Millet Festival 2023 : Perkenalkan Millet Sebagai Ketahanan Pangan Global
Pangan lokal Sorgum di Flores
-
Date:
29 Nov 2023 -
Author:
KEHATI
Dampak perubahan iklim yang semakin terasa mendorong negara-negara untuk bekerjasama mencari solusi atas pangan. Misi India untuk ASEAN berinisiatif mengenalkan millet sebagai sumber pangan alternatif selain beras. Bekerjasama dengan Badan Pangan Nasional Indonesia, Misi India untuk ASEAN menggelar Festival Millet 2023 selama lima hari di Jakarta.
Festival yang berlangsung 22-26 November ini bertujuan mendorong negara-negara untuk duduk bersama dan mencari solusi pangan yang bisa adaptif terhadap perubahan iklim. Diversifikasi sumber pangan alternatif selain beras sangat diperlukan agar masing-masing negara memiliki ketahanan pangan meski dihantam pemanasan global.
Millet Festival 2023 diadakan di Mall Kota Kasablanka Jakarta. Dalam misi tersebut, India mengenalkan millet sebagai sumber pangan global. Secara resmi festival dibuka oleh Dubes misi India untuk ASEAN Jayant N. Kobragade. Hadir pula Dubes India untuk Indonesia Shri Sandeep Chakravorty, Sekretaris Departemen Pertanian dan Kesejahteraan Petani (DA&FW) India Maninder Kaur Dwivedi, Wakil Bidang Diversifikasi Pangan dan Keamanan Pangan Badan Pangan Nasional (3PN) Andriko Noto Susanto, dan Direktur Diversifikasi Pangan Badan Pangan Nasional Indonesia Rinna Syawal.
Yayasan KEHATI ikut berperan serta dalam acara festival tersebut. KEHATI memamerkan beragam jenis sorgum dan aneka olahan pangan berbahan sorgum. Pada saat membuka festival, Dubes Kobragade mengatakan “Milet merupakan salah satu elemen penting untuk menjamin ketahanan pangan. Kami ingin anda tahu, melihat bagaimana industri petani dan industri India serta ASEAN dapat berkolaborasi mendorong ketahanan pangan dengan menanam milet.”
Para undangan festival menikmati tarian tradisional dari Indonesia dan India. Pelaku bisnis UMKM India dan negara-negara ASEAN juga turut serta memperkenalkan produk milet yang bervariasi. Acara festival ini berlangsung hingga tanggal 26 November dan diharapkan mampu menggeliatkan potensi milet di mata masyarakat sebagai produk berkelanjutan.
Kontribusi millet perlu diperkenalkan di kancah internasional sebagai alternatif ketahanan pangan yang kaya gizi. Dubes Kobragade menjelaskan bahwa tanaman millet tahan terhadap tekanan abiotik akibat perubahan iklim. Hingga Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menetapkan 2023 sebagai Tahun Millet Internasional. Penetapan ini atas usulan pemerintah India.
Asisten Program Ekosistem Pertanian yayasan KEHATI, Imroatul Mukhlishoh memberikan tanggapan tentang misi yang diemban Millet Festival. Menurutnya wujud kerjasama ASEAN dan India adalah ide yang bagus. Potensi kelompok serealia ini mampu memberikan progres bagi ketahanan pangan global. Di Indonesia, kelompok millet dikenal sebagai sorgum, jali-jali, jewawut, finger millet, proso millet, barnyard millet, dan lain-lain.
Imroatul menjelaskan, sebagai salah satu jenis millet, sorgum mampu menyokong ketahanan pangan dan suplai gizi masyarakat. Sorgum dan jenis millet lainnya merepresentasikan keselarasan dengan alam sehingga menjaga ekosistem yang berkelanjutan. Tanaman ini bisa tumbuh di lahan kritis seperti tanah yang kering dan lahan berbatu sehingga hemat produksi. Karena tidak membutuhkan banyak air dan pupuk, maka millet sangat tahan terhadap perubahan iklim.
KEHATI yang konsisten terhadap sumber daya alam berkelanjutan, tentu saja mendukung kampanye millet agar semakin dikenal dan banyak dikonsumsi masyarakat.
“Sejak tahun 2014, Yayasan KEHATI mendukung program konservasi lahan kering dan pelestarian sorgum dan pangan lokal lainnya berbasis masyarakat di desa-desa yang tersebar di Flores dan Lembata,” tutur Iim.
KEHATI mendorong praktik pertanian berkelanjutan dan berbasis kearifan lokal yang dimiliki masyarakat setempat, mengenalkan kembali sumber-sumber pangan yang telah dilupakan. Melalui anak muda lokal, KEHATI gencar mengkampanyekan agar Masyarakat kembali mengonsumsi beragam pangan lokal.
Pertanian Terancam
India gencar menginisiasi millet sebagai alternatif pangan karena negara dengan populasi penduduk padat itu merupakan salah satu produsen beras dan gandum terbesar di dunia. Kedua tanaman itu butuh banyak air. Pemanasan global telah mengancam beras dan gandum hasil produksi India sehingga sepertiga penduduk negara itu berpotensi kehilangan mata pencaharian.
Para petani meningkatkan kuantitas irigasi yang justru berakibat pada penurunan volume air serta kualitas tanah. Tindakan ini jika tidak dibarengi aksi konservasi justru akan mengancam hasil produksi mereka di masa yang akan datang.
Di sisi lain, negara-negara Asia Selatan termasuk India dan juga negara Asia Timur sejak dulu telah membudidayakan tanaman milet sebagai bahan makanan pokok. Millet terbukti lebih tahan menghadapi perubahan iklim dibandingkan tanaman padi. Namun Indonesia sebagai negara megabiodiversity, belum menganggap millet sebagai sumber pangan.
Sepakat dengan misi Millet Festival, Kepala Bapanas (Badan Pangan Nasional), Arief Prasetyo Adi, menganggap diversifikasi sumber karbohidrat sangat penting dan harus dioptimalkan. Oleh karena itu Bapanas mendorong jasa keragaman pangan di Indonesia, termasuk millet, untuk membangun rakyat yang sejahtera secara ekonomi dan juga tercukupi kebutuhan serat serta protein.
Pada sesi diskusi, Rinna Syawal menambahkan bahwa pemerintah melalui Bapenas telah menerapkan beberapa kebijakan dan strategi supaya masyarakat mulai mengkonsumsi millet. Kebijakan tersebut tentang bagaimana sumber daya lokal berperan krusial dalam keberagaman pangan di daerah. Sambil melakukan promosi, Bapenas juga berkampanye, mengedukasi, serta sosialisasi kepada para pelaku kuliner untuk menggunakan bahan baku millet.
Menurut penjelasan Rina, beberapa daerah di Indonesia merupakan wilayah endemik tanaman millet. Seperti barnyard millet di Sumbawa dan Sulawesi, sorghum di Nusa Tenggara, foxtail millet dari Jawa, Sulawesi, dan Maluku, finger millet dari Sumatera dan Jawa, dan di Flores ada proso millet. Tanaman millet dapat dikonsumsi dalam bentuk bubur atau pengganti nasi, atau diolah menjadi terigu untuk membuat roti pipih.
Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal, menyambut baik kolaborasi negara-negara ASEAN dan India dalam memproteksi kebutuhan pangan mereka dari dampak perubahan iklim. Menurutnya, gerakan kembali ke millet membutuhkan kerjasama yang solid antara pemerintah dan pemangku kepentingan, dalam misi membangun keselarasan antara masyarakat, lingkungan, dan ekonomi berkelanjutan.
LVListyo (Tim KEHATI)