10 views Tekad Karli Kada Menjaga Mata Air di Kawalelo - KEHATI KEHATI

Tekad Karli Kada Menjaga Mata Air di Kawalelo



Karli Kada (kiri) melihat potensi bencana kekeringan di desanya Kawalelo Flores Timur. Dengan segenap kemampuannya ia dan warga Kawalelo merevitalisasi mata air dengan menanam bambu dan tanaman lainnya.

  • Date:
    22 Jan 2025
  • Author:
    KEHATI

Usai menempuh studinya, pada tahun 2015 Karli memutuskan kembali ke kampung halaman, Kawalelo, Kecamatan Demon Pagong, Flores Timur. Banyak kegiatan dilakukannya untuk bertahan hidup, mulai dari berkebun, mencari kayu, hingga berburu ikan. Tidak lama kemudian dirinya menyadari adanya potensi bencana yang jika tidak ditangani serius bisa menimbulkan malapetaka bagi warga desanya.

Yohanes Kada Boli Watakoloh, lulusan Sarjana Kesehatan Masyarakat STIK TAMALATEA Makkasar tahun 2015 yang akrab dipanggil Karli, melihat bentang alam mata air Watunitung di Desa Kawalel, yang dihuni oleh 165 KK (Kepala Keluarga) ini terancam mengalami kekeringan.

“Apa yang saya lakukan ini tidak ada hubungannya dengan pendidikan saya, jadi didorong oleh keprihatinan pribadi saja,” Karli menjelaskan ketika ditanya latar belakang pendidikannya.

Selain itu, ia melihat kawasan tersebut  rawan bencana longsor  karena permukaan tanahnya lebih didominasi tanah berpasir. “Pernah terjadi sebelumnya, tanah longsor karena banjir bandang tahun 2021,” kata Karli.

Mata pencaharian utama warga Desa Kawalelo adalah bertani dan berkebun, selain juga mencari ikan, walaupun kata Karli, belum layak disebut profesi nelayan karena alat tangkapnya tradisional seadanya. “Kalau mencari ikan bisanya hanya di pesisir-pesisir saja, tidak bisa sampai tengah laut,” Karli menjelaskan.

Menurut Karli, semua warga Desa Kawalelo punya lahan untuk berkebun. Dulu kebun mereka subur karena mata air Watonitung memenuhi kebutuhan air warga desa tersebut. “Tetapi semakin lama debit airnya semakin kecil,” tutur Karli.

Maka tidak ada pilihan bagi Karli selain mencurahkan tenaga dan waktunya untuk melakukan konservasi kawasan mata air Watonitung. Bibit beringin sampai bambu pun segera ditanamnya mulai akhir 2016 agar kawasan mata air tidak rusak.

 

Menginspirasi Warga

Sendirian keluar masuk hutan melakukan konservasi, warga desanya sempat mengira Karli mencari ilmu kesaktian. Tapi kecurigaan itu segera berubah menjadi partisipasi setelah tahu apa yang sesungguhnya dilakukan Karli.

Tuduhan warga desa akhirnya berbalik menjadi aksi solidaritas bersama. Mereka kemudian turut ambil bagian. Warga Kawalelo pun rela menempuh perjalanan kaki hingga tiga kilometer menuju mata air Watonitung dengan medan yang terjal.

Mereka membawa polibag-polibag berisi anakan bambu. Mereka maju tak gentar meskipun perjalanan ke Watonitung cukup menantang dan melelahkan, jalanannya menanjak dan rawan longsor. “Saya tidak pernah ajak-ajak orang. Setelah tahu apa kerja saya keluar masuk hutan, mereka datang sendiri mau bantu,” kata Karli.

Revitalisasi mata air dengan tanaman bambu didukung oleh KEHATI dan Yaspensel

Konservasi bambu tersebut didukung oleh Yayasan KEHATI yang bermitra dengan Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka (Yaspensel). Bersama Karli, warga menanam sekitar 1.500 bibit bambu dari dukungan dua lembaga tersebut. Bambu yang sudah ditanam dipantau minimal sekali dalam sebulan untuk memastikannya tetap hidup. “Kalau ada yang mati kami tanam kembali,” katanya.

Menurut Karli, sebelum menanam bambu, dia juga menanam kapuk hutan, pohon aren, dan beringin. Saat ini kawasan konservasi mata air Watonitung di Kawalelo perlahan mulai terjaga kembali. Pipa sepanjang 5 km telah terpasang mulai dari sumber mata air hingga rumah-rumah warga.

Pemanfaatan tanaman bambu telah berlangsung sangat lama, sejak jaman nenek moyang masyarakat Nusa Tenggara Timur. Bambu telah menjadi bagian dari kehidupan mereka secara turun temurun.

Bambu digunakan untuk berbagai keperluan penunjang kehidupan yang tidak hanya mendatangkan manfaat ekonomi saja tapi juga konservasi lingkungan, seperti rehabilitasi lahan terdegradasi, juga sebagai filter air dan konservasi air.

Bambu juga bisa dikomanfaatkan sebagai bahan bangunan maupun kerajinan tangan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan warga Desa Kawalelo.

“Kami juga berpikir dan berencana mengkomersilkan bambu seperti itu, tapi saat ini belum saatnya. Kami saat ini masih berfokus pada kegiatan konservasi dulu,” kata Karli memungkasi pembicaraan.