4,209 views Pelestarian Kehati adalah Tanggung Jawab Semua Pihak - KEHATI KEHATI

Pelestarian Kehati adalah Tanggung Jawab Semua Pihak



  • Date:
    09 Jun 2018
  • Author:
    KEHATI

Perbaikan dan pelestarian keanekaragaman hayati adalah tugas semua pihak. Oleh karena itu, meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat, termasuk pihak swasta, akan pentingnya pelestarian sumber daya alam dan perlindungan keanekaragaman hayati (kehati), menjadi kebutuhan yang mendesak.

 

 

Terkait kebutuhan tersebut, Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) dan PT Pertamina menjalin kerja sama menyelenggarakan workshop tentang perlindungan kehati selama dua hari di Gedung Pertamina Pusat, Jakarta, pada tanggal 7-8 Mei 2017.

 

 

Sejumlah narasumber dan pakar lingkungan hadir dalam workshop ini, di antaranya tiga tokoh lingkungan sekaligus Pembina KEHATI, yaitu Emil Salim, Ismid Hadad, dan Erna Witoelar. Hadir pula sebagai pembicara, perwakilan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pada kesempatan ini, Yayasan KEHATI dan Pertamina juga berbagai tentang praktik pelestarian kehati yang telah dilakukan di berbagai wilayah di tanah air.

 

 

Dalam sambutannya di acara workshop tersebut, Senior Vice President Corporate HSSE PT Pertamina Lelin Eprianto mengatakan, kegiatan yang diikuti sekitar 200 orang staf dari Corporate Social Responsibility (CSR) dan Divisi Health, Safety, & Environment (HSE) PT Pertamina tersebut, diharapkan bisa memberikan inspirasi dan masukan bagi pengembangan program pelestarian dan perlindungan kehati di lokasi proyek Pertamina.

 

 

Kelestarian lingkungan, ujar Lelin, menjadi parameter utama di semua wilayah kerja Pertamina. Dia berharap Pertamina menjadi perusahaan energi yang beyond culture, beyond safety dan beyond environment.

 

 

“Melestarikan Lingkungan wajib hukumnya bagi Pertamina,” tegas Lelin.

 

 

Untuk menuju lembaga yang excellent, PT Pertamina mempunyai strategi dan komitmen pada empat aspek, yaitu: tidak ada pencemaran lingkungan, tidak ada tuntutan masyarakat, taat pada aturan perundangan lingkungan, dan menerapkan sistem manajemen lingkungan atau program efisiensi sumber daya alam. Potret dan komitmen Pertamina dapat dilihat melalui penghargaan proper yang diperoleh.

 

 

“Ke depan, kami menargetkan semua wilayah kerja Pertamina bisa mendapatkan penghargaan proper, baik kategori emas maupun hijau,” ujar dia.

 

 

Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, Riki Frindos, mengingatkan, planet bumi dan keanekaragaman hayati di dalamnya harus dikelola dan dimanfaatkan secara bijaksana dan berkelanjutan.

 

 

“Kita bukanlah pemilik sumber daya alam hayati yang disediakan bumi, tetapi sekadar memetik manfaatnya untuk mendukung kehidupan kita, untuk kemudian kita wariskan pada generasi-generasi berikutnya, “ tutur Riki.

 

 

Namun, pelestarian keanekaragaman hayati sulit dilakukan tanpa melibatkan semua elemen masyarakat, terutama dunia korporasi. Hal tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak. Oleh karena itu, ia menyampaikan apresiasinya terhadap komitmen Pertamina pada pelestarian keanekaragaman hayati termasuk melalui terselenggaranya workshop ini.

 

 

“Kami juga berharap workshop ini dapat pula menjadi pembuka jalan bagi kerja sama lebih jauh antara PT Pertamina dan KEHATI,” kata Riki.

 

 

Sementara itu, Emil Salim menegaskan tentang prespektif pembangunan jangka panjang melalui praktik-praktik yang bijak. Pertamina, ujar Emil, merupakan korporasi yang handal dalam menghasilkan minyak. Idealnya,  korporasi tersebut menjadi  penghasil minyak  yang bukan merusak lingkungan.

 

 

“Bagaimana mendapatkan minyak tanpa merusak lingkungan dan masa depan. Jika hancurkan biodiversity sekarang, hancurkan masa depan,” tegas Menteri Lingkungan Hidup RI yang pertama ini.

 

 

Ancaman terhadap kehati

Kehati, lanjut Emil, merupakan semua makhluk yang hidup di bumi, termasuk semua jenis tumbuhan, binatang, dan mikroba, yang terbagi menjadi tiga kategori: keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman jenis, dan keanekaragaman genetika (genetic resources).  Kehati menyediakan berbagai jasa lingkungan yang besar manfaatnya bagi umat manusia, seperti sumber pangan, obat-obatan, sandang, energi, penyedia air dan udara bersih, perlindungan dari bencana alam, hingga regulasi iklim di bumi.

 

 

“Dengan demikian, adanya ancaman terhadap kepunahan kehati akan berdampak luas, bukan saja bagi manusia, tapi juga ketahanan lingkungan bagi semua mahluk hidup di bumi ini,” ungkap Emil.

 

 

Ancaman dan tingginya laju kepunahan kehati, tingkat genetik, spesies maupun ekosistem dipengaruhi berbagai sebab, termasuk oleh faktor alam ataupun manusia.  Dewasa ini, justru campur tangan manusia menjadi penyebab dominan terutama , melalui alih fungsi lahan, jumlah penduduk,  deforestasi hutan, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan,  introduksi spesies baru dan invasif, serta pemanasan global dan perubahan iklim.

 

 

Lebih jauh, Emil mengungkapkan, upaya perlindungan terhadap kehati sesungguhnya sejak lama telah menjadi bahasan internasional, khususnya merespons dampak pembangunan ekonomi yang sekadar mengejar angka pertumbuhan dan mengabaikan aspek-aspek sosial dan lingkungan.

 

 

Akhirnya, disepakati konsep pembangunan berkelanjutan yang dikembangkan oleh World Commission on Environment and Development tahun 1987 dan disahkan dalam KTT Bumi tahun 1992. Menurut komisi tersebut, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang memenuhi kebutuhannya.

 

 

Dalam Convention on Biodiversity (CBD) tahun 1992, Indonesia menjadi salah satu negara yang meratifikasi konvensi keanekaragam hayati. Melalui ratifikasi itu, Indonesia bersepakat untuk melindungi dan memanfaatkan kehati secara lestari, serta menurunkannya dalam Aichi Biodiversity Targets.

 

 

Dengan mengacu pada regulasi dunia itu pula dan sebagai salah satu negara megabiodivertas tertinggi di dunia, imbu Emil, Indonesia harus menyelaraskan kegiatan pembangunan dengan upaya perlindungan terhadap lingkungan dan kelestarian keanekaragaman sumber daya hayatinya.

 

 

“Konsep pembangunan berkelanjutan ini kemudian diterjemahkan menjadi Sustainable Development Goals (SDGs), yang terdiri atas 17 tujuan dan 169 target pembangunan berkelanjutan bagi semua negara anggota PBB,” tandasnya.