485 views Petani Sawit Menjaga Hutan Adat Warisan Nenek Moyang - KEHATI KEHATI

Petani Sawit Menjaga Hutan Adat Warisan Nenek Moyang



  • Date:
    12 Jan 2023
  • Author:
    KEHATI

Desa Setawar, Kabupaten Sekadau, Propinsi Kalimantan Barat, memiliki wilayah hutan adat yang telah secara turun-temurun dijaga kelestariannya oleh warga masyarakat. Mereka memanfaatkan hutan sebagai sumber kehidupan. PraktIk Tembawang telah dilakukan sejak jaman nenek moyang di Kalimantan Barat, yaitu sistem wanatani (agroforestry) khas suku Dayak dari pedalaman Kalimantan Barat yang dimiliki oleh komunitas adat. 

 

Tembawang dilakukan sebagai bagian dari adat perladangan berpidah. Sebelum meninggalkan lahan, mereka menanaminya dengan pohon buah, penghasil kayu, getah, ataupun rempah-rempah sebagai tanaman obat. Tanaman obat dalam hutan banyak digunakan, begitu pula rotan untuk dijadikan alat bantu berladang. Pohon juga dimanfaatkan kayunya untuk membuat rumah, namun jumlahnya dibatasi berdasarkan persetujuan adat.

 

Dalam perkembangannya terdapat beberapa pelanggaran, misalnya oknum melakukan penebangan dengan dalih membangun rumah. Penutupan hutan pernah dilakukan oleh perangkat adat agar kawasan hutan adat tersebut tidak diladangi sembarangan atau diambil kayunya berlebihan.

 

“Dulu pernah diberikan kelonggaran kepada masyarakat, bagi yang belum memiliki rumah, jika ingin  membangun rumah diperbolehkan menebang satu batang pohon untuk keperluan bahan bangunannya. Tapi banyak yang menyalah gunakan kelongaran tersebut sehingga beberapa tahun belakangan tidak diperbolehkan sama sekali mengambil kayu di hutan dan keputusan ini sudah menjadi kesepakatan bersama,” ujar Mojes, salah seorang warga, sebagaimana dilansir Suara Kalbar dalam tulisannya berjudul “Desa Setawar Sekadau Miliki Hutan Adat Seluas 151 Hektar”, 21 Juli 2019.

 

Karena upaya pelestarian hutan tersebut hanya berdasarkan kesepakatan adat secara lisan, penerapannya di lapangan perlu diperkuat oleh adanya dasar hukum tertulis untuk merespon pelanggaran adat. Dengan adanya peraturan tertulis maka sanksi adat maupun hukum pidana bisa diberlakukan bagi pelanggar ketentuan adat.

 

Dalam konteks pelestarian hutan adat di wilayah desa tersebut, SPOS Indonesia bersama Yayasan KEHATI, dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) sebagai mitra di lapangan, mendorong warga desa untuk menjaga hutan tersebut dan memfasilitasi terbentuknya Peraturan Desa Tentang Perlindungan Hutan.

 

 

Formalisasi Hukum Adat Lisan Menjadi Hukum Tertulis

 

Peraturan Desa Hutan Adat Nomor 6 Tahun 2021 telah ditetapkan pada 4 Oktober 2021 dalam rangka memperkuat status perlindungan hutan adat desa yang mencakup luasan 286 hektar terdiri dari 3 rimba yaitu Rimba Engkulok seluas 171 hektar dan termasuk dalam wilayah kampung Setawar dan kampung Sejaong, Rimba Geradok seluas 19 hektar masuk dalam kampung Sejaong, serta rimba Bukit Jundak seluas 96 hektar di kampung Gintong.

 

Upaya pelestarian tersebut mendapat sambutan positif. Masyarakat desa yang mayoritasnya terdiri dari petani sawit mandiri pun telah berinisiatif untuk tetap melestarikan hutan adat desa di wilayahnya yang bukan kawasan hutan.

 

Sosialisasi telah dilaksanakan bersama masyarakat, didukung oleh PT Agro Andalan. Perusahaan ini memiliki area konsesi di Desa Setawar, termasuk wilayah hutan rimba adatnya.

 

Pada Februari 2022, puncak kolaborasi antara SPOS Indonesia – Yayasan KEHATI, SPKS, PT Agro Andalan, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sekadau, menghasilkan deklarasi terdiri dari dua butir kesepakatan.

 

Pertama, dalam rangka menjaga keberadaan areal konservasi dan Hutan Masyarakat Adat tersebut, PT Agro Andalan dan Serikat Petani Kelapa sawit (SPKS) bersama dengan masyarakat desa melalui Pemerintah Desa Setawar sepakat dan bersedia untuk  bersama-sama menjaga  dan  melestarikan keberadaan areal konservasi, nilai konservasi tinggi, hutan stok karbon tinggi, dan hutan masyarakat adat.

Kedua, PT Agro Andalan dan Serikat Petani Kelapa sawit (SPKS) berkomitmen untuk mendorong peningkatan kapasitas sumber daya manusia masyarakat desa dan petani  sawit  dalam upaya  mendorong  tercapainya  Pengelolaan  Kebun Kelapa Sawit berkelanjutan (sustainable) sesuai dengan prinsip dan kriteria RSPO (Roundtable On Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) serta prosedur dan perundangan yang berlaku.

 

“Hutan adat yang diusulkan oleh masyarakat ini merupakan hutan di luar hutan lindung dan ini merupakan hak masyarakat desa Setawar. Ini perlu dilestarikan secara turun temurun, dan merupakan tanggung jawab kita bersama untuk menjaga kelestarian hutan adat,” ujar Kepala Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kabupaten Sekadau, sebagaimana dilansir oleh Suara Borneo dalam pemberitaannya berjudul “Deklarasi Hutan Adat Desa Setawar”, 24 Februari 2022.

 

RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) merupakan badan pemberi sertifikasi produksi kelapa sawit yang berkelanjutan. Badan ini meregulasi pemangku kepentingan di tujuh sektor industri yang berkaitan dengan produksi, pengolahan, dan penjualan minyak sawit.

 

ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) adalah langkah konkret Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pertanian, untuk menggenjot pertumbuhan industri sawit tanah air sekaligus mengurangi masalah lingkungan yang timbul akibat industri ini. ISPO secara langsung meregulasi beberapa persyaratan pembukaan dan pengolahan lahan sawit di dalam negeri.

 

Program SPOS Indonesia – Yayasan KEHATI bersama SPKS Kabupaten Sekadau hadir di desa Setawar melakukan berbagai kegiatan bersama masyarakat dan petani sawit swadaya, antara lain melakukan pelatihan dan pendampingan tentang mengelola perkebunan kelapa sawit secara berkelanjutan

 

Selain itu juga dilaksanakan pembentukan dan pendampingan kelembagaan petani berupa koperasi pekebun Piansak Mandiri. Kegiatan ini dilakukan berkolaborai dengan PT Agro Andalan. Program SPOS Indonesia juga mendorong petani sawit swadaya untuk dapat mengikuti sertifikasi ISPO dan RSPO.

 

Para petani sawit swadaya merasakan banyak manfaat setelah menjaga kawasan berhutan di wilayahnya. Menurut Nasar, salah seorang petani sawit, masyarakat di kawasan pedalaman masih banyak memanfaatkan tanaman obat dari hutan, karena sedangkan khasiatnya tidak kalah dengan obat-obatan medis. Selain itu akses menuju rumah sakit cukup jauh. 

 

Masyarakat juga masih membutuhkan kayu dan rotan yang hanya bisa didapat dari hutan. Para petani sawit swadaya dan masyarakat juga berkomitmen menjaga keseimbangan alam. Mereka sadar udara yang mereka hirup dan air yang mereka minum berasal dari hutan.