693 views RANTAI TEKSTIL LESTARI : Kolaborasi upaya produk lokal yang berkelanjutan - KEHATI KEHATI

RANTAI TEKSTIL LESTARI : Kolaborasi upaya produk lokal yang berkelanjutan



  • Date:
    13 Mar 2023
  • Author:
    KEHATI

Industri tekstil Indonesia kerap mendapat sorotan negatif dari dalam maupun luar negeri terkait dengan isu lingkungan, sosial dan tata kelola. Hal ini menjadi keprihatinan dari beberapa pelaku usaha tekstil dan fesyen di Indonesia yang kemudian bersama-sama berusaha mendorong terwujudnya usaha dan industri tekstil dan produk tekstil yang berkelanjutan.

 

Hal ini penting dilakukan mengingat tekstil dan produk tekstil Indonesia memiliki pasar yang cukup besar di dalam negeri (sekitar $20 milyar/tahun) maupun di luar negeri ($13m/tahun). Apalagi kesadaran akan pentingnya produk tekstil dan pakaian jadi yang ramah lingkungan terus tumbuh, khususnya di negara-negara pusat fesyen utama dunia.

 

“Business dan sustainability sudah seharusnya jalan paralel. Demi kepentingan dan keberlanjutan usaha itu sendiri. Nilai-nilai keberlanjutan adalah pendekatan bisnis yang menghasilkan nilai-nilai jangka panjang. Apalagi, seperti kebanyakan negara-negara lain, Indonesia sudah memiliki Peta Jalan SDGs (Sustainable Development Goals). Kalangan bisnis mestinya ikut berperan dan berkontribusi dalam pencapaian target 2030 tersebut demi Bumi kita, generasi berikutnya dan keberlanjutan bisnis itu sendiri,” kata Basrie Kamba, Ketua Umum Rantai Tekstil Lestari (RTL), dalam wawancara dengan KEHATI.

Basrie Kamba

Mengingat kesadaran konsumen dan pasar global yang terus tumbuh serta regulasi yang semakin ketat terhadap produk-produk fesyen – baik dari sisi bahan baku maupun proses pembuatannya, beberapa perusahaan tekstil serta lembaga pemerhati lingkungan di Indonesia sepakat membentuk wadah, yang kemudian resmi berdiri pada tanggal 9 September 2021, bernama Rantai Tekstil Lestari .

 

Kehadiran lembaga nirlaba ini bertujuan meningkatkan kesadaran dan kepedulian industri, konsumen, desainer, akademisi serta pemerhati fesyen dan pengampu kepentingan lainnya, terhadap pentingnya tekstil dan produk tekstil yang berkelanjutan dan sirkular.

 

“Industri apapun akan sulit berkembang jika tetap melakukan business as usual. Perbankan sekalipun sudah jauh-jauh hari menerapkan sustainable finance – tidak hanya kriteria dari sisi keuangan semata, tapi juga mengedepankan lingkungan, sosial dan governance (tata kelola) yg baik,” ujar Basrie.

 

Ia menambahkan bahwa sejumlah produsen TPT dan fesyen di tanah air telah menerapkan nilai-nilai fesyen berkelanjutan dalam proses pembuatannya sesuai dengan ketentuan yang diminta oleh pemesan mereka di luar negeri. “Misalnya, penerapan dalam pengurangan enerji fosil, pemanfaatan ataupun pengurangan limbah, serta penggunaan bahan baku tekstil yang terbarukan bahkan penelitian untuk mendapatkan skala ekonomi dari proses pendauran-ulang pakaian bekas pakai.”

 

Regulasi Semakin Ketat

 

Apalagi, regulasi ataupun ketentuan dari berbagai negara maju terhadap produk tekstil dan fesyen terus semakin ketat menuju fesyen yang berkelanjutan dan mendorong produk fesyen dengan nilai-nilai sirkular.

 

Sembilan pemrakarsa RTL adalah Busana Apparel Group, H&M Group, PT  Asia Pasifik Fibers Tbk, PT Asia Pasific Rayon, PT Pan Brothers Tbk, PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT South Pacific Viscose Lenzing, bersama Yayasan KEHATI dan Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (IDH).

 

Proses pembentukan RTL didahului dengan serangkaian diskusi kelompok dengan bantuan Partnership-ID yang kemudian memfasilitasi kemitraan tersebut menjadi sebuah organisasi berbadan hukum. Peresmian RTL dipimpin langsung oleh Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Arsjad Rasjid, dan disaksikan beberapa pejabat senior dari kementerian, kedubes asing, perwakilan asosiasi terkait serta pimpinan perusahaan tekstil, pelaku dan media fesyen .

 

Direktur Komunikasi dan Kemitraan Yayasan KEHATI Rika Anggraini mengatakan bahwa pihaknya akan selalu memberikan kontribusi berupa gagasan-gagasan strategis, sarana komunikasi, dan dukungan untuk event-event yang diselenggarakan oleh RTL. Upaya tersebut merupakan komitmen Yayasan KEHATI dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada semua sektor termasuk industri tekstil. Dalam hal ini, dunia usaha diharapkan untuk melibatkan pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai komponen penting kegiatan  produksinya.

 

Meskipun baru berusia setahun, lembaga not-for-profit ini telah melakukan serangkaian kegiatan berskala nasional maupun internasional termasuk bersama EU (European Union) dan World Circular Textile Day.

 

Tidak Mudah

 

Hingga saat ini, jumlah anggota RTL yang tercatat baru mencapai 48 – sebagian besar merupakan individu/perorangan dan sisanya perusahaan, brand, universitas dan organisasi terkait. RTL menargetkan 100 anggota baru tahun 2023 dalam upaya membangkitkan kesadaran berfesyen – baik untuk konsumen, distributor, desainer, akademisi, pemerhati fesyen, media serta pelaku UKM dan industry.

 

“PR yang tidak mudah bagi RTL adalah membangkitkan kesadaran, khususnya konsumen dalam negeri. Diperlukan kolaborasi tulus dari semua pelaku ditengah-tengah gempuran masuknya kain dan pakaian impor yang murah dan pakaian bekas yang jauh dari kepatuhan SNI, apalagi nilai-nilai fesyen yang berkelanjutan seperti proses pembuatan, keterlacakan, bahan baku, enerji, pelibatan tenaga kerja, dan lainnya,” jelas Basrie.

 

Harmini Simanungkalit, Lead Coordinator RTL, mengatakan cakupan lokasi dari anggota RTL telah mencapai beberapa wilayah baik di pusat maupun daerah di Indonesia. “Kami berharap semakin banyak anggota masyarakat pemerhati industry dan fesyen dapat bergabung dengan RTL untuk berbagi pengalaman dan usulan yang kongkrit agar industri tekstil dan fesyen Indonesia dapat diperhitungan di pasar global yang semakin ketat dalam mengedepankan sustainability untuk setiap produk yang ditawarkan,” jelas Harmini ketika ditemui di tempat terpisah.

 

Melalui jejaring ini, RTL juga berharap agar Pemerintah segera membuat peta jalan untuk industry TPT yang cukup strategik ini agar produk dalam negeri yang berkelanjutan mampu bersaing di pasar sustainable fashion dunia. “Kami berharap, roadmap industry yang tentunya juga mencakup peta jalan sustainable dan circular fashion akan menjadi guideline bersama – baik Pemerintah, industri dan investor yang berminat.”

 

“Ketiadaan peta jalan tersebut hingga hari ini membuat kita sibuk dengan pikiran masing-masing. Tidak heran kalau ada yang ke kanan, yang lain ke kiri. Sporadik – tiba masa, tiba akal. Pemadam kebakaran, itupun tidak padam. Padahal, pasar kita besar. Hampir semua global brand besar membuka outletnya di Indonesia,” jelasnya.

 

(LV Listyo/Tim KEHATI)