat, lokasi (where) yang sesuai, waktu/momen (when) yang tepat dan para pihak terlibat (whom) yang bertanggung jawab. Ketepatan dalam menerjemahkan konsep rehabilitasi ekosistem mangrove ke dalam kegiatan rehabilitasi merupakan faktor kunci keberhasilan rehabilitasi mangrove. Penyusunan perencanaan, implementasi dan monitoring serta evaluasi program rehabilitasi dengan memperhatikan secara utuh ketiga aspek terkait, yakni ekologi, sosial dan ekonomi. Konsep rehabilitasi ekosistem mangrove tersebut diuraikan menjadi 6 langkah utama sebagai panduan dalam praktik rehabilitasi ekosistem mangrove (Tabel 1). Langkah detil dari setiap langkah-langkah utama tersebut perlu diurai pada tempat dan kesempatan yang lain.

 

Tabel 1. Tahapan dan aktivitas setiap tahapan dalam rehabilitasi mangrove

Langkah ke

Kegiatan

1

Identifikasi permasalahan dan garis besar tujuan rehabilitasi

2

Mensitesis kondisi ekosistem masa lalu dan sekarang, terutama struktur ekologi dan fungsinya dan ketergantungan masyarakat sekitar terhadap sumber daya mangrove

3

Menyusun garis besar rencana rehabilitasi yang sistematis (rekayasa ekologi; ecological engineering)

4

Mengembangkan keterlibatan masyarakat dan rencana subsidi pendapatan (rekayasa ekonomi-sosial), termasuk pengembangan bisnis rehabilitasi mangrove, misalnya ekowisata, pengembangan produk makanan dan minuman berbasis mangrove serta pencarian pasarnya.

5

Mengembangkan rencana detil implementasi (tata letak bagaimana menerapkan berbagai aktivitas di bawah rencana yang berbeda)

6

Mengembangkan dan menerapkan mekanisme pengawasan yang ketat untuk manajemen adaptif yang logis.

 

Penutup

Paradigma rehabilitasi mangrove dengan mengintegrasikan aspek ekologi, sosial dan ekonomi ini telah penulis praktikan bersama masyarakat dan berbagai elemen bangsa lainnya di berbagai wilayah di Sumatra[19] , lokasi lain di berbagai wilayah Indonesia[20], serta daerah tropis lainnya. Aspek ekologi merupakan nyawa kegiatan rehabilitasi mangrove. Keterlibatan masyarakat setempat yang berdekatan dengan lokasi rehabilitasi sejak awal menjadi jembatan penghubung bahwa rehabilitasi adalah kegiatan bersama, bukan sekedar proyek, sehingga rasa memiliki terbangun sejak awal. Tidak terputus ketika proyek rehabilitasi habis masa kontrak formal, kemudian aktivitas ini diikat dengan pengembangan ekonomi berbasis sumber daya dari kegiatan rehabilitasi mangrove, seperti  ekowisata, pengembangan produk makanan dan minuman berbasis mangrove serta pencarian pasarnya.

 

Pembenahan yang dimulai dari aspek perencanaan sampai implementasi, serta monitoring dan evaluasi harus dilakukan. Semoga dengan rehabilitasi mangrove secara terintegrasi, mangrove yang rusak dapat pulih kembali, dan dapat mendukung ketahanan masyarakat dan negara, serta berkontribusi secara global dalam mitigasi perubahan iklim dan pencegahan pemanasan global. Selamat hari mangrove sedunia!

 

[1] Lihat lebih lanjut di https://en.unesco.org/commemorations/mangroveday

[2] Lihat lebih lanjut di https://www.worldvision.org/disaster-relief-news-stories/2004-indian-ocean-earthquake-tsunami-facts

[3] Lihat lebih lanjut di https://onrizal.wordpress.com/2015/12/26/tsunami-mangrove-dan-kepedulian-kita/

[4] Lihat lebih lanjut di https://www.nature.org/media/oceansandcoasts/mangroves-for-coastal-defence.pdf

[5] Baca lebih lanjut di https://isnet.or.id/mangrove-penjaga-keutuhan-tanah-air/

[6] Baca lebih lengkap Onrizal dkk. (2020, May). The Correlation Between Mangroves and Coastal Aquatic Biota. Journal of Physics: Conference Series, 1542 (1), 012064 di https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1742-6596/1542/1/012064/meta

[7] Lebih lanjut baca di https://www.voaindonesia.com/a/luas-hutan-bakau-di-pesisir-timur-sumatra-utara-terus-terdegradasi/5391601.html

[8] Lebih lanjut baca Donato dkk. (2011). Mangroves among the most carbon-rich forests in the tropics. Nature geoscience4(5), 293-297 di https://www.nature.com/articles/ngeo1123%C2%A0

[9] Lebih lanjut baca Adame dkk. (2021). Future carbon emissions from global mangrove forest loss. Global Change Biology27(12), 2856-2866 di https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/gcb.15571 atau di https://news.griffith.edu.au/2021/04/15/new-research-determines-high-price-of-mangrove-loss/

[10] Lebih lanjut baca Richards, D. R., & Friess, D. A. (2016). Rates and drivers of mangrove deforestation in Southeast Asia, 2000–2012. Proceedings of the National Academy of Sciences113(2), 344-349 di https://www.pnas.org/content/pnas/113/2/344.full.pdf

[11] Lebih lanjut baca Bryan-Brown dkk. (2020). Global trends in mangrove forest fragmentation. Scientific Reports10(1), 1-8 di https://www.nature.com/articles/s41598-020-63880-1

[12] Lebih lanjut baca https://www.rmolsumut.id/mangrove-di-pantai-timur-sumatera-utara-semakin-kritis

[13] Sebagai contoh baca di https://www.jabejabe.co/17-000-mangrove-ditanam/, https://www.viva.co.id/berita/nasional/1368358-puluhan-hektare-tanaman-mangrove-program-pen-rusak-diterjang-ombak,

[14] Selanjutnya baca di https://www.mongabay.co.id/2020/10/24/padat-karya-penanaman-600-ribu-hektare-mangrove-di-34-provinsi-dimulai/

[15] Selanjut baca di https://onrizal.files.wordpress.com/2013/09/2013e1_1.pdf

[16] Antara baca di https://www.mongabay.co.id/2016/01/02/mencermati-kondisi-mangrove-11-tahun-pasca-tsunami-aceh/

[17] Lebih lanjut baca Biswas dkk. (2009). A unified framework for the restoration of Southeast Asian mangroves—bridging ecology, society and economics. Wetlands Ecology Management, 17, 365–383 di https://link.springer.com/article/10.1007%2Fs11273-008-9113-7

[18] Lebih lanjut baca Onrizal (2014). Merancang Program Rehabilitasi Mangrove yang Terpadu dan Partisipatif. Wanamina, 3 (2), 6-11 di https://onrizal.files.wordpress.com/2014/11/isi-edisi2-tahun-2014_onrizal-artikel.pdf

[19] Selanjutnya baca https://www.mongabay.co.id/2019/05/27/jadi-sumber-ekonomi-warga-tidak-akan-lagi-mangrove-dirusak-di-lubuk-kertang/, https://onrizal.wordpress.com/2008/11/28/ketika-mangrove-mulai-pulih/

[20] Selanjutnya baca https://www.celebes.co/hutan-mangrove-tongke-tongke