1,904 views Perlu Langkah Bersama Atasi Darurat Sampah di Teluk Jakarta - KEHATI KEHATI

Perlu Langkah Bersama Atasi Darurat Sampah di Teluk Jakarta



  • Date:
    21 Mar 2018
  • Author:
    KEHATI

Pencemaran sampah plastik di perairan Teluk Jakarta kian akut. Diperlukan terobosan yang komprehensif untuk mengatasi problematika ini agar tak menjadi bom waktu berupa bencana ekologi di kemudian hari.

 

 

“Sudah cukup lama masalah sampah di Teluk Jakarta ini menjadi polemik. Namun, tak kunjung mendapatkan solusi. Padahal, setiap detik, tumpukan sampah kian bertambah. Ini harus segera dicarikan terobosan agar tak kian parah,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), M.S. Sembiring di Jakarta, Kamis (8/3).

 

 

Terkait dengan problematika sampah di Teluk Jakarta tersebut, Konsorsium Save Our Small Islands (SOSIS), sebuah konsorsium yang diinisiasi oleh Yayasan KEHATI, mengadakan diskusi panel dengan tema “Menjawab Tantangan: Teluk Jakarta Bersih, Siapa Berani?” Kamis lalu, di Main Hall JCC Senayan, Jakarta. Diskusi tersebut menghadirkan pembicara-pembicara antara lain Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, Head of Corporate Sustainability PT Bank HSBC, dan M.S. Sembiring.

 

 

Sampah plastik, lanjut Sembiring, menimbulkan dampak kerusakan luar biasa bagi keseimbangan ekosistem laut dan pesisir. Selain mengotori lautan, sampah plastik dapat meracuni biota laut, merusak terumbu karang, dan berbahaya bagi kehidupan manusia.

 

 

Sampah yang hanyut di Teluk Jakarta merupakan sampah-sampah yang dihanyutkan dari daratan dan sungai. Sampah-sampah ini juga termasuk sisa sampah yang lepas tak tertampung dari sekitar total 6.500-7.000 ton sampah per hari yang dihasilkan dari warga Jakarta dan sekitarnya.

 

 

Pada kesempatan yang sama, Pembina KEHATI, Prof Emil Salim menyampaikan bahwa persoalan Teluk Jakarta, bukan masalah reklamasi, tetapi kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan. Terdapat 3 poin penting untuk menanggulangi banjir di Jakarta, yaitu membangun waduk lepas pantai, membersihkan 13 sungai yang mengalir di Jakarta, dan mengelola sampah di Jakarta.

 

 

70% tahun 2025

Staf Ahli Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Aryo Hanggono menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo sudah memberikan komitmennya atas nama pemerintah Indonesia, bahwa Indonesia akan mengurangi limbah melalui metode 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sebesar 30% dan pengurangan sampah plastik laut sebanyak 70% pada tahun 2025.

 

 

Aryo menambahkan, untuk mewujudkan komitmen tersebut, telah dilaksanakan beberapa langkah.

 

 

Pertama, sejauh ini kami telah menyusun Perpres No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis. Kedua, saat ini juga sedang disusun rancangan Perpres tentang Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Sampah Plastik di Laut Tahun 2017 – 2025.

 

 

“Jadi, apa yang kami lakukan ini adalah langkah awal untuk mencapai target pada tahun 2025 untuk mengurangi sampah di laut sekitar 70%. Kami juga berharap apa yang saat ini kami lakukan dapat menjadi jembatan untuk pemerintah pusat dan pemerintah provinsi atau pemerintah daerah” ujar Aryo.

 

 

Sebagai salah satu pembicara utama pada diskusi panel ini,  Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan, Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu harus bersih. Jika diurus menjadi berkah. Jika tidak dikelola dengan baik akan menjadi musibah.

 

 

“Apabila kita merunut kepada berita yang sedang viral belakangan ini tentang sampah yang ada di Bali, bukan di Jakarta. Akan tetapi saya yakin keadaannya tidak akan jauh berbeda. Saya sudah menyelam dan snorkeling memang bermasalah, tetapi memang cantik namun saya yakin bisa dapat lebih cantik,” tutur Sandiaga.

 

 

Pemerintah DKI, lanjut Sandiaga, telah menekankan bahwa sampah adalah permasalahan bersama. Oleh karena itu, pihaknya sudah merangkul beragam kalangan untuk membantu Pemprov DKI Jakarta mengatasi problematika sampah di teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu.

 

 

Merujuk pada data yang ada, DKI Jakarta memproduksi 7.000 ton sampah per hari, termasuk di Kepulauan Seribu. Jumlah tersebut tergolong sangat luar biasa karena setara dengan 4% produksi sampah nasional.

 

 

“Saat ini, kami mulai menata secara perlahan untuk menanggulangi permasalahan sampah di Jakarta, tetapi kami tidak dapat bekerja sendiri. Oleh karena itu, saat ini kami mencoba menggandeng seluruh sektor, tidak boleh ego-sektoral. Kita harus across platform, dari swasta, NGO, masyarakat dan juga pemerintah provinsi,” kata Sandi.

 

 

Pendekatan-pendekatan penanganan sampah di Teluk Jakarta selama ini sudah relatif baik, namun masih didominasi oleh pendekatan birokrasi. Ke depan. Pemprov DKI berharap akan lebih menguatkan pendekatan berbasis masyarakat atau non–birokrasi.

 

 

Sandiaga berharap program CSR bukan hanya sebagai program namun dapat menjadi social investment. Hal tersebut seperti kegiatan di Pulau Bokor yang bekerja sama dengan komunitas-komunitas dan dari KEHATI, yaitu program zero waste yang telah berjalan.

 

 

“Contoh – contoh seperti ini yang akan menjadi hal utama, yang akan kita dorong di masa depan, terutama peran serta masyarakat,” imbuh dia.

 

 

Ada tiga fokus yang ditempuh Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi problem sampah Teluk Jakarta: kolaborasi, edukasi dan aksi. Langkah padu ke depannya, untuk menanggulangi sampah Teluk Jakarta, Pemprov akan menggunkan konsep 4P (public, private, people, partnership) dan ingin melibatkan civil society untuk bekerja sama.

 

 

Pemprov sangat berharap, ke depannya dapat berjalan bersama untuk menuntaskan masalah-masalah sampah Teluk Jakarta. Selain dari masyarakat, juga kerja sama dengan pemerintah–pemerintah kota dan kabupaten tetangga, seperti kota Bekasi dan Tangerang serta pengelola sungai seperti pemerintahan provinsi dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

 

 

Hal ini dikarenakan sungai – sungai di Jakarta, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa yang mengelola 13 sungai yang mengalir di Jakarta adalah Kementerian PU dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

 

 

Kemudian, poin edukasi kepada penduduk, bukan hanya penduduk Kepulauan Seribu tetapi juga penduduk yang terdapat di daratan. Bagaimana menerapkan cara pola hidup yang dapat memerhatikan dan mengelola sampah dengan lebih baik.

 

 

“Problem sampah Teluk Jakarta merupakan salah satu PR yang sangat besar. Dalam tiga tahun terakhir, kita baru dapat mengambil alih pengelolaan sampah, karena dulu kita mengetahui bahwa “mafia sampah” yang berkuasa dalam hal ini, seperti di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) sementara” kata Sandiaga.

 

 

Terakhir adalah aksi. Kepulauan Seribu merupakan salah satu destinasi wisata yang dicanangkan oleh Kementerian Pariwisata, maka seharusnya ada percepatan untuk mengatasi problem sampah di Teluk Jakarta.

 

 

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2016, pencemaran di wilayah Teluk Jakarta mayoritas bersumber dari limbah domestik rumah tangga. Hal ini karena kawasan tersebut menjadi lokasi akhir dari berbagai macam distribusi limbah yang datang dari hulu 13 sungai di wilayah ini. Oleh sebab itu, tingkat pencemaran yang paling tinggi pun terakumulasi di bagian hilir yang menyambung langsung ke laut.

 

 

Sumber pencemaran pun dibagi menjadi dua, yaitu point sources (limbah industri) yang sumbernya tetap dan non-point sources (limbah domestik rumah tangga) yang sumbernya datang dari mana saja. Tingkat pencemaran yang bersumber dari point sources, terbagi dua, pencemaran dari limbah organik sebanyak 52.862,75 dan limbah anorganik sebanyak 24.446,06. Sedangkan untuk limbah non-point sources, untuk organik sebesar 10.875.651,69 dan anorganik 9.766.670,00. Tumpukan limbah ini dihitung dalam besaran ton dan dilakukan di utara Jakarta pada November 2015 lalu.

 

 

Sementara itu, Manajer Program Ekosistem Pesisir dan Pulau Kecil KEHATI, Basuki Rahmad, menambahkan, akademisi, masyarakat, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat harus bersatu padu dalam mencari fakta, mengatasi permasalahan, dan menyusun solusi bersama dalam menangani permasalahan sampah plastik di Teluk Jakarta.

 

 

“Ini adalah persoalan yang skala dan dampaknya sangat besar. Menunda-nunda penyelesaiannya hanya akan menciptakan bom waktu di kemudian hari. Ini akan jadi awal tragedi. Ini tantangan kita bersama, di mana untuk mengatasinya harus ada keterlibatan semua pihak yang terkait. Mereka harus saling berinteraksi dan mulai bicara bersama,” kata Basuki.

 

 

Diskusi yang diinisasi oleh SOSIS hari ini diharapkan dapat menjadi titik tolak bagi semua pihak yang terkait dengan penyelesaian masalah sampah di Teluk Jakarta untuk mulai duduk bersama. Dari diskusi ini nantinya upaya-upaya bersama akan terus bergulir, yang berujung sebuah terobosan kebijakan yang komprehensif untuk mengatasi problematika tersebut.

 

 

Konsorsium SOSIS adalah gerakan grass root community yang berkolaborasi dalam menangani permasalahan yang dihadapi pulau-pulau kecil. Dengan menyinergikan peranan pemerintah, swasta, akademisi dan lembaga swadaya masyarakat, SOSIS bermaksud untuk menjadi solusi melalui empat pilar kegiatan, yaitu: edukasi, coral rehabilitation, waste management system, dan ekowisata.