Talk show Diversifikasi Income : Penguatan modal CSO melalui Impact Investment dan Unit usaha
Direktur Eksekutif KEHATI, Riki Frindos memberikan materi dalam sesi Talkshow Financial Diversification through Impact Investment and Business Unit for Non-Profit Organizations.
-
Date:
05 Des 2023 -
Author:
KEHATI
Pendanaan untuk Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) di Indonesia semakin menghadapi tantangan karena banyak lembaga donor internasional mulai mengalihkan bantuannya ke negara lain. Dibutuhkan kemampuan untuk menggali sumber pendanaan agar CSO memiliki kekuatan finansial yang berkelanjutan.
Pada pertemuan bertema “Financial Diversification through Impact Investment and Business Unit for Non-Profit Organizations” yang diadakan oleh Ford Foundation, (5/12/2023), dibahas berbagai kemungkinan yang bisa dilakukan CSO untuk mendapatkan sumber pendanaan berkelanjutan. “Diversifikasi income ini diperlukan agar pendanaan tidak hanya berasal dari satu sumber saja,” kata Alexander Irwan, Direktur Regional Ford Foundation di Auditorium Sequis Center, Jakarta Selatan.
Pertemuan dihadiri oleh perwakilan CSO di seluruh Indonesia. Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI Riki Frindos menjadi salah satu pembicara di acara tersebut, bersama Direktur Investasi ANGIN (Angel Investment Network Indonesia), Atika Benedikta, dan Direktur Eksekutif Visi Integritas, Ade Irawan.
Pertemuan tersebut merupakan salah satu upaya untuk mengedukasi para pengurus CSO agar bisa membuat strategi diversifikasi pendanaan. Para pembicara membagikan pengalaman mereka dalam membuat strategi diversifikasi pendanaan untuk memperkuat finansial organisasi.
Riki menjelaskan, Yayasan KEHATI mengelola dana abadi sejak tahun 1994. Dana hibah itu diperoleh dari Amerika Serikat untuk pelestarian keanekaragaman hayati. Dana tersebut kemudian diputar di pasar modal yang hasil imbalannya dipakai untuk membiayai program yang dilaksanakan oleh mitra KEHATI di lapangan. “Bantuan KEHATI tidak hanya berbentuk uang, namun juga dalam bentuk konsultasi, tenaga ahli atau pun pelatihan-pelatihan,” tutur Riki.
Terapkan ESG
Sebagai organisasi pelestarian keanekaaragaman hayati, strategi KEHATI adalah berinvestasi ke Perusahaan-perusahaan yang menerapkan ESG (environment, Social and Governance). Perusahaan yang menerima investasi dari KEHATI wajib memenuhi 2 kriteria investasi berdampak.
Kriteria pertama yaitu perusahaan penerima investasi tidak berkontribusi pada kerusakan lingkungan dan berdampak negatif pada kehidupan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan cara memastikan perusahaan tersebut menjunjung aspek sosial dan tata kelola yang baik. Sedangkan kriteria kedua bisnis mereka wajib memberikan impact positif kepada masyarakat dan lingkungan.
Garis besarnya adalah, Yayasan KEHATI hanya berinvestasi pada perusahaan yang mampu mewujidkan standar Enviromental, Social, and Governance (ESG). Konsep ini dijalankan dengan cara pendekatan persuasif agar perusahaan-perusahaan tersebut mengadopsi prinsip-prinsip ESG.
Untuk mendapatkan progresnya, Yayasan KEHATI memfasilitasi dengan melakukan assesment saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) berdasarkan kriteria ESG. Jika memenuhi standar, KEHATI akam merekomendasikan pada para fund manager. “Hari ini kami bekerja sama dengan 13 manajer investasi di Indonesia yang sudah memobilisasi dana nasabah hampir Rp 7 triliun per bulan,” lanjut Riki. Jadi dengan melakukan analisa saham di BEI ini juga sebagai diversity income KEHATI yang bernilai sekitar 7-8 milyar per tahun.
Riki mengatakan, KEHATI sendiri saat ini juga sudah bekerjasama dengan BEI untuk mengeluarkan Index Saham berbasis ESG. Hal ini dilakukan agar investor semakin memiliki banyak pilihan dalam berinvestasi.
“Belakangan ini pelaku bisnis didorong agar semakin cerdas dalam menjalankan usahanya. Tidak sekedar mencari untung, namun secara bersamaan juga berkontribusi memberikan dampak positif bagi lingkungan dan Masyarakat,” kata Riki.
Direktur Investasi ANGIN (Angel Investment Network Indonesia), Atika Benedikta, investasi berdampak ini harus memiliki perspektif dampak lingkungan dan sosial. Artinya keduanya harus dibangun sejak awal sebagai dasar melakukan investasi. Selain itu investasi ini harus mencakup elemen profit, tujuan atau intensi, dan proses pengukuran.
Ketika berbicara tentang investasi berdampak, sering muncul isu tranparansi terkait pencapaiannya. Oleh karena itu perlu dipersiapkan standar pengukuran serta validasi dari dampak tersebut. Pada tahun 2020 Yayasan ANGIN bekerjasama dengan Ford Foundation melakukan riset lanskap jenis investasi ini di Indonesia. Dari hasilnya diketahui bahwa banyak investor yang mengalokasikan dana investasi mereka pada sektor investasi sosial, namun belum tentu memiliki mindset dampak sosial dan lingkungan.
Kategorisasi impact investor menurut kajian ANGIN ada dua. Pertama adalah jenis investor yang sudah memiliki kesadaran tinggi tentang dampak sosial dan lingkungan. Mereka biasanya sudah memiliki kerangka untuk mengukur dampak tersebut. Investor ini juga akan memastikan tentang dampak dan standar matriks (pengukuran) kepada para pelaku usaha.
Yang kedua adalah investor yang melihat dampak sosial dan lingkungan sebagai suatu peluang. Mereka belum memiliki penetapan standar pengukurannya. Atau juga bisa seorang investor secara tidak sengaja telah berinvestasi pada suatu usaha yang berkontribusi besar pada sosial dan lingkungan.
Memang perlu dibentuk keselarasan antara kepedulian dan program investor dengan program pelaku usaha. Untuk menentukan matriksnya, sebaiknya dilakukan observasi tentang atensi perusahaan terhadap isu tertentu. Misalnya,isu di sektor pertanian serta dampaknya bagi petani kecil, atau bahkan yang bersifat agnostik yang berkaitan dengan kuantitas pemberdayaan sumber daya manusia serta kesetaraan gender di tingkat manajemen.
Independensi Finansial
Perusahaan jasa konsultan Visi Integritas yang didirikan pada tahun 2019 adalah unit usaha milik Indonesia Corruption Watch (ICW). Tujuan dibangun unit usaha ini selain untuk independensi finansial, juga sebagai dukungan gerakan anti korupsi dan pembangunan tata kelola. Visi Integritas menyasar ke institusi pemerintah, sektor swasta, serta masyarakat sipil.
Pada awal berdirinya, berbagai upaya dilakukan untuk menjamin kualitas sumber daya manusia, serta analisa produk jasa yang akan dijual. Direktur Eksekutif Visi Integritas, Ade Irawan mengatakan “Di awal kami lebih banyak membangun pondasi dan promosi.Karena identifikasi isu nya cukup banyak, maka kami merekrut beberapa tenaga ahli. Mereka adalah orang-orang yang ahli di bidang-bidang spesifik seperti investigasi forensik dan pencucian uang.”
Masih menurut Ade, langkah selanjutnya Visi Integritas menerapkan teknik canvassing sebagai strategi promosi. Strategi canvassing adalah cara memperkenalkan produk door to door ke berbagai lembaga yang menjadi targetnya. Sebagian adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kemudian lembaga pemerintah dan swasta serta donatur.
Di tahun pertama unit usaha merefleksikan keuntungan kurang lebih 700 juta rupiah. Keuntungan tersebut 70% berasal dari pelatihan. Pada tahun kedua Visi Integritas lebih banyak memberikan jasa konsultasi. Konsultasi ini antara lain tentang manajemen anti penyuapan, penguatan WBS (Work Breakdown Structure/Struktur Rincian Kerja), pendampingan di organisasi, hingga pada tahun ketiga mulai menjual jasa terkait investigasi forensik.
(Tim KEHATI)