56 views Desa Wisata Muntei di Mentawai Sumbar Juara 1 ADWI 2023 Kategori Daya Tarik Pengunjung - KEHATI KEHATI

Desa Wisata Muntei di Mentawai Sumbar Juara 1 ADWI 2023 Kategori Daya Tarik Pengunjung



Acara Penyambutan di Desa Wisata Muntei, Sumber : Jadesta, Kemenparekraf.

  • Date:
    28 Agu 2023
  • Author:
    KEHATI

Bertempat di Teater Tanah Airku, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Minggu (27/8/2023), disampaikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 telah memilih 75 desa wisata terbaik dari 4.573 desa wisata yang berpartisipasi. Jumlah peserta ini melampaui target awal yaitu 4.000 desa.

 

Penilaian terbagi dalam beberapa kategori yaitu Daya Tarik Pengunjung, Suvenir, Homestay dan Toilet, Digital dan Kreatif, serta Kelembagaan Desa Wisata dan CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability).

 

Sebagaimana dilansir melalui website pemerintah kabupaten Mentawai, selain Daya Tarik Pengunjung juga ada kategori Desa Wisata Maju, Desa Wisata Berkembang, Desa Wisata Rintisan, dan Desa Wisata Terbaik. Terdapat 10 desa wisata yang mendapatkan penghargaan kategori Daya Tarik Pengunjung, yaitu berturut-turut Desa Wisata Muntei, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat; Desa Wisata Soinrat, Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku; Desa Wisata Botubarani, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo; Desa Wisata Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau; Juara 5: Desa Wisata Ramang-ramang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

 

Sebanyak 33 gubernur, bupati wali kota dan 33 kepala dinas pariwisata provinsi menghadiri ADWI. Juga hadir 33 kepala dinas pariwisata kabupaten kota, lurah, kepala desa, wali nagari, dan perwakilan 75 desa wisata seluruh Indonesia. Menurut Menteri Parekraf Sandiaga Uno, perbandingan provinsi yang masuk 500 desa wisata terbanyak adalah Sumbar (40 desa wisata), Jawa Timur (40 desa wisata), Sulawesi Selatan (40 desa wisata). Untuk Sumatera, Sumbar dengan jumlah 40 desa wisata termasuk yang terbanyak, disusul Sumatera Utara (20 desa wisata), Lampung (16 desa wisata).

 

Menurut informasi di website Kemenparekraf, luas Desa Muntei mencakup 20.400 hektar. Luas lahan sawah 1. 200 hektar, ladang 6.000 hektar, ternak 4.000 hektar, hutan 4000 hektar. Berdasarkan posisi geografis, kecamatan Siberut Selatan memiliki batas wilayah, yaitu sebelah utara dengan kecamatan Siberut, sebelah selatan dengan Siberut Barat Daya, sebelah timur selat Mentawai, sebelah barat Kecamatan Siberut Barat. Desa Muntei berpenduduk 1635 jiwa terdiri dari 846 laki-laki dan 789 perempuan.

 

Terdapat 8 dusun di Muntei, di hulu sungai maupun darat. Untuk menuju kawasan hulu sungai yaitu Dusun Magosi, Salappak dan Bekkeiluk, pengunjung harus melewati sungai yang ada di Muntei. Sedangkan dusun Dusun Pariok, Peining Buttet, Muntei, Toktuk dan Puro II bisa diakses dengan jalan darat.

 

Selain itu Desa muntei juga memiliki dua sanggar. Pertama adalah Sangar Bubuakat sebagai wadah bagi masyarakat terutama anak-anak untuk mengenalkan budaya Mentawai kepada mereka. Sanggar itu juga tempat mereka menyimpan beragam atribut-atribu budaya Mentawai, mulai dari gajeumak atau gendang tari, alat tempat makankan (lulak), ada juga tuddukat, serta alat budaya lainnya yang dipakai oleh masyarakat saat melakukan upacara dan ritual lainnya.

 

Kemudian sanggar kedua adalah Sanggar Uma Jaraik Sikerei. Tujuan sanggar ini serupa dengan Bubuakat yaitu memberi pengenalan dan pendidikan budaya Mentawai pada anak-anak. Sanggar ini dibina Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga. Dalam sanggar ini terdapat perpaduan musik tradsional dan modern. 

 

Desa Wisata Muntei di Mentawai Sumbar Juara 1 Kategori Daya Tarik Pengunjung.

 

Desa Wisata Muntei di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat keluar sebagai juara satu kategori Daya Tarik Pengunjung di ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia 2023 ini karena memiliki keunikan dan keotentikan sebagai potensi utama desa wisatanya, baik berupa alam, buatan, maupun seni dan budaya.

 

Dosen Institut Pariwisata Trisakti Adam Rachmatullah, MSc., dalam kapasitasnya sebagai tenaga ahli utama bidang ecotourism, mengatakan bahwa pada tahun 2019 Trisakti bekerja sama dengan TFCA Sumatra mendapatkan hibah untuk pengembangan ekowisata di Pulau Siberut, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Proyeknya berjudul “Pengembangan Ekowisata di Tiga Desa Penyangga Siberut”. Ada tiga desa wisata penyangga di kawasan ini, Muntei adalah salah satunya.

 

“Pada tahun 2019 itu Muntei belum menjadi desa wisata,” ujarnya. Banyak sekali potensi wisata di kawasan Siberut, termasuk desa Muntei, dari segi kuliner, souvenir, tato yang diyakini tertua di dunia (terima penghargaan MURI), dan sikerei: tabib tradisional yang melibatkan dunia gaib. Masyarakat memiliki berbagai tradisi dan budaya berupa alat musik tradisional, peralatan upacara, dan atribut lain untuk ritual dan upacara. Juga terdapat rumah tradisional Uma, rumah adat suku Sakukuret dan Salakkopa.

 

Selanjutnya Adam menyampaikan bahwa desa Muntei ini salah satu gerbang penting masuknya industri pariwisata. Selain keindahan alam, adat dan tradisi tersebut di atas menarik bagi wistawan. Mayoritas penduduknya petani dan peternak yang hidup harmonis dengan alam. Desa Muntei menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin menjelajahi keunikan Kepulauan Mentawai.

 

Dengan jarak tempuh sekitar 9 km, dari pelabuhan Maileppet butuh 15 hingga 20 menit untuk mencapai Desa Muntei. Desa ini terletak di antara Desa Maileppet dan Muara Siberut, memiliki 8 dusun, beberapa terletak di hulu sungai dan lainnya di darat. Terdapat pula wisata unik di sini, yaitu wisata alam mencari ulat sagu dan juga wisata buatan meracik racun panah dan pengelolaan sagu. Wisatawan juga bisa menyantap kulinernya seperti nastar sagu magok, tamra sigajai, serta sagu kapurut.

 

“Pertama kita membuat organisasinya dulu, dari nol banget ini. Kami mendirikan pokdarwis, kelompok sadar pariwisata,” ujar Adam. Pokdarwis ini dipandu dari nol, mulai dari pembangunan, pengelolaan homestay, manajemen keuangan, pengelolaan daya tarik dan atraksi wisata.

 

“Berbagai narasumber profesional kami datangkan, termasuk dari TFCA,” ujar Adam. Dalam waktu sebulan diadakan dua kali pelatihan sepanjang dua tahun. Cukup banyak tantangannya, terutama saat itu sedang masa awal-awal pandemi.

 

Dari sisi infrastruktur, akomodasinya terbilang sederhana. Tidak ada hotel. Rumah penduduk dijadikan homestay, apa adanya ditata rapi, bersih, sehat. 

 

“Kalau infrastruktur jalan relatif baik, hanya 30 persen masih berupa tanah.Tujuh puluh persen sudah dicor,” ujar Adam.

 

“Kendala dijumpai pada infrastruktur komunikasi, sinyal lemah,” sambungnya.

 

Manfaat desa wisata bagi kemakmuran ekonomi warga, menurut Adam, tidak bisa diukur dengan cepat. Setahun setelah proyek pun belum bisa karena banyak faktor. Apalagi dalam masa recovery paska pandemi. Tetapi yang perlu dipahami adalah semua atribut paska pelatihan sudah diberikan hingga warga sudah siap menerima tamu wisatawan.

 

“Paling banyak justru wisatawan asing,” ungkap Adam.

 

Segmentasi pasar memang lebih diarahkan ke wisatawan asing. Mereka datang berselancar, diarahkan singgah ke Desa Wisata Muntei. Dalam seminggu setidaknya ada 10 wisatawan asing mampir ke desa wisata. Menurut Adam ini menjadi tantangan tersendiri.

 

“Jadi secara ekonomi manfaat desa wisata memang belum signifikan. Kegiatan ekonomi utama masyarakat masih perkebunan,” jelas Adam.

 

Dalam konteks nafkah, kegiatan pariwisata ini merupakan sampingan saja. Dalam seminggu kedatangan beberapa tamu asing memberi ekstra penghasilan lumayan. Rata-rata dalam satu bulan, per minggunya 5 hingga 10 orang wisatawan asing singgah ke homestay di desa Muntei.

 

(Armunanto)