Tercatat, hampir 2.400 pengelola dan pemilik aset keuangan yang menandatangani komitmen UN Principles for Responsible Investment (PRI), dengan total pengelolaan dana 86 triliun dolar AS untuk investasi ini.
7,695 views
Investasi hijau adalah kata lain dari investasi berkelanjutan (sustainable investment), yang saat ini tengah populer di negara-negara maju.
Secara definisi, investasi hijau merupakan investasi yang fokus pada aspek-aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola baik (environment, social, dan governance/ESG), yang tujuannya menjaga kelangsungan perekonomian dan kehidupan di muka bumi.
Karena berdampak pada perekonomian jangka panjang, tak heran jika investasi ini memiliki pertumbuhan paling pesat di pasar modal dunia.
Investasi jenis ini juga masuk dalam kategori investasi berdampak (impact investment). Selain memberikan financial return kepada investornya, ada dampak positif pada aspek lingkungan dan sosial.
Meroketnya tren investasi hijau juga merupakan efek dari meningkatnya perhatian investor pada isu-isu lingkungan. Isu soal krisis global misalnya, mendorong hadirnya produk atau instrumen investasi yang berkaitan dengan lingkungan.
Tercatat, hampir 2.400 pengelola dan pemilik aset keuangan yang menandatangani komitmen UN Principles for Responsible Investment (PRI), dengan total pengelolaan dana 86 triliun dolar AS untuk investasi ini.
Sementara, survei terakhir yang dilakukan Global Sustainable Investment Alliance (GSIA), menyebutkan aset investasi hijau pada negara maju tumbuh mencapai 30,7 triliun dolar AS.
Lain itu, ada yang menarik soal investasi berbasis ESG ini saat Federasi Masyarakat Analis Keuangan Eropa (EFFAS) melakukan survei.
Mereka menemukan fakta bahwa 86 persen millennial (usia 18-35 tahun) memandang investasi hijau cukup penting saat ini, dan itu merubah cara pandang mereka pada tahun-tahun sebelumnya.
Lalu, bagaimana dengan iklim investasi hijau di Indonesia dan kapan dimulainya?
Dengan menggunakan instrumen investasi berbasis ESG, pada 8 Juni 2009, Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI) berkongsi dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) meluncurkan produk investasi, yakni Indeks SRI-KEHATI.
SRI merupakan singkatan dari Sustainable Responsible Investment, yang berarti investasi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Boleh dibilang, saat itu Indeks SRI-KEHATI adalah pelopor investasi berbasis ESG di Indonesia. Produk itu diharapkan dapat menjadi dasar instrumen investasi di pasar modal. Misalnya, untuk investasi reksadana konvensional, Exchange Trade Fund (ETF), atau jenis investasi lain.
Secara umum, KEHATI merupakan lembaga nirlaba yang mengemban amanat untuk menghimpun, mengelola, dan menyalurkan dana hibah untuk pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati di Indonesia secara berkelanjutan.
Yayasan yang berdiri sejak 12 Januari 1994 itu juga berinisiatif mendukung penuh pemerintah dalam pengelolaan isu lingkungan.
Menghadirkan Indeks SRI-KEHATI adalah salah satu upaya KEHATI untuk mendorong para investor yang tertarik dengan isu lingkungan dan sosial. KEHATI juga memberikan panduan untuk berinvestasi ke arah yang lebih baik dan bertanggung jawab.
Indeks SRI-KEHATI juga berperan untuk menciptakan tolok ukur kinerja berkelanjutan perusahaan di pasar saham Indonesia.
Soal pola kerja, Indeks SRI-KEHATI dijalankan berdasarkan tren investasi dunia. Hal itu merujuk pada pertimbangan investor yang tak hanya fokus pada aspek finansial, tetapi juga aspek lingkungan, sosial, dan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Pendek kata, keputusan untuk berinvestasi sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek penting tadi.
Sementara, proses operasional dan manajemen harian Indeks SRI-KEHATI sepenuhnya menjadi tanggung jawab KEHATI dan BEI.
Akan ada komite khusus untuk menangani Indeksi SRI-KEHATI, yang berperan sebagai badan penasihat dalam proses seleksi dan penyusunan konstituen.
Indeks SRI-KEHATI diharapkan mampu mewujudkan tujuan usaha berkelanjutan bagi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar modal BEI (emiten). Tentunya bukan hanya berlandaskan aspek finansial, melainkan dari segi fundamental jangka panjang.
”KEHATI dalam tahap mendorong terbangunnya sebuah ekosistem keuangan yang bertanggung jawab dan investasi jangka panjang. Tujuannya selain membangun instrumen dan ekosistemnya, juga mendorong regulator,” terang Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, Riki Frindos, dalam diskusi webinar Yayasan KEHATI dan Mongabay Indonesia, Selasa (28/4/2020).
Dalam konteks ini, Riki mengatakan KEHATI berperan sebagai jembatan (bridging) antar pengambil keputusan (stakeholder).
Dorongan investasi hijau yang dilakukan KEHATI, juga menjamah pada pihak-pihak yang memiliki niatan serius untuk membangun kepentingan ekonomi untuk generasi yang akan datang.
Indeks SRI-KEHATI saat ini merupakan konstituen dari 25 emiten yang dianggap memenuhi tiga penilaian oleh KEHATI.
KEHATI memang cukup ketat dalam menyeleksi para investor. Ada tiga aspek yang mejadi panduan penilaian mereka, yakni;
Pertama, bisnis utama perusahaan tersebut tak tersangkut alkohol, senjata, pestisida, tembakau, pornografi, perjudian, pertambangan, dan rekayasa genetik.
Kedua, penilaian kinerja keuangan dengan nilai kapitalisasi pasar minimal Rp1 triliun, total aset tidak kurang dari Rp1 triliun, price earning ratio (P/E ratio) harus positif, kepemilikan saham publik di atas 10 persen, dan tidak rugi.
Ketiga, penilaian aspek fundamental yang mencakup sikap perusahaan pada isu lingkungan, sosial, serta tata kelola SDM dan penegakan HAM.
Hasil penilaian itu kemudian dievaluasi dua kali setahun pada April dan Oktober, setelah itu baru dipublikasikan oleh BEI. Kemudian, emiten tersebut berwenang menyusun Indeks SRI-KEHATI berikutnya.
Meski begitu, ada pendekatan-pendekatan khusus yang dilakukan KEHATI kepada calon investor yang dinilai masih potensial. Misalnya pada perusahaan yang ingin berinvestasi, namun belum masuk pada tiga aspek penilaian tadi.
“Kita akan melakukan pendekatan (engegement) kepada perusahaan tersebut, dan mendorong untuk memperbaiki model bisnisnya. Kita juga akan membantu membuat roadmap, bahwa perusahaan itu akan menjadi perusahaan ramah lingkungan,” jelas Riki.
Riki tak menampik, jika memang ada situasi bahwa sebuah perusahaan perlu diliterasi terkait investasi hijau, tentunya dengan melakukan beberapa kompromi dan kesepakatan.
Potensi investasi hijau di Indonesia menurut KEHATI masih sangat besar. Terutama jika ada isu lingkungan, maka Indonesia dengan luas hutan dan lautnya tentu akan dilirik para investor.
Namun bagi investor, ketertarikan mereka untuk berinvestasi berbasis ESG tidak melulu fokus pada isu lingkungan dan sosial, melainkan untuk menangkap peluang pengelolaan risiko dalam portofolio.
Hal tersebut merujuk pada beragam studi dan riset, yang menunjukkan bahwa investasi berbasis ESG dapat memberikan kinerja yang mumpuni.
Obligasi hijau (green bonds), juga ditempatkan sebagai pemantik gairah investasi hijau di Indonesia, meski dikatakan masih belum terlalu kuat.
Sejak diterbitkan pada 2009, terbukti prestasi Indeks SRI-KEHATI mampu mencapai kinerja konsisten dengan nilai rerata 10 persen di atas indeks lainnya. Misal, indeks LQ45 dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Hal tersebut menggambarkan bahwa para investor rela membayar ongkos premium untuk emiten yang tergabung sebagai konstituen SRI-KEHATI
Data lain menunjukkan, pengelolaan manajemen aset (AUM) SRI-KEHATI pada tiga tahun terakhir juga meningkat cukup pesat. Pertumbuhan paling signifikan tercatat pada dua tahun terakhir saat reksadana berbasis ESG diluncurkan yang mengacu pada Indeks SRI-KEHATI.
Indeks SRI-KEHATI juga masuk dalam kategori investasi yang bertanggung jawab secara sosial (Socially Responsible Investing) atau investasi beradab (ethical investing).
Yang artinya, indeks tersebut merupakan strategi investasi dengan pertimbangan keuntungan finansial dan sosial yang membawa dampak positif.
Ragam upaya yang dilakukan untuk mendorong investasi hijau, tentunya juga harus mendapatkan dukungan iklim investasi yang baik.
Seperti kita tahu, tahun ini pemerintah tengah fokus soal pembahasan dan pengesahan RUU Omnibus Law, yang tujuannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Omnibus Law merupakan peringkasan undang-undang (UU) yang dibuat untuk menyasar sebuah isu besar. UU ini dapat mencabut atau mengubah beberapa UU sekaligus, sehingga menjadi ringkas.
Belakangan, ada banyak catatan masyarakat terkait draft RUU Cipta Kerja yang merupakan bagian dari Omnimbus Law. Salah satunya soal kemudahan investasi jangka pendek.
Melihat hal itu, Riki mengatakan draft tersebut belum dapat dijadikan katalis atas investasi hijau saat ini, karena belum diterapkan. Meski begitu, ia juga cemas.
”Memang ada potensi backfire, jika para investor lebih memilih investasi jangka pendek, bukan investasi jangka panjang,” ungkapnya.
Riki menegaskan, salah satu tujuan KEHATI adalah mendorong regulator untuk menciptakan iklim kondusif bagi investasi jangka panjang.
”Kita harus monitor, jangan demi kepentingan investasi jangka pendek, investasi jangka panjang dirugikan,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di goodnewsfromindonesia.id